• Homepage
  • PORTOFOLIO (BOOKS)
  • About Me
Was ist los, Une?
Judulnya asli maksa. SNSD : Surabaya Night Street Deeeh. Sebenarnya 'deeeh' hanya untuk komplementer saja, biar kelihatan pas seperti girlband Korea :D
FYI, sebagai insan yang baru melek teknologi kamera, kali ini aku berkesempatan untuk menjajal keampuhan kamera Sony Nex 6 untuk mengabadikan suasana malam di Surabaya. Hitung-hitung melepas rasa kangen lah setelah setahun tidak lagi melewati jalan ini untuk beraktivitas seperti jaman kuliah di ITS.
Untuk potret night landscape di Surabaya aku acungi jempol. Surabaya memiliki skyscraper dan bangunan sisa kejayaan Belanda dengan arsitektur gothic eropa yang menawan. Kalau di Lumajang memiliki keindahan alam yang menawan, untuk Surabaya pun memiliki keindahan malam yang menakjubkan dengan cahayanya !
That's Sparkling Surabaya :)
Untuk mentorku saat itu adalah kakak sepupu sendiri, Mas Faiz yang sudah mengusai banget masalah kamera.
"Ambil gambar malam-malam tanpa tripod susah, banyak blurnya kalau gemetaran sedikit." titahnya. Aku manggut-manggut nurut, langsung malam itu kami menuju pusat kota Surabaya untuk latihan. Beberapa gambar dibawah ini adalah citra yang berhasil ditangkap. Masih amatir bangeeet ....

1. Diatas Jembatan SMA 6 Surabaya

2. Masih dari atas jembatan....belajar foto gedung
 

3.  Belajar foto bokeh dengan lampu-lampu kecil yang melingkari pohon didepan balai Pemuda
 

4. De Simpangsche Societeit, UPTD Balai Pemuda Surabaya. Dulu dibuat gedung dansa oleh meneer dan mevrow, sekarang menjadi pusat informasi pariwisata. Sangat eksotis dan mistis, karena konon ada suara-suara aneh di malam-malam terntentu...hiiiii
 

5. Ini eks gedung bioskop di depan Balai Pemuda. Tampak mistis juga :D

0
Share
Pulang kampung = naik gunung
Naik gunung = Naik Pesawat
Konklusinya? Pulang kampung = Naik pesawat
Aneh ya konklusinya? Tapi inilah yang terjadi, pulang kampung ke Lumajang, wajib naik ke dataran tinggi. Naik di ketinggian itu pasti berada diatas awan yang serasa seperti naik pesawat, sama-sama berada diatas awan kan? Hehehe.
KONYOL.
31 Juli 2014, masih dalam suasana lebaran. Selain silaturahmi ke tetangga dan saudara tentu saja jangan lupa silaturahmi dengan alam yang selalu merindukan jejak kakiku. Hehe. Saat itu aku memang sedang flu berat dan sakit batuk. Dan kalian tahu? Seperti biasa, emak melarang putri kesayangannya ini menjejakkan sepasang kakinya yang mungil ini diatas 2900 mdpl. Bukan melarang, hanya khawatir yang mengarah ke sedikit larangan. Bukan protektif, tapi menjaga putri kesayangannya ini agar tidak menderita sakit yang lebih parah.
Akan tetapi apa yang dilakukan olehku? Nekat, merengek dan merajuk.
"Maak...kapan lagi aku bisa ke B29? Cuti tahun depan aku nggak pulkam !" Ancamku pada emak *duh mak maafkan aku ya
Sang emak tampak khawatir dan akhirnya mengijinkanku dengan sangat sangat beraaaat hati, "Ya udah, hati-hati."
SUKSES :D
Oh iya, sedikit flashback, dulu sebelum fenomena B29 naik daun, aku sudah mengetahui dari brosur dinas pariwisata kabupaten Lumajang, bahwa ada kawasan wisata di ketinggian 2900 mdpl, berupa perkebunan bawang dan sayur mayur dan dari tempat itu pengunjung dapat melihat gunung Bromo dan Batok dari sisi tenggara di atas sana. Sayang sekali cara pengambilan gambar yang kurang menarik di brosur itu menyebabkan para pembaca pun kurang berminat mengunjunginya.
Pagi itu (masih di 31 Juli 2014), aku dan beberapa teman merencanakan sebuah perjalanan menuju puncak B29. Untuk menuju ke puncak B29 (Bukit 29) memerlukan waktu sekitar 2 jam dari pusat kota Lumajang. Dari alun-alun kota, menuju ke barat luruuus...ketemu Selokambang luruuuus....sampai kecamatan Senduro. Oh ya, kecamatan Senduro berada di dataran tinggi yang masih menyimpan aneka ragam kekayaan alam dan budaya, satu hari tak cukup bagimu untuk menjelajahinya !
Saat itu kami naik motor. Karena ada enam orang yang ikutan, maka kami menggunakan tiga motor dan saling berboncengan. Dua motor matic (Scoopy dan X-Ride) dan satu motor Honda Supra Lawas keluaran tahun 2004. Aku menelan ludah, X-Ride yang konon tangguh aja bisa ngos-ngosan, apalagi supra lawas yang-nggak-pernah-diservis sama sekali itu? Bakal sesak nafas hebat dia !
X Ride kembali belum mampu menaklukannya
Alhasil apa yang kukhawatirkan terjadi. Masuk tanjakan maut di sepanjang jalan menuju, si Supra tidak kuat lagi, dan mengharuskan penumpang yang dibonceng harus mendaki tanjakan maut itu.
Untuk kali ini setelah satu tahun berlalu, X-Ride ku kembali kuuji mentalnya sampai batas ketahanan fisiknya, huahahaha :D
Udara yang cukup dingin membuat kami gemelutukan sepanjang jalan walaupun tubuh kami sudah dibalut jaket. Tak jarang juga berhenti sepanjang jalan untuk buang air kecil (yang ini khusus cowok loh ya)
Tak lama kemudian kami memasuki desa Argosari, pemukiman tertinggi di Lumajang. Untuk menuju B29 hanya lurus saja dari gerbang desa, tapi untuk menuju desa Pusung Duwur, belok kanan (coba cek di post lamaku : disini , ternyata itu masuk Pusung Duwur). Pemandangan di sepanjang jalan tak perlu diragukan lagi, sangat ampuh untuk menyegarkan kembali mata yang kesehariannya penat menatap layar komputer yan dijejali dengan kerjaan kantor. Udara gunung yang dingin, dipenuhi oksigen murni berebutan memenuhi paru-paruku yang setiap hari dipenuhi udara dari Air Conditioner di gedung perkantoran yang tak jarang membawa alergen dan debu. Segar dan sehatnya tak tertandingi.
Awalnya kami ingin berangkat pagi, jam setengah lima. Mengejar sunrise, atau paling tidak semburatnya. Ini naik gunung bung, nggak lihat sunrise juga bikin nggak sreg. Tapi apa daya? Yang lainnya pada melestarikan kebudayaan bangsa kita : Jam Karet. Yah, akupun akhirnya hanya bisa berharap kabut pekat di bawah sana masih belum hilang.
Sesampainya di desa Argosari, banyak ojek yang mengikuti kami sambil menawarkan jasanya,
"Aduh mbak eman motore nek digawe munggah, dalane lo elek, percoyo wes nang aku." (Aduh mbak, sayang motornya kalau dibawa naik, jalannya jelek. Percaya deh). Padahal sebelum B29 di blow up dulu belum ada ojek seramai ini.
Kami semua akhirnya menghentikan laju motor kami setelah bergidik melihat jalanan yang sudah kami tempuh. Licin, berbatu dan mudah terperosok jika ceroboh. 
"Mending ngojek, aman, selamat"
Maka kami semua sepakat untuk ngojek, dan terjadi tawar menawar cukup sengit, aku membuka percakapan sambil mengatur nafas untuk menyesuaikan kadar oksigen yang masuk ke tubuh.
"Piro se pak ngojek'e" (Berapa ojeknya) Kataku dengan bahasa Lumajangan super kental.
"Petangpuluh ewu per munggah mbak, iku wes normal." (Empat puluh ribu pulang pergi, sudah normal)
"Opo pak? Cek larange, ndisek koncoku seket ewu bolak-balik." (Apaaa? Mahal amat, dulu temenku 50ribu bolak-balik)
"Iku lak ndisek mbak," (Itu kan dulu mbak)
"Walah pak telung puluh ae, seket bolak balik, aku adoh-adoh teko Kalimantan rene padahal. Ndisek aku rene jek sepi, durung terkenal," (Wah pak tiga puluh ribu aja, lima puluh bolak balik. Aku jauh-jauh dari Kalimantan mau kesini. Dulu aku kesini masih sepi, belum terkenal)
Para tukang ojek berembug, dan lahir satu kesepakatan, "Yo wes mbak, telung puluh budal tok, budal balik seket yo'opo?" (Ya udah 30ribu sekali jalan, lima puluh pulang pergi, gimana?)
Tanpa pikir panjang kami langsung melompat ke boncengan.
Sepanjang perjalanan, kami bersyukur tak melanjutkan perjalanan dengan motor kami. Jalan jelek, berlumpur, dan jurang yang penuh dengan sayuran. Salah sedikit bisa nggelundung kesana.
Perjalanan tak mulus sepanjang lima kilometer akhirnya berakhir juga. Aku berdecak berkali-kali atas keindahan ini. Awan lintang kemukus mengelilingi bukit serasa diriku berada didalam pesawat. Seperti biasa, kamera dikeluarkan dan segera mencari angle terbaik. 
Nggaya
Dari kejauhan kita dapat melihat B30, seratus meter lebih tinggi dari B29. Untuk melihat lebih jelas, kami naik lebih keatas lagi. Subhanallah, nature never tell us a lies, Bromo benar-benar kelihatan terbungkus kabut !
Menuju Puncak B29
Kabut yang mulai menghilang
Sudut lain B29
Emejing....
Hari makin siang, kabut mulai sirna. Daya tarik bukit ini memang di awannya. Wisatawan mulai berkurang. Setelah berpuas foto-foto, kami akhirnya pulang, setelah sebelumnya kami sempat menghangatkan tubuh dengan segelas minuman hangat.
Mengais Rejeki di ketinggian
Kelihatan Puncak B30 dari kejauhan
Ekspresi kami saat mencapai puncak
Sepanjang perjalanan pulang, aku sempat bercerita dengan tukang ojeknya,
"Pak, aku dulu kesini belum rame,"
"Iya dik, baru sekitar 6 bulan terkenalnya, dan mulai kotor juga " *miris
"Lah terus ini ikut Lumajang atau Probolinggo Pak?"
"Iya masih jadi perdebatan, sejak B29 terkenal jadi rebutan mbak, tapi tetap menang Lumajang, karena jalur masuk tetap dari Lumajang. *miris Oh iya mbak, dari B29 kita bisa langsung menuju Bromo juga."
"Kalau listrik disini sering padam nggak pak?" Tanyaku selaku insan PLN yang peduli SAIDI dan SAIFI. *Frekuensi dan durasi padamnya listrik
"Nggak pernah kok, kecuali memang ada pemadaman dari pusat."
"Ikut Probolinggo listriknya?"
"Iya," Jawabnya singkat. Aku yang berada di boncengannya terbanting-banting sambil tetap menjaga keseimbangan.
Hmm...akhirnya sedikit demi sedikit aku mulai paham desa ini. Masjid yang dibangun oleh BMH yang bernama Jabal Nur pun kami lewati. Alhamdulillah, Islam pun telah masuk di desa ini :D Jadi masyarakat bisa mendengar adzan dari ketinggian...
Saat itu aku seakan-akan mendapat pesan berbisik dari semak gunung : "Good Bye My lovely one :) "
Jangan lupa cek masa laluku menjejak Argosari DISINI !

7
Share
Antara aku dan Timnas kelihatannya sama-sama berjuang hari itu. Untuk Der Panzer (julukan Timnas Jerman). Dimana Timnas Jerman berjuang untuk mendapatkan trofi paling bergengsi dan aku berjuang agar dapat menonton aksi jagoan mereka di layar kaca. Kenapa? Karena hari itu juga terjadi percakapan mengagetkan….

*Rrrr…rrrrr (Suara ponsel)
Une : Halo mas?
Spv har : Halo Une? Senin bisa ke Balikpapan kah?
Une : Oooh iya mas? Acara apa?
Spv har : Pembahasan SOP, maaf aku nggak bisa dampingin. Tiga hari ya. Acaranya jam 8 pagi.
Une : Sama siapa?
Spv har : Lupi.
Une : Oohhh iya mas, aku koordinasikan sama Lupi, makasih ya mas (berkata dengan nada riang)
*Klik

Woow, besok berangkat ke Balikpapan lagi, capek, perjalanan Bontang Balikpapan itu 6 jam dengan kondisi jalan  bikin mual seperti itu.
Tapi tunggu. Senin pagi. Berarti…biasanya berangkat jam tiga pagi? Jam tiga pagi itu Final Piala Dunia antara Jerman dan Argentina ! Mati! Itu berarti aku terancam nggak bisa lihat final piala dunia dong! Terlebih lagi partner satunya nggak suka nonton bola, jadinya ya dia lebih memilih berangkat pagi sekitar jam tiga-an. Tentu saja aku menolak sekuat tenaga, dan muncul ide bahwa aku harus nonton di Balikpapan. That’s a final and important match, tim favoritku. Mana bisa aku meninggalkannya!
“Lupi ! Pokoknya harus berangkat jam Sembilan malam! AKU MAU NONTON FINAL BOLA! “ kataku sedikit menahan tangis saat menelepon Lupi (partner ke Balikpapan) untuk mengkonfrimasi jam keberangkatan. “POKOKNYA JAM SEMBILAN! JAGOANKU MAIN !”
“Oooh, jam Sembilan malam toh, okelah, aku bilang sama drivernya dulu.” Katanya nurut-nurut aja.
Tak kusangka hasil bujukanku manjur secepat ini, dia langsung minta berangkat jam 9 malam. Hahaha…lega bukan main !
Malam itu kendaraan yang aku tumpangi membelah gelapnya jalan yang menghubungkan Bontang Balikpapan. Sepanjang jalan aku tidur pula dan tidak menghiraukan goncangan yang menggoyang tubuhku. Harus fresh untuk nonton jagoan tanding.
Sekitar jam tiga aku telah membuka mataku. Segar. Samar-samar aku lihat layar lebar di kafe pinggir jalan. Hijau, dengan benda kecil bergerak-gerak. Aaaah! Final sudah mulai !
“PAAAK….FINAL SUDAH MULAI!! CEPAAAAT…!!!” Kataku mulai gusar nggak karuan.
“Eeeh? Emang ii…iya mbak? Kayaknya mulainya jam 4 deh? Ini masih jam setengah empat?” Sang driver mulai kebingungan, dan kurasakan dia sedikit menambah kecepatan mobilnya. Lupi masih tertidur di kursi depan.
“ITUUU…” Aku menunjuk tv kecil di warung kopi yang kami lewati. Mobil semakin kencang membelah jalanan. Aku makin deg-degan, Jerman harus menang!
“Nonton dimana ini mbak? Penginapan?”
“IYAAA…DIMANA AJA PAK….ADUUUHH….20 MENIT SUDAAHHH….” Aku mulai menceracau samibil melirik jam di mobil. Jalan ini semakin tak bertepi rasanya.
Sepuluh menit kemudian mobil telah memasuki pelataran penginapan. Belum parkir secara sempurna, aku melompat keluar sambil membawa boneka sapi dan pintu mobil tidak aku tutup. Berlari ke pos satpam dalam kondisi belum tanya kamar sambil teriak “AKU MAU NONTON BOLAAA….”
Duduk khidmat, memeluk boneka Sapi dengan muka pucat. Mulut tak henti teriak ketika bola luput ke gawang dan ketika Argentina menjebol gawang Jerman, dan itu offside. Dan Jerman hampir menjebol gawang Romero, tetapi membentur mistar. Gilaaa…aku heboh sekali. Dan Satpam terheran-heran atas ulahku.
“Ne, penginapan penuh, gimana?” Lupi membawa sebuah kabar tidak melegakan. “Kita nginep dimana?”
“Penginapan sebelah,” Jawabku singkat tanpa mengindahkan pandangan dari tv 16 inch di pos satpam.
Babak pertama, kedudukan masih sama, skor kacamata, 0-0. Aku dan Lupi bergegas ke penginapan sebelah, khususnya aku paling gusar. Sesampainya disana, belum check in aku sudah melompat ke kursi lobi untuk menonton babak kedua.
“Tolong check-in kan, Lup!” Perintahku dari atas sofa di lobi hotel.
Jantungku berdetak cepat. Jerman main menyerang, seperti mesin diesel. Ganas. Gol-gol hampir tercipta. Aku bergegas sahur di ruang makan hotel dan tetap nonton bola.
“Oooooh…..Aaaahhh.....! Hampiiiirr…” Aku teriak keras, menarik perhatian karyawan ruang makan saat itu. Tak jarang aku meninju boneka sapi sebagai symbol emosiku.
Setelah sahur, aku kembali ke lobi hotel. Nonton bareng tamu dan karyawan hotel. Saat itu dibagi menjadi kubu Jerman dan Argentina. Kami saling ejek dan perang urat saraf. Suaraku keras sekali saat teriak. Sapi kulempar-lempar saking keselnya, 90 menit belum ada gol satupun!
"Jerman pasti kalah," ejek salah seorang fans Argentina "Bentar lagi Schweinsteiger kartu merah"
Aku diem, lihat saja sebentar lagi.
Extra time 30 menit. Semakin panas. Pendukung Argentina teriak-teriak Jerman bakalan kalah. Kuping panas membara, tapi tak aku hiraukan. Tak lama kemudian…
 
 
Beberapa ekspresi kemenangan
 GÖTZE ! Goooolllll!
Aku jingkrak-jingkrak tak tahu malu. Joget sambil bawa sapi. Beberapa pendukung Argentina mulai kembali ke kamar. Jerman bakalan menang, laga ini berlangsung ketat, sedangkan waktu tinggal beberapa menit lagi.
End Of Extra Time !
Jerman Menang!! Aku tepuk tangan tiada henti sambil berlalu ke kamar. Orang-orang menatapku aneh dan geleng-geleng kepala. Ponselku rame ucapan selamat dari papi, dan temanku yang mengetahui betapa fanatiknya aku dengan timnas Jerman. Saat itu pukul 06.00 WITA, sedangkan aku harus ke kantor pukul 08.00. Tidak tidur sama sekali. Pasti di kantor aku terkantuk-kantuk nggak jelas, hehehe. Jangan ditiru !
Asyik, pasti seneng banget ya :3
Tapi aku lega, impian jadi nyata, walau butuh sedikit pengorbanan, hehe. Hidup Jerman !! Bertambah lagi satu bintang untukmu !
*Banyak sejarah di kemenangan Jerman kali ini, seperti :
1. Jerman menjadi Negara pertama yang juara Piala Dunia di Amerika
2. Miroslav Klose, striker sepuh berhasil memecahkan rekor 16 gol sebagai top skorer piala dunia sepanjang masa.
3. Eropa menjadi benua pertama yang menjuarai piala dunia tiga kali berturut-turut
4. Lima dari tujuh final piala dunia selalu berakhir tanpa gol di babak pertama
5. Jerman menjadi tim paling banyak menghantamkan bola ke tiang gawang (44) di PD sejak 1966
Dan, ada yang paling lucu :
Seniorku saat kuliah, namanya Arwanjer Semit. Ternyata itu adalah singkatan dari Final Piala Dunia 24 tahun lalu. Argentina melawan Jerman Sembilan Puluh di Italia. Saat itu yang menang Jerman, dan kini terulang lagi. Wow, nama unik yang tak terpikirkan sebelumnya. Akibat bapak gibol :3

See You In Russia 2018 !



 *Sumber gambar : Facebook DFB Team


0
Share
21 Juni 2014, pas sehari setelah ulang tahunku yang ke 21 tahun, Aku dan empat cowok bagian Pembangkitan, PLN Area Bontang menyewa satu unit mobil dan berjalan-jalan ke Samarinda. Maklum lah, aku kalau jalan lebih sering sama mereka, kenapa? Karena asyik, nggak ribet, merasa terlindungi dan merasa jadi tuan puteri dengan empat hulubalangnya, hahaha.
Ngapain di Samarinda? Jalan-jalan men! Ngemall. Cari sesuatu yang tidak ditemukan di Bontang. Sebenarnya sih aku berencana sekalian cari eyeliner The Body Shop, tapi di Plaza Mulia Samarinda pas kehabisan, ya sudah aku beli lip gloss yang peach, wanginya seger banget. Perjalanan Bontang Samarinda sekitar 3 jam, tapi bagi yang belum terbiasa pasti sudah mabuk darat :D
Selain ngemall, kita juga sempat wisata religi ke Samarinda Islamic Center di tepian sungai Mahakam yang membelah Samarinda. Masjid yang megah, keren, didominasi dengan warna madu keemasan dan cokelat. Warna yang romantis, terasa seperti di Mesir. Seketika aku jatuh hati ketika menunaikan shalat dhuhur dan ashar disana.
Oh ya, masjid ini konon terbesar kedua di Indonesia setelah Istiqlal dengan daya tampung 10000 jamaah dan fasilitas lengkap seperti balkon, perpustakaan, poliklinik, koperasi, aula serbaguna, dan lain-lain. Masyarakat Kaltim bisa berbangga nih :)
 
 
 
 
 


Samarinda Islamic Center….mengingatkanku dengan Masjid Al Akbar Surabaya, dimana aku pernah mengalami peristiwa menyenangkan disana…. : )
0
Share
Newer Posts Older Posts Home

AUTHOR

AUTHOR
Seorang wanita yang seperti kera sakti : Tak pernah berhenti, bertindak sesuka hati dan hanya hukuman yang dapat menghentikannya.

Labels

Berkeluarga INFLIGHT ITALY JAWA TENGAH Jambi KALIMANTAN TIMUR KUTAI TIMUR Lumajang NETHERLAND NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR Perancis SULAWESI SELATAN SUMATERA BARAT Sulawesi Utara Yogyakarta deutschland jakarta jawa barat jawa timur kalimantan selatan rusia

Popular Posts

  • ABOUT ME | ÜBER MICH
    "Allah menciptakanku saat sedang tersenyum, begitu pula ibu melahirkanku dengan senyum pula." Terlahir di Surabaya, 20 Juni ...
  • Berbagi Pengalaman Ketika Aku Joinan Tes D3 ITS-PLN
    Oy...sebelumya si Une minta maaf dulu, fotonya dibuat kayak hantu biar gak ada pemalsuan identitas, penghubungan alamat, walaupun aku pun...
  • Merindukan Otot Lelah dan Bau Hutan : Puncak Batu Putih, Kaliorang
    Alasan yang paling kuat untuk menjelajah Kutai Timur sebenarnya sederhana : Pandemi COVID-19. Yang awalnya memiliki rencana untuk terbang ke...
  • #1 Babak Kedua Gunung Gergaji : Mengulang Pengembaraan di Barisan Karst Sangkulirang-Mangkalihat
     "Maaf ya, jika pesanmu baru bisa aku balas kira-kira hari Jumat."  Sejenak aku mengetik pesan terakhir padamu sebelum melanjutkan...
  • Deutschland für Anfänger (Pameran Jerman Untuk Pemula)
    Guten tag Leute :) Sebenarnya jujur, kejadian ini udah berlangsung sekitar sebulan yang lalu, tetapi nggak sempat ceritanya karena bentro...
  • Better Healing in Teluk Lape and Malahing
    Wisata bahari di Bontang dimana saja? Beras Basah? Itu sudah sangat-sangat biasa. Segajah? Ya itu salah satunya, tapi kali ini karena mengaj...

INSTAGRAM : @FRAUNESIA

Copyright © 2015 Was ist los, Une?

Created By ThemeXpose