• Homepage
  • PORTOFOLIO (BOOKS)
  • About Me
Was ist los, Une?
Alam pagi itu tak mengisyaratkan cuaca akan memburuk. Cerah, angin bertiup lembut. Hari yang indah untuk gowes bersama Cleo 3.0 dan rekan-rekan klub gowes di Bontang. Tapi jangan kira acara gowesku hanya keliling-keliling kota, tapi MASUK HUTAN DAN SEMAK-SEMAK !
Sesuai dengan pesan yang dikirim temanku di grup BlackBerry Messenger bahwa ada acara gowes, maka segera siapkan diri untuk hari Sabtu, 21 Maret 2015. Sunblock jadi senjata andalan memerangi teriknya matahari hari itu.
Kita berkumpul di PT Badak, dan kita dapat beberapa kawan baru dari luar PLN. Aku celingukuan mencari peserta cewek, tetapi nihil, seperti biasa. Asyiiik, tambah komunitas ! Seperti biasa, senior sekaligus trainer kami : Pak Dedi hadir dan seperti biasa menjelaskan rute yang akan kami libas pagi itu.
"Jadi rute kita hari ini adalah tacin dan perkebunan sayur."
"Haaa? Tacin?" bikers dari PLN melongo heran. "Itu dimana Pak?"
"Jadi kalian pada belum tahu?"
Para bikers PLN menggeleng dengan wajah polos.
 "Tacin itu tanjakan cinta di daerah Sekambing, jadi kita kesana lewat Kanaan. Medan full offroad, kerikil plus tanah dan semak-semak. Ada turunan yang cukup curam. Une, kalau nggak berani jangan dipaksa, lebih baik dituntun saja." Katanya sambil menoleh kearahku. Teman-teman menyimak dengan penuh antusias, aku yang mendengarnya cukup bergidik ngeri. Lalu Pak Dedi menoleh kearah sepedaku.
"Wow, kesambet apa kamu langsung beli sepeda baru? Wuiiih, Cleo lagi."
"Hehe, dipanasin temen-temen akhirnya beli juga pak. sepeda impian dari jaman kuliah nih."
"Bagus-bagus, lalu kenapa kamu masih pakai sandal gunung? Kan sudah kubilang harus pakai sepatu! Perhatikan safetymu, kita ini bukan onroad. Padahal kamu sudah sip pakai helm." Katanya sambil melotot kearah kaki dan mengundang lirikan peserta lain.
"Pulang dulu sudah Mbak, ganti sepatu." goda peserta lain.
"Hehe...panas Pak kalau pake sepatu, keringatan didalam." Dalihku bandel, padahal sering diingetin temen biar pakai sepatu tetap saja kuabaikan.
"Awas kalau minggu depan tetep pakai sandal, nggak boleh ikut lho!" Ancamnya galak. Lalu kami berdoa dan segera menuju medan yang mendebarkan.

Sekitar 15 menit naik turun tanjakan ringan di Kanaan, akhirnya sampai juga di tempat yang katanya tanjakan cinta itu. Edan serem, Menanjak, tanah merah cadas merekah dan kerikil, salah pilih jalur bisa gelundungan. Pak Dedi naik pertama untuk menjajal medannya. 
Tak lama kemudian ia berteriak dari atas, "Aman ! ayo naik! Une, hati-hati kalau susah dituntun saja !"
Berkubang di Sial dan Beruntung
Sebelum dituntun aku mencoba treknya terlebih dahulu dengan perlahan menggunakan gigi yang paling ringan, aku terpeleset berkali-kali tapi masih bisa mengendalikan sepedaku sehingga tak terjatuh. Lalu aku memilih untuk menuntun saja ke tempat yang lebih landai, karena kalau jatuh itu lebih parah.
Beristirahat sebentar diantara semak daun : Cleo pun menggelepar minta pijit
Pasca trek tanas cadas, dilanjutkan menerobos ilalang dan semak daun yang sukses membuat hidung dan mukaku gatal-gatal. Benar benar rimbun menghalangi jalan. Setapak sempit sehingga konsentrasi dan keseimbangan benar-benar teruji disini. Sayangnya aku tak berhasil menaiki sepedaku karena kesusahan dan ketakutan.
Tak lama kemudian kita sudah mencapai titik tertinggi di bukit tersebut. Subhanallah pemandangannya sangat indah ! Perkebunan sawit, perbukitan hijau, hutan Borneo, dan perumahan warga. Sempat menyesal aku nggak bawa mirrorlessku, tapi bakalan lebih menyesal lagi kalau bawa mirrorless,, itu akan menyusahkan pergerakan saat bersepeda walaupun bodynya kecil.
Kita foto-foto sepuas hati dengan kamera ponsel seadanya.
Bikers PLN
Cantik :))
Setelah berfoto, Pak Dedi menjelaskan kembali kalau trek selanjutnya adalah turunan, jadi diwajibkan untuk  ekstra hati-hati kalau tak mau dilahap jurang yang menganga di kanan kirinya.
"Une, turunkan sadelmu biar lebih mudah kontrol. Gigi pakai yang paling berat." Perintahnya, dan aku segera menurutinya.
"Une, kalau turunan pantatnya dikebelakangin ya biar seimbang. Seperti ini, " ia memeragakannya.
"Kamu di belakang saya saja ya, go !" Kami segera meluncur kebawah. Aku ketakutan sekali saat downhill walaupun sudah kuturuti titah Pak Dedi. Aku berhenti dan memandang kebawah, rekan-rekan yang dibelakangku juga ikutan berhenti.
"Une, pasti bisa! Dicoba dulu, seimbangkan rem kanan dan kiri !" kata Pak Dedi dari bawah. Rekan yang lain ikut menyemangati.
"Awas, Une !"
Busyet dah, lagi-lagi Une. Batinku. Maklumlah aku kan cewek sendiri disini.
Aksi Downhill dan Senyum penuh ketakutan.
Aku memaksa diriku. Cukup gemetar akhirnya sukses juga downhillnya, pemirsa! Tak seberapa menakutkan, hahaha. #sombong

Perjalanan selanjutnya kita masuk ke perkebunan sayur warga, jalan berlumpur, hutan hujan tropis seperti Sangkima, jalan cadas menanjak yang bikin ngos-ngosan (dan tentunya aku nggak kuat), hingga bertemu dengan puluhan pesepeda lain yang beristirahat di kebun rambutan warga. Kesempatan ada rambutan, aku sikat terutama yang rambutan Binjai, haha. Seger !
Aksi Pak Big Cat : Kami semua memanggi Big Cat gara-gara tulisan di Frame sepedanya
Sekitar pukul sepuluh, kita istirahat di warung andalan kami di jalan poros menuju Samarinda di km 10. Minum teh hangat, makan gorengan dan berkenalan dengan peserta lain menambah keakraban hari itu. Memang, memiliki banyak kegiatan saat muda memang menyenangkan ! Dapat tempat penyaluran energi muda ke hal-hal yang positif. :))

0
Share
Apa yang aku pikirkan saat aaku membuka mata di pagi itu? Huft, selamat pagi Samarinda. Apa yang ada di pikiranku hanyalah travelling untuk menjelajah kotamu. Hari ini aku harus menjelajah semuanya.
Jalanan Minggu itu tampak lengang. Pemandangan yang biasa terjadi di kota besar, seperti Surabaya. Mungkin semua warganya terjaga sampai dini hari hingga pagi ini mereka masih enggan meninggalkan rumahnya : entah buat beristirahat atau menghabiskan waktu bersama keluarganya. Untuk hari ini aku berencana menghabiskan hari di :

1. Kampung Wisata Tenun Samarinda.
Letaknya di Samarinda Seberang, Dari Tepian harus nyebrang jembatan Mahakam lalu belok kiri, lurus saja sekitar sepuluh menitan terdapat gerbang bertuliskan : Kampung Wisata Tenun Samarinda. Di kampung itu merupakan tempat penjualan Sarung Tenun Samarinda yang dibuat dengan alat tenun tradisional. Ingin melihat cara menenun? Masuk saja ke gang Pertenunan. Di dalam gang Pertenunan yang cukup sempit hampir setiap rumah terdapat alat tenun tradisional dan aneka buntalan benang berwarna-warni dijemur. Tapi sayang pagi itu belum ada warga yang beraktivitas dengan alat tenunannya. Jadi kita langsung melanjutkan ke Masjid Tertua di Samarinda, yaitu masjid Shiratal Mustaqim.


Matahari saat itu benar-benar garang membakar Bumi Etam. Kepala ini rasanya menguap saja. Walau sudah kubalur sunblock tetap saja mukaku memerah bak buah cherry. Arsitektur masjid itu sudah benar-benar nampak kalau tua. Konstruksi full kayu ulin, terkecuali lantainya. Suasana masjid sepi dan hanya ada beberapa anak yang asyik bermain bola.

2. Menara Asmaul Husna, Islamic Center Samarinda
Aku suka memotret sesuatu dari sudut yang berbeda dan itu kulakukan saat langit biru. Karena warna biru dapat merefleksikan warna-warna yang indah. Aku penasaran, seindah apa Samarinda apabila dilihat dari lantai 15 Menara Asmaul Husna?


Jadilah aku mencobanya. Masuk menara masjid bayar lima belas ribu dan kita diantarkan seorang bocah yang menggantikan ayahnya naik lift menuju ke atas. Sesampainya diatas? Panas sekali ! AC yang terpasang pun tak mampu meredam panasnya. Tapi aku dapat melihat kilang pertamina, kubah masjid yang Megah, bukit-bukit, rumah-rumah kecil, air Mahakam bak susu coklat, bahkan cafe puncak tempat nongkrong semalam pun dapat aku saksikan dari sini ! Sayangnya jendela menara tertutup kaca, jadi untuk memotret dunia luar masih terpantul bayangan kita. Filter circular polarizer dapat sedikit mengurangi refleksi di kacanya.
Jam buka menara kalau nggak salah mulai pukul 10.30 WITA.

3. Desa Budaya Pampang
Kalau kemarin destinasi utamanya adalah beli sepeda, maka hari ini destinasi utamanya adalah mengunjungi Desa Budaya Pampang di Poros Bontang Samarinda. Aku sama temenku kesana naik motor dari Islamic Center sekitar satu jam. Cukup jauh, apalagi jalan masuk dari Poros Samarinda-Bontang. Panas membara, jalanan berdebu, polusi, tapi malah bikin semangat. Kita kesananya pas Minggu, jadi saat ada pertunjukan tari-tarian disana. Aku sudah dapat bocoran dari temenku sih, kalau di Pampang UUD alias Ujung-Ujungnya Duit. Mau foto sama warga lokal harus bayar, sekitar dua lima sampai lima puluh ribu rupiah untuk beberapa kali jepretan karena semua yang berada disana adalah artis. Harus tahan mental juga karena sesampainya disana tangan kita bakal ditarik-tarik sama anak-anak kecil yang minta foto bareng. Dan tentunya itu tidak gratisan :))
Sampai di sana, rumah-rumah penduduk Dayak Kenyah dengan motif ukiran yang khas berjajar rapi, lalu kita temui Gereja penuh dengan ukiran Dayak, dan banyak anjing berlalu lalang. Bergidik juga aku lihat si anjing yang jalan-jalan sambil menjulurkan lidah dan ngiler. Ternyata di Lamin sudah berkumpul banyak orang, dan kursi-kursi paling depan untuk menonton pertunjukan telah penuh. Apes deh, aku mendapat kursi di baris kedua, jadi agak susah kalau mau ngambil gambar :(  Wah salah perhitungan nih, batinku.
Candid Girl
Untuk tiket masuk bayar lima belas ribu per motor, lalu untuk nonton pertunjukan tari bayar lima puluh ribu bagi yang bawa kamera digital pocket/mirrorless/prosumer/DSLR/SLR. Tapi untuk kamera ponsel gratis (termasuk GoPro juga) Busyet dah mahal betul, agak nggak rela aja pas bayar lima puluh ribu. Mau curi-curi juga nggak enak, kan harus menghargai orang sana :)
Dapet Gelang Sebagai Tanda Tiket Masuk
Tiap pengunjung yang menonton pertunjukan mendapatkan gelang manik-manik bertuliskan Pampang sebagai tiket masuk. Wow emang gadis Dayak cantik-cantik putih alami no tipu-tipu gan, oriental Indocina gitu. Aku yakin mereka belum tersentuh perawatan kulit yang mahal-mahal bak artis Korea. Kulitnya putih, rambut hitam lurus, mata sipit, seksi pula. 
Nah itu bagi cewek, kalau cowok? Ya ganteng-ganteng gitu. Putih, sipit, uuuhh...sebelas dua belas sama cowok Korea ! Nggak nahan....
Pertunjukan tari berlangsung sekitar satu jam dengan menampilkan beberapa jenis tarian, seperti :

-Tarian selamat datang, penarinya dari anak-anak usia 5-12 tahun


-Tarian perang, penarinya pemuda tanggung seusiaku. Ada yang ganteng banget :D

Ini yang ganteng :D
-Tarian enggang terbang, penarinya remaja putri seusiaku (20 tahunan) tarian ini paling ramai mendapat sorakan dari penonton. Aduhai cantiknya memang :D


-Tarian bercocok tanam, penarinya ibu-ibu

-Tarian yang mengkisahkan tentang perebutan cewek. Ditampilkan oleh dua remaja cowok dan seorang remaja putri. Nah dua remaja cowok ini adu kekuatan untuk memperebutkan hati si cewek itu. Siapa yang kuat dia yang memenangkan hati si cewek. Di tarian ini aku paling serius menyimaknya hingga mendapatkan suatu pesan : Mendapatkan hati seorang wanita itu butuh perjuangan yang tidak main-main bung !
Tari tentang rebutan cewek :))
- Tarian persatuan : tarian ini mengajak penonton ikut menari
Tari Persatuan
- Tari untuk menjepit kaki burung Enggang yang mengganggu tanaman kebun. Tari ini juga mengajak penonton untuk ikut serta.

- Tarian selamat jalan.

Mantap deh tariannya. Oh iya selama pertunjukan kita bebas mengambil gambar tanpa dipungut biaya. Tariannya Luwes rancak seirama hentakan kaki sambil diiringi sampeq (alat musik tradisional suku Dayak) Aku jadi pengen mempelajari sampeq yang suaranya mirip-mirip harpa :))

Setelah pertunjukan tari usai, aku berencana meminjam baju adat untuk foto-foto. Kalau foto-foto sama warga lokalnya nggak sama sekali, udah malas keluarin duit, haha. Untuk sewa baju adat lengkap satu set dua puluh lima ribu tanpa ada batasan waktu. Yang paling gemes itu bulu enggang yang dipasang di tangannya, hehe :D Pakai baju adat tapi muka nggak ada sipit-sipinya sama sekali, hehe :D Ya udah aku berfoto sejadi-jadinya di lamin itu.


Sekitar pukul empat sore kita kembali ke Tepian Samarinda. Capek sih, tapi aku bangga bis amengenal budaya Indonesia lebih dekat.
Pergerakan Langit di Mahakam
Tips foto di Desa Budaya Pampang :
- Pakai flash kurasa hasilnya lebih oke,potensi gambar ngeblur lebih sedikit. Kalau nggak mau pake flash harus pakai shutter speed rendah biar terang -_-
-Jangan sampai mengganggu jalannya pertunjukan ya demi mendapatkan angle yang terbaik :)

*terima kasih Mas Yusuf sudah diantarkan jalan-jalan

0
Share
Mencari nafkah di Bontang, dihabiskan di Samarinda.
Agaknya statement itu benar benar berlaku padaku : tak hanya menghabiskan uang, tapi juga menghabiskan waktu akhir pekan di kota itu. Setidaknya aku tahu membuat akhir pekanku menjadi bermakna.
Setidaknya aku masih merasa mengantuk dan memaksa diri untuk meloncat pagar kost gara-gara kebodohanku belum menduplikat kunci pagar depan. Pukul enam pagi, masih gelap. Rekan kerjaku hanya geleng-geleng takjub melihatku melompat pagar kost yang bergerigi. Seorang wanita yang biasanya ke kantor pakai rok dan jilbab lebar loncat pagar?? Huh, tak sia-sia aku sedikit bertingkah polah mirip laki-laki, setidaknya dalam keadaan seperti ini kemampuan ini dibutuhkan.
Emang dasar aku mudah dikomporin sampai meleduk. Tak tahan gara-gara dipanasi sama teman-teman untuk beli sepeda MTB, akhirnya aku beli juga. Iya, aku yang beli dan teman-temanku yang ketawa puas. Sialan, batinku. Mudah sekali aku mengambil jalan pintas tanpa pikir panjang seperti ini. Tinggal ambil uang di tabungan, masalah selesai.
Bukan Une namanya kalau dua hari di Ibukota tak kuhabiskan dengan menjelajah, seperti lagunya Shandy : dari tujuh hari telah kuberikan engkau dua hari, Sabtu Minggu kau bersamaku.

Destinasi Wajib Kalau ke Samarinda : Islamic Centre


21 Februari 2015, ternyata sebelum membeli sepeda deg-degan juga. Begitu aku melihat sepeda impian didepan mata, ingin rasanya aku boyong segera. Memang sih tujuan utama hari Sabtu itu adalah sepeda, tapi bukan berarti setelah tujuan utama tercapai aku nggak coba destinasi lainnya. Siang itu aku coba mengunjungi Big Mall Samarinda, lanjut makan Pizza di Plaza Mulia dan coba menikmati taman lampion di Teluk Lerong Garden, tepian Sungai Mahakam.

Aquarium Lampion 

Dari pinggir Teluk Lerong dapan aku rasakan desiran lembut angin malam Mahakam, menikmati lampu-lampu kota, Islamic Center, kapal-kapal penarik tongkang lalu-lalang dan patroli sungai.

Penjual kicir-kicir di Teluk Lerong
Darah muda memang masih menggebu-gebu, saat malam merangkak sedikit, aku minta nongkrong di Cafe Puncak, cafe yang katanya tertinggi di Samarinda, dimana kita dapat menikmati kerlip lampu Samarinda dari ketinggian (seperti postinganku beberapa  bulan lalu). Menyesap minuman dingin, memotret, mengunyah, tertawa, saling melempar senyum dan membicarakan rencana travelling bersama teman travellingku dari Samarinda.
Aku dan Mpok Norma, Ratu Travelling Kaltim :))

Ah, Samarinda memang selalu banyak kejutan, membuatku merindu dan membuat hari liburku menjadi bermakna.
0
Share
Bersepeda bukanlah hal yang baru lagi bagiku. Selama enam tahun, mulai dari SMP sampai SMA aku selalu mengendarai sepeda pancal ketika berangkat kesekolah. Alasannya ? efisiensi waktu, daripada antar jemput orang tua. Apalagi udara di Lumajang masih seger dan banyak teman yang naik sepeda. Saat itu sih belum ada pikiran untuk membakar kalori yang tersimpan di tubuh, haha.
Sepeda pertama yang kumiliki adalah sepeda mini yang ada keranjangnya didepan untuk tempat tas sekolah. Trendi banget saat aku SMP, hampir semua cewek yang mancal ke sekolah naik sepeda jenis itu, berwarna-warni dan harganya sekitar 300 ribu-700ribuan paling mahal. Pas itu aku pilih yang warna pink, harga sekitar 375ribuan. Kayuhannya sangat ringan. Kalau minta polygon yang diatas satu juta nggak mungkin lah, wong aku minta sepeda itu saja kutagih berkali-kali ke emak -_-
Dan kebiasaan itu berlangsung hingga SMA, dimana semua temen-temen sudah bisa bawa motor kesekolah dan aku masih bawa sepeda. Lumayan loh sekitar 10 km sehari. Sering juga disindirin orang tua disuruh bawa motor, belajar motor, tapi aku tetep nggak mau sampai tamat SMA. Kuliah aku sudah bawa motor sih, tapi karena nggak pernah belajar motor jadi bisanya hanya motor matic. Jadinya aku pas kuliah selama tiga tahun ketergantungan motor banget, nggak pernah mancal sama sekali. Dikit-dikit motoran.
Aku dan Sepeda Impian dari 3 tahun yang lalu :')
Waktu terus berlalu, dan akhirnya aku sudah bekerja di salah satu perusahaan BUMN di negeri ini. Bertemu orang baru, temen baru, dan hobi baru untuk menyalurkan energi positifku. Disitulah aku mengenal kaum-kaum yang hobi bersepeda dan membangkitkan gairah bersepeda lagi. Biasanya masih pinjam sepeda, tapi kali ini aku direstui emak untuk beli sepeda sendiri plus hasutan penuh dari rekan-rekan gowes. Jadilah aku langsung berangkat ke ibukota untuk memboyong Polygon Cleo 3.0 yang desain geometrinya khusus wanita seharga 4,6 juta. Sebenarnya Cleo 3.0 adalah sepeda yang aku idamkan semasa kuliah, tapi masih belum sanggup beli saat itu :D

Karena Frekuensi bersepeda meningkat dan pastinya kulit makin sering terpapar polutan dan radikal bebas, tentunya perlu perawatan yang lebih untuk tubuh kita. Apa saja perlakuan tambahan itu?

1. Perawatan tangan dengan Silk Beauty White Glow Hand Cream Oriflame
Otomatis tanganku yang sebelmnya dikenal halus menjadi sedikit kasar sejak aku rajin gowes. Biar nggak makin kasar ya aku olesin hand cream dari Oriflame biar tangan menjadi tetep halus dan lembut dan nggak kasar seperti parutan keju. Apalagi aku paling malas pakai sarung tangan kalau gowes. Gerah sih.

2. Perawatan kaki Foot Cream dari Oriflame
Aku kalau gowes paling malas pakai sepatu. Sama sih alasannya gerah. Jadi kadang kaki ini kasar juga kalau habis gowes haha. Jadinya aku gosokin kaki dengan foot file terus aku kasih krimnya sambil dipijat sebelum tidur. Keesokan harinya kaki jadi lembut dan lembap.

 3. Sunblock Nivea SPF 50 PA++ (Rp 100,000,-)
Ini wajib dibawa saat kegiatan outdoor. Baik naik gunung ataupun ke pantai dan dioleskan pada kulit yang sun exposed. Tanpa sadar kulit menjadi gelap seketika walaupun cuaca saat mendung, karena sinar matahari masih dapat menembus awan mendung. Nah sunblock ini berfungsi untuk melindungi kulit kita dari paparan buruk sinar matahari yang menjadi pemicu kanker kulit. Memang tak bisa menghindari kulit menjadi gelap, tapi hanya memblokir sinar jahat yang masuk ke dalam kulit kita. Bukankah kulit itu aset terpenting bagi wanita?

0
Share
Mungkin bagi sebagian cewek, travelling itu melelahkan, buang-buang waktu, uang dan bikin kulit hitam. Mending ngemall, sama-sama buang duit tapi nggak capek dan nggak bikin item. Emang sih, hantu yang paling ditakuti wanita adalah : kulit tambah gelap, tambah gendut dan berjerawat. Tapi travelling itu bakalan membentuk kemandirian kamu dan jiwa survival kamu.
Tapi bagiku, travelling itu tetap mengasyikkan. Mendingan kulit gelap daripada sampai di destinasi tujuan dan akhirnya cuaca buruk, angin kencang dan hujan lebat. Sebagai cewek, bukan berarti suka travelling, panas-panasan, kena polutan bebas lantas masalah kesehatan kulit pun diabaikan, itu big NO ! Suka travelling,  sudah tentu harus siap sering berpose di depan kamera secantik-cantiknya, mana mungkin berpose depan kamera dengan wajah kusam, hitam dan berminyak. Wah....big NO ! juga itu.
Jadi aku wajib bawa beberapa produk perawatan yang dapat melindungiku dari polutan, mencerahkan dan melembabkan. Tentu saja produk yang aku pilih insyaallah halal dan no animal testing. Buat apa cantik kalau menyiksa hewan terlebih dahulu? #disitukadangsayamerasasedih. Seperti gambar dibawah merupakan barang yang wajib aku bawa dalam tas selama bepergian.

1. Vitamin E Face Mist The Body Shop


Sebenarnya aku baru saja pakai produk ini. Sesuai dengan brosur dan komentar yang pernah aku baca, face mist ini mengandung vitamin E yang cocok untuk kulit normal cenderung kering seperti kulitku dengan aroma bunga mawar, bisa melembabkan. Harganya sekitar Rp 160.000,- di gerai-gerai Body Shop. Apalagi aktivitasku sehari-hari sering terpapar AC kantor, pasti kelembapan  kulit akan cepat menurun. Kalau kerasa udah mulai kering, tinggal sekali atau dua kali semprot di wajah dari jarak 30 cm an wajah bakal kembali segar. Tapi hati-hati dengan mata, soalnya perih kalau kena :D
Oh iya, pakainya setelah pakai bedak atau make up ya.

2. Sunblock Nivea SPF 50 PA++ (Rp 100,000,-)

Ini wajib dibawa saat kegiatan outdoor. Baik naik gunung ataupun ke pantai dan dioleskan pada kulit yang sun exposed. Tanpa sadar kulit menjadi gelap seketika walaupun cuaca saat mendung, karena sinar matahari masih dapat menembus awan mendung. Nah sunblock ini berfungsi untuk melindungi kulit kita dari paparan buruk sinar matahari yang menjadi pemicu kanker kulit. Memang tak bisa menghindari kulit menjadi gelap, tapi hanya memblokir sinar jahat yang masuk ke dalam kulit kita. Bukankah kulit itu aset terpenting bagi wanita?

3. Born Lippy Body Shop (Rp 60.000,-)

Karena cuaca di daerah khatulistiwa kering dan kulitku juga termasuk kering, maka bibir juga ikutan cepet kering. Biar nggak pecah-pecah dan perih, jadi kalau kering tinggal dioles saja dibibir. Lembabnya tahan lama. Wanginya lembut juga.

4. BB Cream Wardah SPF 32

BB (Beauty Balm) dari Wardah merupakan solusi bagi cewek travelling. Udah ada spf sekalian bisa jadi bedak juga. Jadi kalau keburu bisa tinggal oles saja. Selesai.
Kalau dipakai di kulitku sih agak berminyak, walaupun ada oil controlnya :D Jadi bisa disiasati dengan pakai bedak sedikit aja.

Keep travelling around the world and everlasting your beauty :)

*sumber gambar : mbah google
0
Share
Newer Posts Older Posts Home

AUTHOR

AUTHOR
Seorang wanita yang seperti kera sakti : Tak pernah berhenti, bertindak sesuka hati dan hanya hukuman yang dapat menghentikannya.

Labels

Berkeluarga INFLIGHT ITALY JAWA TENGAH Jambi KALIMANTAN TIMUR KUTAI TIMUR Lumajang NETHERLAND NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR Perancis SULAWESI SELATAN SUMATERA BARAT Sulawesi Utara Yogyakarta deutschland jakarta jawa barat jawa timur kalimantan selatan rusia

Popular Posts

  • ABOUT ME | ÜBER MICH
    "Allah menciptakanku saat sedang tersenyum, begitu pula ibu melahirkanku dengan senyum pula." Terlahir di Surabaya, 20 Juni ...
  • Berbagi Pengalaman Ketika Aku Joinan Tes D3 ITS-PLN
    Oy...sebelumya si Une minta maaf dulu, fotonya dibuat kayak hantu biar gak ada pemalsuan identitas, penghubungan alamat, walaupun aku pun...
  • Merindukan Otot Lelah dan Bau Hutan : Puncak Batu Putih, Kaliorang
    Alasan yang paling kuat untuk menjelajah Kutai Timur sebenarnya sederhana : Pandemi COVID-19. Yang awalnya memiliki rencana untuk terbang ke...
  • Deutschland für Anfänger (Pameran Jerman Untuk Pemula)
    Guten tag Leute :) Sebenarnya jujur, kejadian ini udah berlangsung sekitar sebulan yang lalu, tetapi nggak sempat ceritanya karena bentro...
  • #1 Babak Kedua Gunung Gergaji : Mengulang Pengembaraan di Barisan Karst Sangkulirang-Mangkalihat
     "Maaf ya, jika pesanmu baru bisa aku balas kira-kira hari Jumat."  Sejenak aku mengetik pesan terakhir padamu sebelum melanjutkan...
  • Sebuah Opini : Musik Klasik Untuk Semua
    Belajar musik klasik? Ogah ah, sulit, musiknya orang tua-tua. Mendingan belajar musik pop, cepet dikenal dan mudah. Mungkin banyak ...

INSTAGRAM : @FRAUNESIA

Copyright © 2015 Was ist los, Une?

Created By ThemeXpose