Sebuah Opini : Musik Klasik Untuk Semua

Belajar musik klasik?
Ogah ah, sulit, musiknya orang tua-tua.
Mendingan belajar musik pop, cepet dikenal dan mudah.

Mungkin banyak statement iseng yang bernada sinis kayak gitu saat kita mau belajar musik klasik. Seperti pengalamanku saat belajar, banyak juga tanggapan seperti itu, tapi nggak pernah saya tanggapi, hehe :)
nggak mungkin ada gunanya :)

[Oh ya, maaf ya, kali ini postinganku agak berbau curhat colongan tanpa gambar :P]

Apakah Anda termasuk golongan orang yang berpikiran seperti itu?  Baca dulu opiniku ini ya, baru berpendapat :)

Musik klasik mungkin secara tanpa sengaja terdengar oleh kita setiap hari, entah itu penjual es keliling, bel rumah, kotak musik, film kartun, lagu dangdut, bahkan lagu-lagu band ngetop pun nadanya ada yang terdengar nyomot dari lagu klasik karya JS Bach - Minuet III.
Game? jangan ditanya, banyak sekali yang berbau klasik, seperti Tap A Jam. Iklan-iklan yang di media elektronik juga digunakan sebagai backsound.
Karena kita terbiasa mendengarkan lagu klasik tanpa sengaja, mungkin mulut kita juga samar-samar mengikuti nadanya, entah itu bersiul atau bersenandung kecil. 
Kenapa musik klasik digunakan untuk hal-hal yang semacam itu? Menurut pendapatku, musik klasik itu lembut, enak didengar dan dihafal. Temponya juga tersedia dalam segala kondisi, seperti kondisi riang, sedih, duka, sendu, bernuansa religius, juga dapat beradaptasi dengan musim, seperti karya Vivaldi yang paling termasyhur, Four Seasons.
Sebenarnya bukan hanya lagu dari jaman Klasik saja yang laris manis, tetapi lagu dari era Baroque dan Romantik juga laris.

Menurutku, lagu yang paling laris saat ini adalah Für Elise, kenapa? Karena komposisi  Für Elise milik Ludwig van Beethoven tersebut lazim sekali digunakan dalam bel rumah, kotak musik, bel untuk penjual es, dan yang lainnya. Mengapa menggunakan lagu  Für Elise? Mungkin lagu itu menyenangkan, pelan, dan mudah dihafal, nadanya juga sederhana bagi anak-anak. Coba saja bayangkan, bagaimana bila bel dengan lagu  Für Elise diganti dengan komposisi ruwet milik Sarasate, Zigeunerweisen? Wow, bisa dibayangkan pusing, bingung, bahkan kemungkinan terburuknya es tidak laku karena lagunya sulit dicerna. hehehe :)
Nggak tahu lagu  Für Elise? coba saja cari-cari di Google. Saya yakin anda pasti pernah mendengarnya kok.


Selain  Für Elise, komposisi terlaris selanjutnya adalah Canon in D milik Johann Pachelbel. Kini komposisi tersebut sudah banyak versinya, yang paling terkenal versi Canon in Rock dengan gitar elektrik, pengen tahu? di YouTube banyak, dan sudah tersedia transcribe notasi baloknya  untuk segala macam alat musik.


 Für Elise dan Canon in D sendiri bertolak belakang.  Für Elise lebih sendu dan pelan, sedangkan Canon in D lebih lincah dan gembira, akan tetapi kedua lagu ini sama-sama memiliki persamaan : mudah dihafal dan menyenangkan.
Kedua contoh komposisi tersebut dapat mewakilkan emosi dan perasaan kita. Perasaan kita dapat dilihat dari musik yang kita mainkan, biasanya tergantung dengan tempo dan dinamika. Semakin cepat tempo dan dinamika semakin keras, mungkin saja perasaan dan emosi kita sedang meledak-ledak atau sedang gembira yang tak terkira, dan sebaliknya.


Oh ya, pernah dengar Efek Mozart? Konon katanya, apabila bayi diperdengarkan lagu-lagu klasik milik Mozart, bisa mencerdaskan si bayi. Tapi karena saya belum pernah hamil, tentu saja saya belum pernah mencoba dan membuktikannya, khukhukhu :P


Nah, setelah membaca opiniku, masihkah anda berpendapat bahwa musik klasik itu sesuram usianya? Tidak-tidak...semuanya itu menyenangkan berdasarkan sugesti anda masing-masing.
Mulailah belajar musik klasik dengan senyuman :) Monggo...


*Artikel ini saya tulis bukan untuk bertujuan menghina genre musik lain. Semua genre musik itu menyenangkan, tergantung dari diri kita memilih genre musik mana yang paling menyenangkan dan nyaman untuk didengarkan. :D


Unesia Drajadispa

No comments: