• Homepage
  • PORTOFOLIO (BOOKS)
  • About Me
Was ist los, Une?

 Holiday almost over ! Mumpung masih di kampung halaman, mbahnya si bocyl nawarin untuk ke Cimory Dairyland di Prigen, yang jaraknya hanya satu jam via tol dari Surabaya. Ya kali gak kuy, itu kan wahananya bocyl banget !😺 Penuh warna dan figur hewan-hewan yang unyu kalau sekilas lihatnya.

Sebenarnya dulu sempat hampir ke Cimory, sayang pas pandemi jadi tutup terus. Jadi alhamdulillah tahun ini diberikan kesempatan ulang bersama keluarga, minus ayahnya bocyl karena sudah balik duluan ke perantauan. Karena Cimory buka pukul 09.00 WIB, jadi berangkat dari Surabaya bisa pukul 08.00 WIB nunggu bocyl mandi dan sarapan dulu biar nggak tantrum.




Prigen itu daerah sejuk, angin sepoi-sepoi menampar kami saat berjalan di area Dairyland. Kalau disini lebih fokus ke edukasi mengenai persusuan dan persapian. Pengetahuan mengenai sejarah pengolahan susu hingga pasteurisasi, serta pengenalan produk Cimory alias Cisarua Mountain Dairy. Tempatnya lucu banget sih, karena bisa foto-foto dengan sapi yang beraneka gaya !

Tiket masuk dibagi menjadi beberapa paket, seperti paket satuan, 2 wahana, dan 4 wahana. Untuk paket 4 wahana per orang dikenakan Rp 95,000 ,- itu sudah seluruh wahana (Dairyland, Milk Museum, Museum Lulu, dan Windmills) kecuali naik ATV didalam. Setelah pembayaran masing-masing pengunjung mendapatkan kartu untuk tap ke masing-masing wahana dan akan dikembalikan saat keluar. Anak diatas 2 tahun atau diatas 80 cm bayar penuh Masing-masing tiket sudah gratis cimory yoghurt stick dan kupon diskon ice tea atau ice cream. Untuk mbah buyut nggak ikut jalan kedalam karena kondisi kaki yang sudah nggak bisa jalan jauh, jadi cuma tunggu di restoran saja.

Salah satu wahana yang tidak bisa kami nikmati secara penuh adalah The windmills, yang merupakan wahana di lereng berundak-undak yang dipenuhi dengan kincir plastik mini berwarna-warni yang berputar jika ditiup angin. Agak susah bawa balita karena jalannya naik turun dan juga nggak bisa diperuntukkan untuk kereta dorong. Jadi kami hanya menikmati hanya sebentar dari atas. 

Disini tak hanya edukasi tentang sapi, tapi juga ada tentang aneka unggas unik dan kandang-kandang burung hantu beserta namanya masing-masing. Beberapa satwa non Indonesia juga ditemukan disini, seperti Alpaka dan Domba mungil morino. Selain itu ada wahana seperti kolam renang, rainbow slide dan bermain dengan kelinci. Salah satu wahana yang terbaru adalah wahana jejepangan yang dikelilingi dengan pohon sakura buatan dan disana disediakan persewaan baju kimono untuk bergaya.



Puas mengelilingi area Cimory Dairyland, kami makan siang di Cimory Resto. Resto ini bisa menikmati panorama secara 360 derajat berupa penanggungan dan kebun-kebun di kaki bukit. Siang itu anginnya cukup kencang, dan sukses mengibarkan hijab dan menerbangkan topi kami. 
Bagi pengunjung yang membawa anak, disediakan lembar mewarnai bergambar hewan untuk mengisi waktu. Masakan disini enak! Apalagi sup iganya, bocyl doyan sih. Ada beberapa menu ala western berupa produk sosis dan nugget yang bekerjasama dengan salah satu produsen merk terkenal.

Dan yang paling penting, sebelum pulang adalah belanja produk Cimory yang terkenal lezat dan legit! Salah satunya adalah moomoo roll yang baru pertama aku cobain. Mau beli banyak sayangnya produknya tidak tahan lama di suhu ruang, padahal mau kubawa terbang ke perantauan.

Hari ini menyenangkan! Bocyl senang dan kenyang, emaknya pun juga begitu !

0
Share

 Sejak kecil, si bocyl memang sudah kubiasakan untuk mengenal makhluk ciptaan Allah selain manusia, seperti flora dan fauna. Buat apa? Ya supaya si kecil makin tumbuh rasa sayang dan peduli terhadap sesama makhluk, tidak menyakiti, makin mengenal dan mengasihi, cieeilah, haha. Tapi betul loh, semua pola pikir itu bisa ditanamkan sejak dini, salah satunya dengan cara mengajak ke kebun binatang seperti ini. Jika belum sempat ke kebun binatang, maka solusinya adalah bercerita singkat dengan gambar di poster atau menggambar hewan-hewan di buku gambar. Jadinya si bunda harus pinter gambar sih, biar si bocyl nggak bingung ini hewan apa.😁

Perjalanan mengenal aneka satwa dimulai saat setelah libur idul fitri. Memang sengaja dijadwalkan cuti sesaat setelah cuti bersama berakhir untuk menghindari keramaian di jalanan maupun tempat wisata. Untuk kali ini, pengenalan satwa dilakukan di Batu Secret Zoo, Jawa Timur Park II. Aku terakhir kesini pas jaman kuliah, naik motor dari Surabaya pas jaman masih liar. Sekarang sudah ada yang jagain dan ada yang dijagain juga. 

Tidak banyak yang berubah dari tahun 2012, pas masih baru- barunya dibuka. Satwanya masih terawat dengan baik dan sehat. Lokasi juga bersih dan nggak banyak sampah. Desain kandangnya dibuat mirip dengan habitat asli sehingga mereka tetap happy. Karena Batu sedang musim hujan, terutama setelah dhuhur pasti hujan deras, maka pagi-pagi jam setengah sembilan kami langsung berangkat dari villa yang kami sewa yang berjarak hanya 5 menit saja. Hari masih cerah dan hangat!

Kami membeli tiket terusan senilai Rp 170,000 ,- sudah meliputi Batu Secret Zoo, Museum Satwa, dan Eco Green Park. Untuk wahana di  Bagi temen-temen yang bawa balita, sangat disarankan membawa kereta dorong atau trike karena jalannya lumayan jauh dan kalau nggak mau encok gendong. Lagipula di sana tempatnya sudah sangat wheelchair friendly. Bawa stroller yang ada kanopi dan bisa reclining seat lebih enak, karena biasanya saat jalan-jalan si bocyl merasa capek atau memasuki waktu istirahatnya jadi bisa tidur. Sudah sesuai dugaanku, saat berjalan baru satu jam si bocyl malah tidur sekitar 1,5 jam, ia melewatkan aneka satwa yang ia kenal, seperti hyena alias dubuk, gajah, maupun para satwa penghuni savana. 

Awal masuk, kami disuguhi dengan aneka primata, ada lemur, marmoset, dimana si bocyl hanya menyebut dengan satu kata, "monyet" ditambah dengan kata sifat "monyet besar" "kecil" atau kata kerja "Monyet bobok" atau "monyetnya lari-lari" antusias lah dia pokoknya melihat aneka monyet, kalau dirumah kan hanya ada satu spesies monyet ekor panjang aja yang sering garuk-garuk tong sampah.

Saat si bocyl bobok, akhirnya aku dan suami bergantian menikmati wahana permainan yang berada disana, seperti kursi terbang, animal coaster, tsunami, dan octopus. Beberapa wahana gak aman buat penderita asam lambung, hahaha.

Karena pengunjung masih sepi, maka praktis hanya aku seorang diri yang mencoba masing-masing wahana. Teriak-teriak sambil diliatin orang cuek aja, toh yang penting si bocyl masih nyenyak.

Untuk wahana yang aman buat anak-anak ada kereta mini, dan flying elephant. Ada juga playground dan mini farm yang lucu banget dan sayang untuk dilewatkan, karena kami dibawa berkeliling dengan kereta model vintage dan melihat aktivitas patung sapi, kambing, babi yang sedang beraktivitas sambil bergoyang-goyang. Ini emaknya juga senang, haha.

Nah, karena mendung mulai merayap turun, kami buru-buru menyelesaikan perjalanan dan segera menuju ke museum satwa yang full indoor. Namun saat keluar hujan semakin deras, sehingga kami melewatkan pass ke eco green park, sedih banget lo aku, karena aku belum pernah dan lihat referensi kok tempatnya bocyl friendly banget.

Nah, sebenarnya ada mall lantai 3 di Batu Secret Zoo yang menampilkan aneka atraksi virtual reality. Kami pilih salah satu pertunjukan Metaverse yang menceritakan tentang kehidupan bawah laut, dimana pengunjung duduk dibawah dan melihat layar di sekeliling, dan seakan-akan memasuki dunia bawah laut betulan. Kalau yang ini bocyl sudah teriak-teriak bosan pengen keluar. 


Oh iya ada beberapa tips saat berkunjung ke Batu Secret Zoo.

1. Bawa stroler / trike saat berkunjung dengan balita. Jika tidak ada bisa menyewa electric bike disana.

2. Perhatikan ramalan cuaca  saat berkunjung, agar puas explore nya !

3. Tidak mengganggu hewan, memberi makan sembarangan dan memasukkan anggota badan.

4. Menjaga kebersihan

5. Bawa cemilan favorit bocil. Bawa minum agar tidak dehidrasi

0
Share

Wisata bahari di Bontang dimana saja? Beras Basah? Itu sudah sangat-sangat biasa. Segajah? Ya itu salah satunya, tapi kali ini karena mengajak sang emak dan bapak yang jauh-jauh dari kampung halaman dan nggak mungkin ke Segajah karena kegiatan utama disana adalah snorkeling dan tentunya panas karena tidak ada tempat berteduh. Jadilah....Malahing menjadi salah satu tempat pilihan untuk mengajak bapak ibu mencari spot foto di hari Minggu sore.

Sebelum masuk ke cerita petualangan kecilku di Malahing, aku ingin menceritakan sedikit mengenai salah satu pemukiman ditengah laut Bontang selain Selangan yang menjadi salah satu nominator 75 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia pada tahun 2023. Kampung ini berdiri sejak tahun 1999 dengan perintisnya adalah Bapak Nasir Lakada dan kakaknya. Mereka melakukan perjalanan dari Mamuju, dan mendirikan rumah diatas laut, lalu lambat laun berkembang dan bertumbuh menjadi salah satu kampung di kelurahan Tanjung Laut dengan kurang lebih 62 kepala keluarga. Malahing sendiri kian bersinar dengan bantuan CSR dari PT Pupuk Kalimantan Timur dan PLN Peduli.

Jadi Malahing ini benar-benar perkampungan diatas laut, terpisah sekitar 4 km dari Bontang Kuala. Tidak ada pasir ataupun tanah, hanya ada bilah-bilah kayu ulin yang disusun membentuk jalan maupun lapangan kampung tempat warga menyalurkan olahraga atau permainan seperti voli, badminton ataupun sepak takraw.







Walau Malahing hanya kampung diatas laut, namun fasilitas sosial sudah cukup lengkap, seperti SD, TK dan PAUD, rumah ibadah, toko  yang menjual kerajinan masyarakat, dan yang paling menarik perhatianku adalah pojok literasi dengan jumlah bukunya lumayan banyak. Homestay dan resto apung juga tersedia bagi pengunjung yang ingin menjauh sejenak dari keriuhan di kota. Untuk sinyal? Aman, koneksi 4G kencang sudah tersedia disini. Listrik dan air bagaimana? Listrik sudah tersedia dengan PLTS bantuan dari  dinas perumahan dan permukiman, dan juga untuk air sudah dikelola oleh PDAM. Takjub juga sih aliran PDAM sudah masuh ke pemukiman ini, kukira penduduk hanya mengandalkan air tadah hujan di tandon untuk keperluan air tawar sehari-hari. Untuk keperluan sanitasi dan MCK juga telah tersedia septic tank terapung.

Dan perjalanan kita hari itu dimulai pada pukul 16:30 sore lebih sedikit karena kami baru sampai dari Samarinda. Perjalanan dengan perahu motor hanya memerlukan waktu sekitar 15 menit dari Bontang Kuala. Namun tujuan kami sore itu tak ke Malahing saja, tapi melihat satwa yang menjadi primadona kota Bontang alias Kuntul Perak dan Bangau Tong-Tong yang spesiesnya mulai langka.

Laju perahu kami melambat mendekati dua rimbunan bakau ditengah laut, tak jauh dari perkampungan Malahing. Laut mulai jernih, dasar laut tampak dengan jelas.

"Kita ke Teluk Lape dulu, lihat Kuntul Perak dan spesies yang sudah langka, Bangau Tong-Tong," ujar Ino yang menjadi pramuwisata kami sore itu.

"Teluk apa mbak?" suamiku setengah berteriak sambil beradu dengan dengungan mesin kapal.

"Lape, Lape mas! Ini awalnya Teluk Love namanya, karena  dua mangrove ini ketika surut seakan-akan membentuk hati. Namun masyarakat Bugis lebih biasa menyebutnya Lape, jadilah Teluk Lape, lebih kearifan lokal."

Haha, Lape menurut lidah orang Indonesia memang lebih nyaman diucapkan.

"Ini burung-burung hanya ada sore hari aja mbak?" lanjut suamiku.

"Ya enggak, pagi siang juga ada. Cuma aku lebih suka lihatnya sore, karena suasananya enak, teduh, dan juga bisa menikmati sunset dan langit yang indah jika beruntung."

Emakku heboh sekali melihat para bangau beterbangan diterpa cahaya sore yang keemasan. Tangannya tak henti-henti menekan tombol rana kamera sesekali mengeluh dengan wajah berkerut kesal, "Aduh, apa ini kamera hape jelek. Mau ambil foto burung aja buram, jelek. Harusnya pakai kamera bagus yang lensanya puanjang gitu."

"Ya besok beli lewat keranjang hijau," timpalku santai.

"Mangrove juga sudah kami tanam untuk memperluas area mangrove, menjaga kelestarian mereka. Lihat, itu Bangau Tong-Tong, ukurannya sangat besar, lebih besar dari elang ! Mereka terbang bersama kuntul perak !" pekik Ino sambil menunjuk para satwa itu.

Duh, aku yang sudah bertahun-tahun di Bontang baru sekali ini lihat kuntul perak. Warnanya memang nggak perak, tapi putih bersih. Apalagi bangau tong-tong dengan nama ilmiah Leptoptilos javanicus, si bangau berleher jingga berkepala botak dan paruhnya panjang, baru pertama kali juga melihatnya.

Langit sore itu cerah dan jelita. Senja makin turun dan warnanya berubah menjadi ungu lembayung. Perahu kami memutar dan menuju kampung Malahing untuk menyapa warga dan melihat aktivitasnya.

Malahing sore itu ceria, anak-anak sibuk bermain bola di lapangan sekolah. Para balita sibuk melihat orang tuanya yang bermain voli sambil mengusili satu sama lain. Sedangkan kami sibuk berkeliling dan memotret sekitar, melihat keramba warga yang dihuni oleh beberapa jenis ikan dan lobster besar, dan juga homestay estetik serta spot foto yang membuat emakku berkali-kali ingin difotokan, dan mengamuk ketika hasilnya jelek. Namun ia semakin gembira menatap langit sore itu yang warnanya luar biasa indah.

Ah, dasar emak-emak senior.

Kunjungan kami saat itu adalah masa dikala malam hari bulan purnama berpendar bulat-bulatnya. Air laut pasang, sore menuju malam kian tinggi. Pelataran parkir Bontang Kuala terendam banjir air laut sebetis orang dewasa. Pemilik kendaraan bermotor, dan mungkin sepeda ketar-ketir melintasinya, bukan karena ada buaya, tapi proses oksidasi  yang menyebabkan karat menghantui kami jika telat sedikit menetralkannya dengan air tawar. Rangka rontok, perawatan makin mahal. Jadi jangan lupa selalu memastikan kondisi bulan sebelum mengunjungi Bontang Kuala ya.

Bagi yang ingin berkunjung ke Malahing atau wisata di seputar bontang bisa kontak kak Ino di : 081250595075.

0
Share

Betapa berdebarnya hatiku mendengar bahwa tahun ini akan diadakan Kutai Wana Rally kembali, yang edisi ke XIV dimana sempat vakum karena gelombang pandemi. Asyik, masuk hutan lgai ! Terakhir masih kuingat dengan jelas rekam jejak  KWR-ku, terakhir kuikuti tahun 2018 dengan kondisi badan nggak fit karena flu dan demam, dan pada tahun 2019 nggak sempat ikut karena kehabisan slot. Untuk tahun ini, begitu pendaftaran dibuka, aku langsung melakukan pendaftaran senilai Rp 800,000 ,-  dan menentukan nama kelompokku, yaitu blacK Ulin dimana huruf kapital dalam nama kelompok kami tersebut merupakan akronim dari bagian kami di kantor, yaitu Keuangan dan Umum. Harapannya, kami dapat sekuat dan setangguh Ulin saat melintasi trek yang akan disajikan.😊

PLN Electric Run

Kelompok kami berjumlah 4 orang, diketuai oleh Rahmad, dan seperti biasa aku adalah cewek sendiri. Saat technical meeting disampaikan, bahwa rute 'hanya' 7,2 km dan kami diwajibkan memakai starter pack yang telah dibagikan oleh pihak panitia. Starter packnya berupa kaos, tas berukuran lumayan besar, dan dua wadah air bervolume 750 mL dan 1 L. Juga diinfokan tidak tersedia water station di sepanjang trek. Peserta dapat mengikuti rute yang telah ditandai pita berwarna merah dan putih.

Duh, serius aja kami disuruh menggunakan tas sekolah seperti ini saat masuk ke hutan? Ribet! nggak ada water bladdernya dan tentu saja membuat kami nggak bisa bergerak dengan leluasa. Namun karena panitia mewajibkan hal itu dan konsekuensinya jika tidak adalah diskualifikasi, maka terpaksa kami pun menggunakannya. Toh cuma 7,2 km, tahun lalu juga segitu juga jaraknya.

Iya, cuma.

Pada tanggal 20 Juli kami berangkat dengan transportasi yang sudah disiapkan panitia, yaitu berupa minibus. Sebenarnya kondisi badanku pada minggu ini sempat drop dan flu, namun aku berusaha keras untuk sembuh dengan konsumsi vitamin dan makanan bergizi, dan akhirnya sembuh walaupun suaraku masih sedikit sengau. Tak apalah, fisikku sudah kembali kuat, toh cuma 7,2 km, pikirku meremehkan.

Iya, cuma.

Peserta melimpah ruah di venue Sangkima, kelompok kami kebagian start urutan 64, dimana setiap 5 kelompok dilepas ke trek dan selang satu menit 5 kelompok berikutnya. BlacK Ulin mulai berjalan sekitar pukul 09.30 WITA. Total ada sekitar 187 kelompok, jadi bisa dibayangkan betapa ributnya didalam hutan. Awal masuk melalui boardwalk seperti biasa, lanjut belok kiri melintasi jalan berlumpur. Tapi aku percaya dengan sepatuku yang ber-sol vibram megagrip, jadi bisa lebih lincah melewati trek berlumpur. Lalu tak jauh beda dengan tahun sebelumnya, melintasi batang kayu yang melintang diatas sungai yang berarus deras menjadi hal menyenangkan yang kami lewati.

Namun, yang bikin kesal adalah panitia cuek-cuek aja melihat peserta yang tak menggunakan starter pack berupa tas saat start. Mereka dapat berjalan seperti biasa melintasi trek. Mana yang katanya didiskualifikasi? Huh, dasar nggak konsisten.

Dalam kelompokku (Rahmad, Sidiq, Bartadi, dan Une) hanya Bartadi lah yang newbie dan belum pernah merasakan ganasnya trek lintas alam kali ini. Ditambah treknya disuguhi tanjakan dan turunan yang curam dengan mengandalkan hose (selang) hydrant, dan sepatunya Bartadi yang didesain bukan untuk lintas alam, melainkan sepatu safety untuk inspeksi di lapangan sukses membuatnya mudah tergelincir dan kelelahan karena belum terbiasa. Tak apa, kami tunggu dengan suka cita karena tujuan kami bukan untuk mengejar piala bergilir namun bisa selamat hingga akhir. Ulin raksasa sebagai ikon Sangkima Jungle Park selalu dilintasi setiap acara ini, dan kami mengisi soal yang telah diberikan panitia.

Dan kecurigaanku menjadi-jadi ketika jarak di jam tanganku sudah menunjukkan 5 km dan panitia mengompori kami dengan kalimat "Ayo perjalanan masih jauh, 5 kilo lagi, dijaga staminanya !"

Apa? 5 kilo lagi? bukannya seharusnya sekitar 3 kilometer lagi? Ah gila, persediaan airku sudah menipis dan kulihat Bartadi sudah mulai pucat terseok-seok dan dehidrasi, tak ada yang mengira trek akan segila ini. Kami berusaha menguatkan dan menghiburnya dengan menyanyi sepanjang trek. Parah sih ini, karena panitia tidak menyediakan water station sama sekali sedangkan peserta tak dapat meramal bahwa treknya sangat menguras mental dan energi. Tanjakan demi tanjakan curam serta turunan kami lalui dengan sepenuh hati dan sekuatnya kaki, dan akhirnya sebelum pos 3 Bartadi mengibarkan bendera putih. Wajahnya pucat, lemas dan dehidrasi tanpa air. Dan hanya kami bertiga yang masih tabah melanjutkan trek gila yang seakan tiada ujungnya ini.

"Masih panjang ya? Masih ada tanjakan lagi ya?"

"Duh lurus dan dekat apanya, masih jauh kayak gini!"

"Tasnya menyusahkan !" keluh peserta lainnya. Kasihan juga ada beberapa peserta yang tali tasnya sudah sobek sehingga pontang-panting dan kesusahan membawa tas starter pack tersebut.

Itulah keluhan yang kudengar dari para peserta yang sudah mulai jenuh menapaki tanah hutan hujan basah siang ini. Tanjakan meranti sukses membuatku merana karena air sudah benar-benar habis, kepalaku mulai pusing dan kerongkongan kerontang. Menurut panitia jarak dan trek sudah tidak berat, hanya tinggal turunan saja. Namun karena kondisi tadi, konsentrasiku menurun dan kaki sudah gemetar, perut sudah lapar, rasanya ingin marah saja. Sungguh. Penanda kilometer di jam sudah menunjukkan 11 km dan kami telah berada di belantara Sangkima selama 5 jam. Banyak peserta yang memerlukan evakuasi medis karena menghadapi trek lintas alam yang luar biasa ini. 

Tujuh kilometer apaan? 

"Cut off jam tiga," kata salah satu panitia yang kami temui sebelum finish. "Bareng kami saja mbak, mas, lewat boardwalk saja lebih dekat, tim sapu bersih juga sudah bergerak."

"Dapat medali atau nggak mbak?" tanya Sidiq.

"Eng...enggak kayaknya."

Kami lunglai, kesal. Masa nggak dapat medali. Namun tak menyurutkan rasa penasaran kami untuk menamatkan trek ini. Bodo amat, dapat atau tidak, kami bertiga dengan gigih melanjutkan trek sambil tak hentinya berkeluh kesah. Mengutuk apapun yang dirasa salah dan menyusahkan.

Kami melewati jembatan terakhir, suara riuh rendah panggung sudah terdengar sejak tadi. Namun kali ini kulihat dengan nyata panggung kemenangan itu, beserta loncatan dan pekik gembira peserta yang dikalungi medali. Kupaksakan untuk menyusun konsentrasi agar tak tergelincir konyol di  sungai lebar beraliran deras ini. Dan akhirnya, ya ! Seratus meter kemudian aku, Rahmad, dan Sidiq berhasil finish walau 50 meter sebelum garis kemenangan kami melewati jalan lumpur berair, tepat di pukul 15:20 WITA. Haru, kami bertiga dikalungi medali, Allah menguatkan perjalanan kami. Inilah sorak sorai keberhasilan yang kami nantikan!

Walaupun kelompok kami sudah jelas tak mendapatkan juara dan doorprize, namun alhamdulillah Allah memberiku rejeki untuk menjadi salah satu reels Instagram terpilih di acara Kutai Wana Rally ini. Membuatku makin semangat untuk...berpartisipasi kembali di tahun-tahun berikutnya.

Allah, sehatkan selalu badanku. Berikan kekuatan dan keluangan waktu. Aamin.


*seluruh dokumentasi diambil dari panitia dan dokumentasi pribadi

0
Share
Older Posts Home

AUTHOR

AUTHOR
Seorang wanita yang seperti kera sakti : Tak pernah berhenti, bertindak sesuka hati dan hanya hukuman yang dapat menghentikannya.

Labels

Berkeluarga INFLIGHT ITALY JAWA TENGAH Jambi KALIMANTAN TIMUR KUTAI TIMUR Lumajang NETHERLAND NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR Perancis SULAWESI SELATAN SUMATERA BARAT Sulawesi Utara Yogyakarta deutschland jakarta jawa barat jawa timur kalimantan selatan rusia

Popular Posts

  • ABOUT ME | ÜBER MICH
    "Allah menciptakanku saat sedang tersenyum, begitu pula ibu melahirkanku dengan senyum pula." Terlahir di Surabaya, 20 Juni ...
  • Berbagi Pengalaman Ketika Aku Joinan Tes D3 ITS-PLN
    Oy...sebelumya si Une minta maaf dulu, fotonya dibuat kayak hantu biar gak ada pemalsuan identitas, penghubungan alamat, walaupun aku pun...
  • Merindukan Otot Lelah dan Bau Hutan : Puncak Batu Putih, Kaliorang
    Alasan yang paling kuat untuk menjelajah Kutai Timur sebenarnya sederhana : Pandemi COVID-19. Yang awalnya memiliki rencana untuk terbang ke...
  • Deutschland für Anfänger (Pameran Jerman Untuk Pemula)
    Guten tag Leute :) Sebenarnya jujur, kejadian ini udah berlangsung sekitar sebulan yang lalu, tetapi nggak sempat ceritanya karena bentro...
  • #1 Babak Kedua Gunung Gergaji : Mengulang Pengembaraan di Barisan Karst Sangkulirang-Mangkalihat
     "Maaf ya, jika pesanmu baru bisa aku balas kira-kira hari Jumat."  Sejenak aku mengetik pesan terakhir padamu sebelum melanjutkan...
  • Asyiknya Bebas Beraktivitas Seharian Tanpa Kacamata dan Lensa Kontak ! (Pengalaman Lepas Kacamata Tanpa Bedah Refraktif)
    Apakah si Une ikut-ikutan bedah refraktif seperti lasik atau relex smile? Hm, sebenarnya itu masuk ke dalam daftar keinginanku karena memang...

INSTAGRAM : @FRAUNESIA

Copyright © 2015 Was ist los, Une?

Created By ThemeXpose