• Homepage
  • PORTOFOLIO (BOOKS)
  • About Me
Was ist los, Une?
Kalau ke ibukota, jangan hanya tahu seputar belanja, tempat ngopi kekinian, dan mall saja. Serius.
Kalau teman-teman  sedikit jeli menggali informasi, maka bukan tidak mungkin akan menemukan beberapa panorama luar biasa ditengah hiruk-pikuknya ibukota Kalimantan Timur ini.
Samarinda. Kurang lebih aku menempuh perjalanan selama 3,5-4 jam dari ibukota kabupaten Kutai Timur untuk berbelanja beberapa keperluan yang tidak tersedia di Sangatta. Kota itu dibelah oleh sungai terbesar di Kalimantan Timur, Mahakam. Jadi sepanjang tepian sungai terdapat banyak sekali warung-warung  tempat nongkrong yang mulai riuh saat senja tiba. Perkantoran yang menopang denyut di kota itu juga ada beberapa yang terletak di tepian Mahakam.
Mahakam seakan tak pernah mati. Dua puluh empat jam dalam sehari tugboat, tongkang emas hitam, kapal-kapal yang membawa logistik, warga yang mencari ikan, kapal wisata hilir mudik untuk mencari penghidupan di aliran sungai ini. Sekilas, kota ini mengingatkanku pada Frankfurt am Main, Kota Frankfurt di Jerman yang terletak di tepi sungai Main, dan Main pun menjadi sarana transportasi air yang dilalui kapal-kapal yang membawa minyak atau logistik pula.
Pemukiman warga di tepi Mahakam
Mengais Nafkah
Untuk kesempatan kali ini, aku berkesempatan untuk mencoba wisata susur sungai Mahakam. Beberapa informasi sudah kukumpulkan dari Po Norma, salah satu rekan di Samarinda. Dimana keberangkatan kapal wisata tersebut setiap hari Sabtu dan Minggu pukul 17.30 WITA dari Dermaga Pasar Pagi Mahakam Ilir. Berangkat mendekati senja karena agar waktu berlabuhnya perahu tepat dengan pemandangan matahari terbenam dan blue hours di Mahakam yang sangat indah !
Dermaga Mahakam Ilir
Kapal Wisata
Para Bocah yang Antusias
Untuk durasi susur sungai Mahakam selama 1,5 jam melalui jembatan Mahkota 2 dan Jembatan Mahakam Baru hingga Big Mall dengan tarif lima puluh ribu rupiah. Disana ada beberapa operator kapal wisata, seperti Pesut Bentong, Pesut Kita, dan Pesut Mahakam. Loket dibuka pukul dua siang dan tiket bisa dibeli hingga kapal hendak berjalan. Tidak perlu reservasi sebelumnya, setelah membeli tiket kita akan diberi semacam id-card penumpang. Biaya lainnya adalah retribusi senilai seribu rupiah.
Kapal yang aku tumpangi lepas tali pukul 18.00. Langit sudah mulai menjadi jingga. Awal berjalan kita dibawa ke jembatan Mahkota 2 terlebih dahulu, dan menikmati kehidupan di seputar sungai Mahakam. Kesibukan bongkar muat di Pelabuhan, pemukiman warga di tepi sungai, tongkang, tugboat, itu yang menjadi pemandangan wajib kami.
Kampung Ketupat di Samarinda Seberang

Barisan tugboat
Jembatan Mahkota 2
Emas Hitam, Black Gold
Oh iya, karena durasi yang cukup lama, jangan lupa bawa cemilan dan minuman ya. Sempat ngiler dengan ibu-ibu yang 'ngerujak' diatas kapal sedangkan aku hanya bawa sekotak pocky dan air mineral. Hahaha....

Semakin malam, angin sungai semakin kencang. Aku mengangkupkan pakaianku rapat-rapat sambil memeluk tas. Wajahpun ditampar-tampar angin Mahakam. Jangan khawatir ketinggalan Maghrib diatas kapal, karena tersedia musholla, toilet, bahkan panggung hiburan bagi penumpang yang bersedia menyumbangkan suara emasnya.
Golden Hours
Blue Hours over Bigmall
Kapal berputar menuju jembatan Mahakam yang baru. Karena memang timing-nya pas, Allahuakbar, aku mendapatkan pemandangan blue hour yang sangat indah dan luar biasa. Sempat kuunggah untuk status Instagram dan WhatsApp dan mendapatkan respon decak kagum yang banyak dari beberapa teman. Mereka baru tahu kalau Mahakam disaat senja bisa seindah ini!
Saat malam tiba, jembatan Baru menunjukkan pesona lewat lampunya yang berwarna-warni. Lampu-lampu perkotaan juga berpendar menunjukkan kehidupan kota ini.

Ada beberapa fotografer dadakan yang mengambil foto secara candid atau tidak untuk seluruh penumpangnya. Dan bisa didapatkan dengan harga sepuluh ribu rupiah ketika turun dari kapal.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai kapal wisata bisa menghubungi bagian pemasaran lewat WA/telepon :
Pak Suryadi : 081346313001


Sungai Mahakam, memecah buih.
Basinar Putih... diayun angin puhun rumbia
Perahu tambangan...balarut banyu
Membawa urang....basinggah-singgah di jembatan
Dari ulu sungai Mahakam
Tambangan Bawa hasel bumi
Batu bara wan batang kayu
Matan jaman Mulawarman
Tambangan balarut sini
Kada heran balarut di Sungai Mahakam
Sampai bertemu dengan petualangan seru selanjutnya di Samarinda !

*Semua gambar diambil dengan kamera ponsel

Tips nyaman saat melakukan wisata susur sungai Mahakam:
1. Tidak membuang sampah sembarangan di Sungai
2. Membawa makanan dan minuman, karena durasi cukup lama dan tidak ada warung di kapal
3. Membawa jaket bagi yang tidak kuat angin
4. Untuk solo traveler, bagi yang mau berfoto tidak disarankan menggunakan tripod karena kondisi kapal yang cukup bergoyang. Lebih baik membawa tongsis
5. Membawa filter circular polarizer agar hasil potret senja lebih menawan
6. Ikuti segala pengarahan safety induction sebelum menaiki kapal
2
Share
Bingung akhir pekan di Sangatta hendak menghabiskan waktu kemana tanpa harus keluar kota? Kalau tanya diriku, ya jelas aku menghabiskan waktu dengan bersepeda di seputaran Sangatta. Karena selain murah, kita juga melakukan aktivitas yang menyehatkan, mengenal lingkungan sekitar dan mendapatkan berbagai pengalaman baru.

Oh ya, aku rajin melakukan salah satu olahraga kardio ini karena aku merupakan seorang 'role model', maksudnya bukan role model dibidang fashion atau lainnya, tapi di lingkungan kantor ini sebagai seorang 'safetygirl' yang selalu berkoar-koar tentang kesehatan, tentu saja kalau tidak mencontohkan gaya hidup sehat pasti malu kan ya :D
Jadi, dua minggu berturut-turut kusempatkan diri ini untuk mengunjungi dua pantai yang belum banyak dikunjungi wisatawan dan pemandangannya lumayan menyenangkan. Jarak tempuh dari mess tempat tinggal juga tak memakan waktu lama.

1. Pantai Harapan Baru
Rute yang dilalui dari Mess PLN
Sebenarnya ini disebut pantai juga bukan, karena tak berpasir dan lokasinya hanya berupa teluk kecil dan ada dua gazebo ditengah pantai. Kemungkinan terhantam air laut saat pasang, sehingga posisinya ditengah. Suasana saat berkunjung sepi dan hanya ada beberapa orang yang melakukan aktivitas mancing. Lokasi pantainya diujung jalan Guru Besar, kalau dari mess jarak tempuh sekitar 9 km dengan kondisi jalan makadam, dan sekitar 1 km sebelum pantai jalan tanah, kanan kiri tanaman bakau dan sangat terik.
Penampakan Pantai Harapan Baru
Oh iya, ada satu tempat wisata menarik juga ketika menuju ke Pantai Harapan Baru, yaitu Kampung Berkah Guru Besar, pas di seberang Gardu Induk milik PLN, Rantau Bemban. Awal kesana sih terheran-heran karena setiap gang dan jalan di kampung tersebut diberi nama yang tak lazim, sebut saja Jalan Surga, Jalan Mukjizat, Jalan mencari Keberkahan, jalan Akhirat, dan beberapa nama unik lainnya. Kampung tersebut suasananya sepi tapi sangat bersih dan terawat.
Nama-nama jalan gokil di Sangatta
Alkisah nama-nama jalan tersebut diberikan karena dulu ada seorang 'Guru Besar' alias Nabi Palsu yang menyebarkan aliran sesat dengan kewajiban membayar zakat agar masuk surga dan mencabuli isteri pengikutnya dengan dalih bisa masuk Surga. Ya kurang lebih begitulan cerita yang menyebar di masyarakat Sangatta. Unik tapi miris.
Bahkan nama Terminal Zakatnya bikin Baper, duh mas...


2. Pantai Teluk Perancis
Rute yang dilalui dari Mess PLN

Pantai yang satu ini mungkin sudah cukup dikenal banyak warga. Tetapi menuju kesini harus menyebrang lewat Teluk Lombok. Kalau bagi goweser? Jalan darat tembus, tapi harus melalui perjuangan menyeret-menggendong sepeda di jalanan berpasir tebal sejauh 1,5 km. Luar biasa menjengkelkan. Kalau bawa sepeda motor sangat tidak disarankan melalui jalan ini ya, lebih baik menyebrang dari Teluk Lombok selama 10 menit daripada bermalam karena kehabisan tenaga, hehe.
Rute 'nyeret' sepeda yang kami lalui. Capek-capek tapi bahagia
Jadi pada tanggal 2 Februari 2020, kami berduapuluh berangkat dari Sangatta pukul 07.00 WITA. Memang jarak hanya sekitar 17 km. Satu jam bersepeda, tiga puluh menit 'nyeret' sepeda setengah mampus diatas pasir panas. Bah...kelakuan kami memang aneh-aneh.
Teluk Prancis, manis kayak si gadis :D
Trek yang dilalui tipe cross country dan 100% datar. Lewat Kantor Kecamatan Sangatta Selatan lurus saja, kalau tersesat tinggal tanya warga (kalau ada). Tapi teriknya itu yang nggak nahan. Panas dan nggak ada pohon untuk berteduh karena kanan kiri tambak dan bakau pantai. Aku nggak sempat ambil gambar karena sudah berpacu dengan waktu agar tidak makin terik.
Penilaian pertama saat mencapai pantai ini adalah cantik, sepi dan masih bersih. Aku bahagia sekali karena tidak ada sampah plastik tercecer~

3. Pantai Pasir Putih di Desa Teluk Singkama

Kalau pantai yang satu ini terletak cukup jauh apabila ditempuh dengan sepeda dari pusat kota Sangatta. Dan kebetulan aku mengunjunginya saat sekalian mengantar surat himbauan ke kantor Desa Teluk Singkama yang letaknya hanya sekitar dua kilometer dari pantai. Aku sempat menggali informasi dari aparat desa terkait tempat wisata tersebut.



"Mbak kalau siang-siang gini panas lho. Apalagi ini bukan hari libur, nggak ada orang disana. Bawa makanan dan minuman, nggak ada yang jualan kalau hari-hari gini." Jelas salah satu warga. Memang saat itu pukul sebelas siang, tapi aku ngeyel mau kesana dengan alasan kesempatan langka. (Huh, emang sejauh apa sih dari pusat kota?)
Dan akhirnya dengan menaiki kendaraan bak terbuka kami kesana, awal-awal jalan memang enak, lalu pemandangan berganti dengan tambak terbuka milik warga sekitar, dan itupun tak tampak seorang pun yang bekerja disana. Mobil terus melaju, hingga mendekati bibir pantai, dan akhirnya mobil itu selip di pasir saudara-saudara !
"Mati kita, terjebak kita mbak," Kata temen yang bawa mobil sembari memeriksa ban belakang yang menancap di pasir panas.
"Terus gimana?" Kataku mulai panik dan melihat sekitar, benar-benar tak ada warga sama sekali. Bergantian kami memundurkan mobil sambil mendorong mobil mundur, akan tetapi ban mobil makin menggali pasir dan kian dalam.
Sedikit menyerah, aku cari cara di Youtube. Bagaimana cara lolos selip di pasir. Dan untungnya alat-alat yang dibutuhkan tersedia di kendaraan, segera kami coba akan tetapi tetap gagal.
Matahari makin terik, aku dan teman terduduk kelelahan. Temanku berkali-kali meyakinkanku bahwa cobaan ini pasti bisa dilalui bersama. Kutatap nanar mobil penggerak belakang tersebut. Bannya mulai berasap karena kami paksa untuk berputar terus-menerus.
Tapi entah mengapa, ada tiga warga yang melintas. Untunglah mereka pria. Seakan-akan Allah mengirimkan malaikat penyelamat, kami memanggil warga tersebut dengan sebuncah harapan baru.
"Pak, bantu kami pak. Mobil kami selip." Ujar temenku dengan wajah kepayahan.
"Aduh, memang sering disini ini." Jawab salah satu warga sambil mencari kayu untuk mendongkrak mobil dan disisipi kayu untuk jalan keluar.
Setelah kerja keras sekitar satu jam, mobil berhasil keluar dari jebakan pasir mengerikan itu. Kami mengucapkan jutaan terima kasih bagi tiga dewa penyelamat itu, dan mood untuk mengunjungi pantai mendadak menguap entah kemana. Mungkin ini kutukan, jam kerja malah kabur ke pantai.
"Pulang aja," Kataku pendek.
"Mbak deket aja didepan itu pantainya." Bujuk temenku. "Kita jalan kaki saja yuk."
Hewan mimi, alias horseshoe crab


Dan akhirnya aku mengikuti bujukannya dengan sedikit malas. Matahari makin meninggi, kami hanya sedikit berkecipak-kecipuk di air dan menapaki butiran pasir lembutnya. Suasana pantai surut, dan tentu saja menyurutkan niatku untuk terlalu berlama-lama disana walaupun sebenarnya cukup indah dan masih banyak spot tersembunyi untuk dikunjungi. Mungkin suatu saat nanti aku akan kembali ~
0
Share
Aku mengunjungi Ijen kembali setelah empat tahun silam semenjak cuti perdanaku di tahun 2015. Kesempatan kali ini aku pergunakan untuk race. Kalau sebelumnya aku memilih hiking, tapi untuk saat ini orientasiku adalah sepeda dan race. Ijen Enduro ini merupakan salah satu Asian Enduro Warm Up Series, dari namanya saja sudah sangat menggoda untuk dicoba. ASIAN ENDURO ini mameennn...

Karena memang aku kenal sama ketua penyelenggaranya (teman saat Induro 3rd Series di KTH Bike Park) jadinya sering aku tanya-tanyain. Treknya 5 SS semuanya full di Kawah Wurung. Sempat juga aku melakukan wawancara singkat dengan mantan peserta di tahun 2018, Mas Jaka, temen gowes di Lumajang.
"Curam mbak, batu-batuan seperti lava membeku." Urainya.
"Debu nggak mas?" 
"Nggak debu kok mbak, cuma puanasss..."
"Kira-kira dengan skill-ku yang apa adanya ini aman aja nggak mas?"
"Sampeyan iki wes wani, skill banget. Aman lah mbaaaakkk...hahaha..." jawab mas Jaka sambil terkekeh.

Rabu, 2 Oktober 2019
Bandara Banyuwangi
Hari keberangkatanku pun tiba. Karena venue di Ijen, Bondowoso, maka aku memilih penerbangan  siang dari Balikpapan ke Banyuwangi dengan pesawat Citilink. Kebetulan sekali kan, Citilink  dan akupun member Citisport. Sempat sedikit mengalami tunda hanya sekitar 10 menit (ya, setelah kami masuk pesawat dan dipersilakan keluar sebentar) tetapi penerbangan berjalan dengan lancar sampai akhirnya mendarat di Bandara Blimbingsari, Banyuwangi. Bandaranya sangat sangat sepi. Hanya penerbangan dari Balikpapan yang landing saat itu.
Dan lanjut perjalanan kearah Sempol selama kurang lebih 2 jam, saat itu aku menginap di Arabica Homestay, karena menurut info disitulah penginapan terdekat menuju venue.  Untuk official seksi transportasi adalah ibu, jadi aku dijemput ibu di Blimbingsari untuk dianterin ke Sempol. Yeaaayyy...!

Jumat, 4 Oktober 2019
Panorama selama race seperti ini, nggak bisa berhenti berfoto
Sudah dua hari aku berlatih di trek Kawah Wurung. Berhubung musim kemarau, jadi angin cukup kencang dan agak berdebu. Udara dingin dan kering dengan ketinggian sekitar 1660 meter diatas permukaan air laut. Dari sini, tampak kawah Ijen yang senantiasa mengepulkan asap belerangnya. Sangat indah.

Trek SS2

Kelihatan Kawah Ijen
Oh ya, penasaran kan dengan treknya? Ada 5 SS, setiap SS kurang lebih 1-2 km dengan elevasi yang cukup curam dan seram, ada bebatuan yang cukup melelahkan lengan, dan turunan pasir yang sempat membuatku jatuh bebas karena overspeed. Full menuruni bukit semua dan membuat gemetar. Untuk LS nya bagaimana? Ya jelas menaiki puncak Kawah Wurung dong, naik 5 kali dan turun 5 kali. Lumayan mengencangkan betis. Sekitar 2000 kkal sukses terbakar hari itu.

Sabtu, 5 Oktober 2019
Registrasi dan aktivasi transponder

Prologue, seeding run. Total peserta sekitar 100 orang yang mendaftar dari seluruh Indonesia, dan yang ikut prologue 80 orang. Prologue dimulai pukul dua siang dan seperti biasa sebelumnya bisa registrasi dengan mengaktifkan transponder dan mengambil race plate masing-masing.
 Ceweknya berapa? Hanya 5 yang mendaftar. Yang ikut prologue hanya 3 cewek, salah satunya mbak Kusmawati Yazid, atlit XC nasional. Lumayan ya, sedikit banyak dapat ilmu dari beliau, hehe.
Untuk prologue di SS 3, SS yang paling panjaaang sekitar 2 km. Aku menempuhnya dengan waktu 2 menit. Masuk di wave 4 dong, alias peserta yang ikut prologue dengan waktu paling lambat. Ada 2 peserta yang crash dan dilarikan ke puskemas terdekat.

Minggu, 6 Oktober 2019
Race day. Pagi harinya perutku sempat mules. Ternyata diare, mungkin gara-gara terlalu tegang atau kedinginan. Kuabaikan aja setelah setoran pertama. Selama race 5 SS dan 5 LS itu nggak ada masalah sama sekali. LS2 agak terseok-seok dan setengah mati sengsara dorong sepedanya bersama para peserta yang lain. Jatuh nggak, semuanya lancar. Sempat jatuh sekali tapi sudah diluar SS 2 gara-gara overspeed dan didepannya ternyata ada semacam jurang. Cukup sakit dan membuat bengkak sehingga aku tak bisa shalat berdiri seminggu. Alhamdulillah setelah istirahat sebentar masih bisa lanjut race walaupun meringis-ringis menahan sakit di tungkai kaki.
Om Une banyak gaya, padahal juga pas diare
Foto bersama Teh Kusma. Ini atlit sungguhan
Start LS 1 sekitar pukul 09.30 WIB, selesai SS 5 sekitar pukul 13.00 WIB. Tapi entah mengapa dalam race kali ini rasanya aku menjadi sedikit percaya diri karena belajar dari kekurangan race sebelumnya. Alhamdulillah, aku mendapatkan juara ke 2 dan fresh money 3 juta rupiah dari 4 peserta wanita kelas women open. Salah satu peserta berhalangan hadir, jadi hanya ada 4 peserta wanita.
Alhamdulillah
Print Out Race Result

Malamnya aku langsung kembali ke Surabaya, sekitar 6 jam dengan tubuh luar biasa lelah. Aku dijemput bapak sama ibu lagi, my dearest official deh pokoknya di race yang luar biasa ini karena bisa ditemenin sama kedua orang tua. Kamu tahu? Ternyata aku benar-benar diare, bukan gara-gara gugup sebelum lomba. Alhasil selama penerbangan Senin paginya perutku bergejolak terus-terusan minta 'dikeluarkan'.

Sampai jumpa di race musim yang akan datang !

*) Terima kasih banyak MTB Indonesia Squad yang telah banyak membantu akomodasi selama race

0
Share
Dua tahun lebih aku bermukim di Sangatta, baru kali ini pula aku mengunjungi salah satu obyek wisata minat khusus yang masuk di salah satu Taman Nasional Kutai ini, Prevab. Padahal keinginan itu sudah ada sejak tahun tahun aku masih bermukim di Bontang.
Alasannya adalah ; aku butuh sharing cost. Ya, berdasarkan informasi yang dihimpun, sewa ketinting pulang pergi 350 ribu, dan guide 150 ribu. 
Guide? wajib pakai guide ya? Kalau di Sangkima kan enggak?
"Iya wajib banget. Ini wisata minat khusus, sering dipakai penelitian dan tidak ada trek yang jelas seperti di Sangkima." Jelas Om Ariyadi, rekan Goweser Sangatta yang banyak memberiku informasi seputar akomodasi ke Prevab ini.
"Nanti bisa nyasar atau disakiti hewan liar,"
Dermaga Prevab
Keberangkatan kami bertiga (awalnya berempat, tetapi seorang berhalangan hadir) menuju Prevab sekitar pukul 08.30 WITA. Menuju ke Prevab harus menyebrangi Sungai Sangatta selama kurang lebih 15 menit dengan ketinting yang dikelola oleh masyarakat setempat. Untuk menyebrang dengan ketinting, kita dapat menuju pelabuhan ketinting Kabo Jaya, dekat Kantor Desa Swarga Bara di Sangatta, ya, dari Kantor PLN Sangatta hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit dengan kendaraan bermotor. (lebih jelasnya dapat dilihat di maps)
Penyebrangan Ketinting
Posisi Pelabuhan Ketinting (Pin Merah)
 Satu lagi fakta terpenting tentang Sungai Sangatta adalah SARANG BUAYA. Kalau beruntung kita bisa melihat para buaya berjemur di tepi sungai, tapi sayang sekali sungai sedang surut, jadi tak kita dapati buaya satupun disana.
Pak Hariadi, guide kami sekaligus fotografer dan Polisi Hutan TNK mewanti-wanti agar tidak mencelupkan anggota badan kedalam air saat berada diatas ketinting.
"Bisa jadi camilan buaya Sangatta," ujarnya.
Camp Kakap
Awalnya kami berminat untuk menginap semalam di Prevab, karena disana ada camp yang disiapkan bagi para pengunjung maupun peneliti. Tapi sayang sekali camp-camp disana penuh  oleh wisatawan asing, padahal kami juga ingin mengikuti wisata malam untuk melihat tarantula yang merayap keluar dari lubang-lubang di hutan.
Peneliti Berkebangsaan Kanada
Tiket masuk untuk wisatawan lokal sekitar tujuh ribu rupiah, sesampai disana kami bertemu dengan seorang wanita berkebangsaan Kanada yang sudah satu dasawarsa meneliti perilaku primata raksasa tersebut. Tak ayal dia sangat lancar berbahasa Indonesia ketika berbincang sekilas dengan kami.
Aku menghirup dalam-dalam aroma dedaunan membusuk ketika mulai menapaki hutan Prevab. Terlebih lagi kemarin sempat hujan sehingga petrikor-petrikor menimbulkan aroma yang sangat menenangkan pikiran.
Pohon Sengkuang
Vegetasi yang menghuni Prevab tak jauh berbeda dari Sangkima, hanya saja disana kami menemukan sebuah pohon Sengkuang yang berukuran sangat besar, lalu pohon Ara Gendang yang mana buahnya menjadi konsumsi makhluk-makhluk hutan tak terkecuali Orang Utan.
Aku merasakan, ternyata memang WAJIB hukumnya menggunakan jasa guide agar tidak tersesat dan ia dapat membantu pengunjung untuk menemukan dan melihat orang utan (kalau beruntung). 
Dan, ternyata aku memang sedang beruntung. Ditengah perjalanan kami bertemu orang utan yang sedang bermalas-malasan di alam liar.
Langit, Difoto Oleh pak Hariadi
"Lagi istirahat, habis makan. Itu namanya si Langit," Jelas Pak Hariadi sembari mengeluarkan lensa tele-nya.
Aduh! Lensa teleku ternyata ketinggalan di tas perbekalan. Aku menjitak kepalaku atas kebodohanku hari ini. Jadi hanya bisa mengambil gambar seadanya dengan lensa wide, dan hasil tentu apa adanya saat mengabadikan makhluk legendaris di uang lima ratus tersebut. Selebihnya aku minta gambar dari pak Hariadi, dan hasilnya memang keren parah!
Hanya sekitar dua jam kami berkeliling di hutan, dan kami beristirahat di Camp Kakap untuk makan siang dan sholat. Aku menggelar hammock untuk bermalas-malasan.
"Ada Labu menggendong anak!" Seru Pak Hariadi dan bergegas mengambil kameranya.
"Labu?" gumamku.
"Iya, Orang utan namanya Labu, lagi gendong anaknya namanya si Bulan." 
Namanya Si Labu
Secepat kilat aku lompat dari hammock, memakai sepatu dan menyambar kamera lalu mengikuti  Pak Hariadi dengan langkah tergesa. Benar saja. aku melihat ada Induk Orang utan sedang menggendong anaknya dan bergelayutan diatas pohon. Unch unch, asli menggemaskan anaknya !
Tiba-tiba ada sekelompok turis asing sibuk mendongak keatas sambil membidikkan kameranya. Mereka begitu antusias melihat pergerakan si Labu.
"Mereka turis dari Perancis, sudah keliling Kalimantan hingga Mahakam Ulu. Ya, lebih banyak turis mancanegara yang tertarik dengan orang utan. Di Prevab ini sisa sekitar dua puluh ekor orang utan, dan mereka semua memiliki nama dan perilaku yang berbeda-beda." Jelas Pak Hariadi.
Sekilas aku berpikir, betapa bodohnya manusia yang membunuh makhluk-makhluk lucu ini demi uang semata.
Para Pencari Makhluk di Uang Lima Ratusan
Primata yang sedang menggendong anak tersebut merangkak dan naik ke pohon Ara Gendang sampai titik teratas untuk makan. Lalu tiba-tiba hujan turun dengan derasnya, aku memutuskan untuk kembali ke Camp, menunggu reda dan mengakhiri petualangan hari ini.


Tips untuk mengunjungi Prevab :
1. Pakailah sepatu agar lebih aman dan nyaman
2. Pakai pakaian lengan panjang agar terhindar dari ulat-ulat nakal atau gigitan agas, pakailah lotion anti nyamuk bila dirasa perlu  
3. Jagalah kelestarian hutan, jangan melakukan vandalisme, menyakiti hewan atau buang sampah sembarangan
4. Wajib menggunakan guide/ranger demi keselamatan
5. Untuk menuju Prevab, wisatawan harus menuju Sangatta terlebih dahulu, lalu dapat menyewa mobil/ojek menuju ke Pelabuhan Ketinting Kabo Jaya
Ketinting, menjadi daya tarik tersendiri
Untuk informasi guide dan akomodasi, bisa dihubungi :
Pak Hariadi : +6282158088945
0
Share
Newer Posts Older Posts Home

AUTHOR

AUTHOR
Seorang wanita yang seperti kera sakti : Tak pernah berhenti, bertindak sesuka hati dan hanya hukuman yang dapat menghentikannya.

Labels

Berkeluarga INFLIGHT ITALY JAWA TENGAH Jambi KALIMANTAN TIMUR KUTAI TIMUR Lumajang NETHERLAND NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR Perancis SULAWESI SELATAN SUMATERA BARAT Sulawesi Utara Yogyakarta deutschland jakarta jawa barat jawa timur kalimantan selatan rusia

Popular Posts

  • ABOUT ME | ÜBER MICH
    "Allah menciptakanku saat sedang tersenyum, begitu pula ibu melahirkanku dengan senyum pula." Terlahir di Surabaya, 20 Juni ...
  • Berbagi Pengalaman Ketika Aku Joinan Tes D3 ITS-PLN
    Oy...sebelumya si Une minta maaf dulu, fotonya dibuat kayak hantu biar gak ada pemalsuan identitas, penghubungan alamat, walaupun aku pun...
  • Merindukan Otot Lelah dan Bau Hutan : Puncak Batu Putih, Kaliorang
    Alasan yang paling kuat untuk menjelajah Kutai Timur sebenarnya sederhana : Pandemi COVID-19. Yang awalnya memiliki rencana untuk terbang ke...
  • #1 Babak Kedua Gunung Gergaji : Mengulang Pengembaraan di Barisan Karst Sangkulirang-Mangkalihat
     "Maaf ya, jika pesanmu baru bisa aku balas kira-kira hari Jumat."  Sejenak aku mengetik pesan terakhir padamu sebelum melanjutkan...
  • Deutschland für Anfänger (Pameran Jerman Untuk Pemula)
    Guten tag Leute :) Sebenarnya jujur, kejadian ini udah berlangsung sekitar sebulan yang lalu, tetapi nggak sempat ceritanya karena bentro...
  • Better Healing in Teluk Lape and Malahing
    Wisata bahari di Bontang dimana saja? Beras Basah? Itu sudah sangat-sangat biasa. Segajah? Ya itu salah satunya, tapi kali ini karena mengaj...

INSTAGRAM : @FRAUNESIA

Copyright © 2015 Was ist los, Une?

Created By ThemeXpose