#2 Aksi Emak Anak Satu : Kutai Wana Rally XIV

Betapa berdebarnya hatiku mendengar bahwa tahun ini akan diadakan Kutai Wana Rally kembali, yang edisi ke XIV dimana sempat vakum karena gelombang pandemi. Asyik, masuk hutan lgai ! Terakhir masih kuingat dengan jelas rekam jejak  KWR-ku, terakhir kuikuti tahun 2018 dengan kondisi badan nggak fit karena flu dan demam, dan pada tahun 2019 nggak sempat ikut karena kehabisan slot. Untuk tahun ini, begitu pendaftaran dibuka, aku langsung melakukan pendaftaran senilai Rp 800,000 ,-  dan menentukan nama kelompokku, yaitu blacK Ulin dimana huruf kapital dalam nama kelompok kami tersebut merupakan akronim dari bagian kami di kantor, yaitu Keuangan dan Umum. Harapannya, kami dapat sekuat dan setangguh Ulin saat melintasi trek yang akan disajikan.😊

PLN Electric Run

Kelompok kami berjumlah 4 orang, diketuai oleh Rahmad, dan seperti biasa aku adalah cewek sendiri. Saat technical meeting disampaikan, bahwa rute 'hanya' 7,2 km dan kami diwajibkan memakai starter pack yang telah dibagikan oleh pihak panitia. Starter packnya berupa kaos, tas berukuran lumayan besar, dan dua wadah air bervolume 750 mL dan 1 L. Juga diinfokan tidak tersedia water station di sepanjang trek. Peserta dapat mengikuti rute yang telah ditandai pita berwarna merah dan putih.

Duh, serius aja kami disuruh menggunakan tas sekolah seperti ini saat masuk ke hutan? Ribet! nggak ada water bladdernya dan tentu saja membuat kami nggak bisa bergerak dengan leluasa. Namun karena panitia mewajibkan hal itu dan konsekuensinya jika tidak adalah diskualifikasi, maka terpaksa kami pun menggunakannya. Toh cuma 7,2 km, tahun lalu juga segitu juga jaraknya.

Iya, cuma.

Pada tanggal 20 Juli kami berangkat dengan transportasi yang sudah disiapkan panitia, yaitu berupa minibus. Sebenarnya kondisi badanku pada minggu ini sempat drop dan flu, namun aku berusaha keras untuk sembuh dengan konsumsi vitamin dan makanan bergizi, dan akhirnya sembuh walaupun suaraku masih sedikit sengau. Tak apalah, fisikku sudah kembali kuat, toh cuma 7,2 km, pikirku meremehkan.

Iya, cuma.

Peserta melimpah ruah di venue Sangkima, kelompok kami kebagian start urutan 64, dimana setiap 5 kelompok dilepas ke trek dan selang satu menit 5 kelompok berikutnya. BlacK Ulin mulai berjalan sekitar pukul 09.30 WITA. Total ada sekitar 187 kelompok, jadi bisa dibayangkan betapa ributnya didalam hutan. Awal masuk melalui boardwalk seperti biasa, lanjut belok kiri melintasi jalan berlumpur. Tapi aku percaya dengan sepatuku yang ber-sol vibram megagrip, jadi bisa lebih lincah melewati trek berlumpur. Lalu tak jauh beda dengan tahun sebelumnya, melintasi batang kayu yang melintang diatas sungai yang berarus deras menjadi hal menyenangkan yang kami lewati.

Namun, yang bikin kesal adalah panitia cuek-cuek aja melihat peserta yang tak menggunakan starter pack berupa tas saat start. Mereka dapat berjalan seperti biasa melintasi trek. Mana yang katanya didiskualifikasi? Huh, dasar nggak konsisten.

Dalam kelompokku (Rahmad, Sidiq, Bartadi, dan Une) hanya Bartadi lah yang newbie dan belum pernah merasakan ganasnya trek lintas alam kali ini. Ditambah treknya disuguhi tanjakan dan turunan yang curam dengan mengandalkan hose (selang) hydrant, dan sepatunya Bartadi yang didesain bukan untuk lintas alam, melainkan sepatu safety untuk inspeksi di lapangan sukses membuatnya mudah tergelincir dan kelelahan karena belum terbiasa. Tak apa, kami tunggu dengan suka cita karena tujuan kami bukan untuk mengejar piala bergilir namun bisa selamat hingga akhir. Ulin raksasa sebagai ikon Sangkima Jungle Park selalu dilintasi setiap acara ini, dan kami mengisi soal yang telah diberikan panitia.

Dan kecurigaanku menjadi-jadi ketika jarak di jam tanganku sudah menunjukkan 5 km dan panitia mengompori kami dengan kalimat "Ayo perjalanan masih jauh, 5 kilo lagi, dijaga staminanya !"

Apa? 5 kilo lagi? bukannya seharusnya sekitar 3 kilometer lagi? Ah gila, persediaan airku sudah menipis dan kulihat Bartadi sudah mulai pucat terseok-seok dan dehidrasi, tak ada yang mengira trek akan segila ini. Kami berusaha menguatkan dan menghiburnya dengan menyanyi sepanjang trek. Parah sih ini, karena panitia tidak menyediakan water station sama sekali sedangkan peserta tak dapat meramal bahwa treknya sangat menguras mental dan energi. Tanjakan demi tanjakan curam serta turunan kami lalui dengan sepenuh hati dan sekuatnya kaki, dan akhirnya sebelum pos 3 Bartadi mengibarkan bendera putih. Wajahnya pucat, lemas dan dehidrasi tanpa air. Dan hanya kami bertiga yang masih tabah melanjutkan trek gila yang seakan tiada ujungnya ini.

"Masih panjang ya? Masih ada tanjakan lagi ya?"

"Duh lurus dan dekat apanya, masih jauh kayak gini!"

"Tasnya menyusahkan !" keluh peserta lainnya. Kasihan juga ada beberapa peserta yang tali tasnya sudah sobek sehingga pontang-panting dan kesusahan membawa tas starter pack tersebut.

Itulah keluhan yang kudengar dari para peserta yang sudah mulai jenuh menapaki tanah hutan hujan basah siang ini. Tanjakan meranti sukses membuatku merana karena air sudah benar-benar habis, kepalaku mulai pusing dan kerongkongan kerontang. Menurut panitia jarak dan trek sudah tidak berat, hanya tinggal turunan saja. Namun karena kondisi tadi, konsentrasiku menurun dan kaki sudah gemetar, perut sudah lapar, rasanya ingin marah saja. Sungguh. Penanda kilometer di jam sudah menunjukkan 11 km dan kami telah berada di belantara Sangkima selama 5 jam. Banyak peserta yang memerlukan evakuasi medis karena menghadapi trek lintas alam yang luar biasa ini. 

Tujuh kilometer apaan? 

"Cut off jam tiga," kata salah satu panitia yang kami temui sebelum finish. "Bareng kami saja mbak, mas, lewat boardwalk saja lebih dekat, tim sapu bersih juga sudah bergerak."

"Dapat medali atau nggak mbak?" tanya Sidiq.

"Eng...enggak kayaknya."

Kami lunglai, kesal. Masa nggak dapat medali. Namun tak menyurutkan rasa penasaran kami untuk menamatkan trek ini. Bodo amat, dapat atau tidak, kami bertiga dengan gigih melanjutkan trek sambil tak hentinya berkeluh kesah. Mengutuk apapun yang dirasa salah dan menyusahkan.

Kami melewati jembatan terakhir, suara riuh rendah panggung sudah terdengar sejak tadi. Namun kali ini kulihat dengan nyata panggung kemenangan itu, beserta loncatan dan pekik gembira peserta yang dikalungi medali. Kupaksakan untuk menyusun konsentrasi agar tak tergelincir konyol di  sungai lebar beraliran deras ini. Dan akhirnya, ya ! Seratus meter kemudian aku, Rahmad, dan Sidiq berhasil finish walau 50 meter sebelum garis kemenangan kami melewati jalan lumpur berair, tepat di pukul 15:20 WITA. Haru, kami bertiga dikalungi medali, Allah menguatkan perjalanan kami. Inilah sorak sorai keberhasilan yang kami nantikan!

Walaupun kelompok kami sudah jelas tak mendapatkan juara dan doorprize, namun alhamdulillah Allah memberiku rejeki untuk menjadi salah satu reels Instagram terpilih di acara Kutai Wana Rally ini. Membuatku makin semangat untuk...berpartisipasi kembali di tahun-tahun berikutnya.

Allah, sehatkan selalu badanku. Berikan kekuatan dan keluangan waktu. Aamin.


*seluruh dokumentasi diambil dari panitia dan dokumentasi pribadi

Unesia Drajadispa

No comments: