• Homepage
  • PORTOFOLIO (BOOKS)
  • About Me
Was ist los, Une?
Sepi. Itulah kesan awal yang kudapat saat memasuki Museum Musik Dunia yang terletak di Batu, Malang. Saat itu mungkin timing nya saat mendekati waktu maghrib dan bulan Maret yang bukan merupakan waktu liburan, jadi sepi, terlebih lagi pengunjung mungkin sudah cukup letih mengelilingi dua lokasi wahana yang masih terletak dalam satu kompleks mall tersebut, yaitu Dino Park dan Galeri Artis. Padahal awal masuk kompleks Jatim Park 3 langsung dihadapkan ke Museum Musik Dunia loh!

 Pengunjungnya hanya dua orang, aku dan adikku serta pegawai museum yang seakan-akan menjadi tour guide pribadi kami karena mengikuti kita berdua terus, hehehe, berkesan tamu ekslusif !
Berawal dari petugas yang membagikan brosur museum kearahku, lalu kubaca sekilas dan cukup tergoda karena aku memang hobi bermusik, lalu kuputuskan masuk dengan HTM sebesar 45 ribu rupiah dan tanpa antrean yang mengular.
Museum musik tersebut terdiri dari tiga lantai, lantai pertama adalah display asli beserta sejarah dan penjelasannya seluruh alat musik dari berbagai dunia dan penjuru nusantara. Ada biola, harpa, bermacam-macam keluarga gitar, strings, woodwind, dan lain-lain. Disetiap kelompok alat musik terdapat display di layar cara bermainnya, dan pengunjung dapat mendengarkan suara-suara yang dihasilkan dari alat-alat musik tersebut dengan berdiri di bawah semacam mangkuk kaca besar yang menghadap kebawah yang berfungsi sebagai speaker (sebelumnya saya kira lampu). Unik! Oh ya, museum ini juga diklaim sebagai galeri musik terbesar se Asia Tenggara! Wah bangga...
Dari dulu pengen coba main harpa
Yang paling menarik perhatianku adalah semacam sangkakala yang panjaaaang...sekali dan itu terbuat dari gading hewan, kalau nggak salah berasal dari suku Aborigin. Yeyy...berkunjung kemari benar-benar menambah banyak pengetahuan tentang alat musik...dan nggak hanya lihat dari balik layar kaca atau smartphone saja. Sempat bingung bagaimana caranya mereka mengumpulkan seluruh alat musik yang asli ini ya?

Alat musik dari dataran Tiongkok kuno, terbuat dari perunggu.



Bagpipe, dari Skotlandia
Lantai pertama dan kedua dihubungkan dengan eskalator, dan dilantai kedua merupakan tempat 'para bintang' legendaris dunia berada, eh tentunya berupa patung lilin saja. Mulai Michael Jackson, The Beatles, hingga artis-artis Korea, serta kumpulan album-album diva Indonesia dari jaman Gesang, Eyang Titiek Poespa hingga Krisdayanti. Serunya lagi pengunjung dapat berpose bebas dengan para bintang tersebut. Disetiap bilik artis-artis tersebut berdiri juga didesain dengan latar belakang yang 'mereka banget' serta diiringi dengan musik-musik karya mereka. Saat itu juga ada beberapa stan artis yang belum rampung pengerjaannya. Disana juga ada beberapa bilik yang menjelaskan tiap-tiap genre musik.


Tentunya adikku lebih pintar bergaya
Lanjut ke lantai ketiga. Tak terlalu banyak juga spot untuk berfotonya. Hanya ada beberapa alat pemutar musik kuno yang bernilai sejarah tinggi seperti gramofon, piringan hitam atau kotak musik (yang masih bisa difungsikan dan kita dengarkan suaranya, tentunya petugas museum yang mengoperasikan) sehingga para pendengar seakan dibawa ke jaman Eropa lampau. Sempat kami bertanya kepada petugas darimana dapat alat seperti ini..dan ternyata mereka mendatangkan langsung dari Eropa.
Selain itu kita juga dapat belajar alat musik tradisonal Indonesia, seperti kulintang. Di lantai 3 juga terdapat semacam hall berkapasitas sekitar seratus orang untuk menyelenggarakan konser atau pertunjukan.
 Yang jelas, saya suka...suka...suka! Sebuah museum yang tidak bisa didapatkan di kota-kota lain dan ingin berkunjung kembali. Hanya sebentar kami berkunjung karena memang sudah keburu untuk kembali pulang.

Jangan lupa ya, pecinta musik wajib kesini karena memang asyik dan pengetahuannya bisa makin luas!
0
Share
Mengunjungi Saint Petersburg belum lengkap tanpa mengunjungi Peterhof Palace. Lokasinya memang diluar kota Saint Petersburg, jadi kita harus naik bus setelah stop di stasiun metro terakhir, di Ploschad Vosstaniya. Keluar metro, kita menemukan barisan bus yang menuju ke Razvodnaya atau Peterhof. Naik bus ke Peterhof sekitar 1,5 jam saja, dan bayarnya sekitar 125 rubel, nanti paklek kernetnya udah tahu, pasti diberhentikan di Peterhof. Memang kok, transportasi di Rusia menurutku cukup ramah di kantong daripada transportasi di Eropa yang mahal sekali.
Katanya, Peterhof adalah istana Versaille-nya Rusia, tapi apakah benar? Yuk, mari kita buktikan !


Sebenarnya kalau cuma keliling dan berfoto-foto di bagian luarnya saja gratis. Tapi infonya didalam ada taman musim gugur yang cantik sekali, maka aku beli tiket masuk ke taman (diluar tiket masuk istana). Kalau masuk istana aku memang nggak tertarik karena antrean yang panjang sekali. Mending kita eksplorasi taman di Peterhof saja.
Tiket masuk taman
Suasana di taman itu benar-benar indah! Dedaunan menguning dan jatuh diterpa angin, makhluk-makhluk hutan berlarian kesana kemari mencari stok makanan untuk persiapan hibernasi panjang selama musim dingin. Pengunjung pun tak mau ketinggalan untuk berlarian dan berfoto. Bener...nggak menyesal mengunjungi lokasi bak film-film kartun ini. Samar-samar aku mendengar alunan musik klasik karya Vivaldi, Autumn.
Sambil dengerin musik karya Antonio Vivaldi : Autumn
Hari ini pun aku berencana bertemu dengan gadis lokal asal Saint Petersburg yang kukenal dari aplikasi Couchsurfing dan menginap di flatnya semalam. Namanya Natalia Tserkovnaya, dari foto-foto di aplikasi CS nya, dia adalah seorang pelatih aikido. Wah seram, jadi aku nggak berani macam-macam, nanti dibanting, hehe.
Kami bertemu di Chernyshevskaya. Gadis itu sangat cantik, (eh tapi kebanyakan gadis Rusia seperti itu sih) tinggi, dan yang penting bahasa Inggrisnya lancar.
"Natalia!" Sapaku pertama mendapati dia.
"Unesia..bagaimana harimu?" tanyanya ramah.
"Aku hari ini dari Peterhof Palace,"
"Oh...itu tempat yang sangat indah, aku suka. Terakhir aku kesana di tahun 2013. Oh ya, sebelum ke flatku, mungkin kamu perlu membeli beberapa makanan, mungkin. Kita ke supermarket dulu."
Aku mengangguk cepat. Tentu saja, beberapa hari ini aku sudah kehabisan snack dan makanan karena tidak menemukan supermarket di sekitar tempat tinggalku. Natalia membantuku untuk mencari bahan makanan yang aku butuhkan. Aku mengambil susu, granola dan  cherry pie untuk sarapan.
Gadis itu tinggal di flat yang sedikit tua, dan sendirian. Lokasinya di lantai tiga, dan ketika masuk ke kediamannya, aku mendapati kaca pintunya pecah. Ia menangkap raut kekhawatiranku dan langsung berkata sambil malu-malu, "Ini dipecahkan pacarku, kemarin kami sempat berantem," 
Ia melepas paltonya, mengajakku ke dapur dan sedikit berbincang-bincang sambil makan roti lafaz, khas Armenia.
Kembar beda negara
"Bahasa Inggrismu bagus juga yah," aku memulai pembicaraan.
"Haha...aku sering bertanding aikido keluar negeri, jadi aku harus bisa berbahasa inggris. Bulan depan aku mau ke Finlandia."
"Wah keren," jawabku sambil terus mengunyah.
"Tapi aku sedang belajar bahasa Perancis loh. Ehm, Unesia kalau mau belajar bahasa Rusia sedikit aku bisa ajarin kamu," Katanya sembari mengambil pulpen dan kertas. Ia menuliskan beberapa kalimat sederhana dalam aksara kiril, dan aku bisa membacanya.
"Unesia bisa baca?" Serunya terhenyak. "Padahal bahasa Rusia susah loh,"
"Aku sempat belajar abjadnya."
"Good...eh di Saint Petersburg lagi hujan terus, Unesia. Kamu tahu kan, kota ini identik dengan Kucing, Hujan, dan Pelabuhan."
"Oh ya?"
"Iya, disini dekat dengan laut, ada pelabuhan besar, curah hujan tinggi, dan kami semua suka kucing! Hmm...Kamu pengen jalan ke Negara mana lagi?"
"Belum tahu sih, hehe. Kalau kamu?"
"Tentu saja Jepang ! Aku sangat tergila-gila dengan Jepang, dan kemarin aku sempat mendapat surfer dari Jepang, dan ia memberiku ini !"
Jawabnya riang sembari menunjukkanku hiasan dinding khas Jepang. Oh ya, aku juga memberikannya kerajinan manik-manik khas Kalimantan kepada gadis itu.
"Apa rencanamu besok? Aku besok pagi berangkat kuliah," Katanya.
"Hm...mungkin aku besok ikut kamu keluar, jalan-jalan disekitar kota saja."
"Baiklah Unesia, semoga kota ini memberimu kesan baik."
Kami mengobrol banyak...dan akhirnya kami berstirahat untuk hari esok.
Hujan masih menyiram kota itu. Seperti kota Bogor, curah hujannya tinggi. Natalia telah bersiap menuju kampus dengan jaket tebalnya, tak lupa ia membawa payung. 
"Mungkin kita bisa ketemu di lain waktu," jelasku di stasiun metro sebelum kami berpisah. "Maaf kalau cuma sebentar ya, senang berjumpa denganmu,"
"Iya Unesia, terima kasih banyak. Senang berjumpa denganmu. Do svidaniya!"
Sungai Neva
Gereja Kazan
Aku masih memiliki waktu seharian untuk mengeksplorasi lokasi tersembunyi di kota ini. Maka aku berkeliling di seputaran pusat kota dan mencoba memasuki toko buku terbesar disana.
Lanjut aku memasuki taman musim gugur didepan Chruch of the Savior on Spilled Blood, banyak bangku taman disana, lantai-lantai taman sudah dipenuhi guguran daun. Waktu yang paling kunikmati saat perjalanan adalah ketika sendirian seperti ini. Kebebasan. Kepuasan.
Mendekati waktu senja, aku berjalan kembali menuju Istana Musim Dingin, berjalan lurus menuju tepi selat yang memisahkan Rusia dengan Finlandia. Tak kusangka aku menemukan panorama matahari terbenam yang sangat indah disini !

Sedikit Blur, soalnya males pakai tripod. Jadi tangan gemetar kedinginan sambil pegang kamera
Hiruk Pikuk Saint Petersburg
Malam mulai merambat perlahan. Aku masih saja berjalan sendirian disana. Entah mengapa aku tak merasa ketakutan sama sekali. Santai, seperti masyarakat lokal padahal suasana termasuk cukup sepi terlebih lagi melewati jalan-jalan kecil. Alhamdulillah Allah masih melindungiku. Cukup takut juga kembali dengan metro malam-malam saat rush hour seperti ini, karena rawan kasus pencopetan. Tapi syukurlah, aku kembali ke studio dengan selamat. 
0
Share
"Di sana, (Saint Petersburg) dingin nggak?" Tanyaku pada Listia, gadis dari Kaltim yang sedang bersekolah jurusan kereta api disana. Ia kukenal karena ayahnya merupakan teman sepedaku di Sangatta.
"Wah, lebih dingin daripada di Moskow, bawa pakaian yang anget-anget deh mba. Musim gugur gini angin dari arah laut lebih kenceng,"
Beberapa pertanyaan sudah aku komunikasikan lewat pesan instan untuk mempersiapkan 'amunisi hangat' selama disana.
Perjalanan menuju Saint Petersburg dari Moskow dapat ditempuh selama 4 jam dengan kereta ekspress SapSan. Kalau kereta biasa bisa menempuh waktu sekitar 8 jam dengan harga yang ekonomis dan tidak senyaman SapSan tentunya. Stasiun pemberangkatan dari Moskow dari Leningradskiy, dan pemberhentian di Moskovskiy di Saint Petersburg. Seperti biasa, panorama yang dilewati sepanjang perjalanan merupakan panorama khas pedesaan Eropa, mirip seperti rumah di film Masha and The Bear. Aku hanya membayangkan suasana ketika musim dingin, pasti kelabu dan salju dimana-mana.
Stasiun Pemberangkatan ke Saint Petersburg dari Moskow
SapSan
Sampai di Moskovskiy Vokzal, alias Moskovskiy Railway Station, tepat pukul 7 malam. Aku dijemput Listia bersama kawan studinya yang sama-sama berasal dari Indonesia.
"Halo Mba Unee...udah makan belum? Mau dibantu bawakan?" Sapanya ramah.
"Halo juga mba, eh kayaknya aku harus taruh barang dulu deh baru kita bisa makan malam,"  balasku. Dan setelah kami menaruh barang, mulailah kami berburu makan malam di hari yang terasa beku bagiku.
Sampai di Saint Petersburg, difotoin Listia
"Mau makan apa?" tanya Listia.
"Jujur aku bingung mau makan apa, kalo bisa yang khas Rusia aja deh,"
Mereka membawaku makan malam di depan Moskovskiy Vokzal, tepatnya di warteg Stolovaya No 1. Haha, aku nyebutnya warteg aja biar terasa Indonesianya, karena memang konsepnya seperti warteg, pilih, diambilin, lalu bayar.
Makan malam pertama di Saint Petersburg, aku memilih bubur kentang, sedikit smetana dan gorengan yang ada rasa jamur . Minumnya jus apel, dan itu rasanya asem nggak ada manis-manisnya.
"Nggak mau coba borsch mba? Sup Khas Rusia," Tawarnya sambil menunjuk sup berwarna merah pekat. "Eh mba suka smetana? aku sih nggak doyan,"
Smetana, penampakannya mirip mayones dan sedikit berbintik, kupikir rasanya seperti mayones, ternyata bener-bener nggak enak. Hambar. Sekali makan di Stolovaya aku menghabiskan uang sekitar empat puluh ribu rupiah, hmm...sekitar 198 rubel.
Menu makan malamku
"Besok kita bisa jalan-jalan mba, mau kemana? mumpung aku lagi off kuliahnya," tawar Listia.
"Apa yah yang bagus?" Tanyaku standar. Jujur sejauh ini yang kutahu hanya tempat-tempat wisata umum saja.
"Eh aku pengen ke pantai sama stadion Piala Dunia yang kemaren," Ujarku tiba-tiba. "Tapi sore aja yah mba, paginya pengen keliling dulu sih aku,"
"Nanti janjian saja, ketemu di Blue Mosque bisa." Tawarnya.
Musim Gugur yang indah, bukan?
Pagi harinya, aku menyempatkan diri untuk berkeliling SPb (Saint Petersburg) dan mengenal sedikit moda transportasinya. Aku menginap di studio di dekat stasiun metro Chernyshevskaya, jadi untuk menaiki metro yang lebih 'sederhana' daripada di Moskow ini, kita dapat membeli kartu yang bisa di top-up melalui mesin ATM, seperti di Belanda. Kota,  ini pun menjadi salah satu tujuan pariwisata, sehingga cukup banyak copet berkeliaran di metro. Tetap waspada dengan barang bawaan ya, taruh di depan badan apabila harus berdiri di metro.
Destinasi pertama yang kukunjungi adalah kawasan Chruch of the Savior on Spilled Blood. Gereja dengan kubah yang imut seperti es krim, mirip seperti di Moskow. Tapi yang ini terletak di tepi sungai Neva. Karena masih pagi, maka kawasan itu masih sepi dan suhu menunjukkan dua derajat celcius. Didekat gereja itu juga terdapat warung makan prasmanan yang enak banget !

Perlu diketahui, lokasi wisata Saint Petersburg terpusat disana, jadi pejalan kaki bisa puas mengelilingi tanpa harus naik metro. Mau lihat taman pada saat musim gugur yang kayak di film-film kartun? Bisa banget! Tinggal ke taman di seberang Gereja, masuknya gratis. Dan suasananya sangat sejuk plus ultra indah ! Lebih indah lagi kalau berdua... #eh jomblo
Istana Musim Dingin
Aku melanjutkan berjalan kaki ke Istana Musim Dingin tempat tinggal utama para kaisar di Rusia. Di Maps sih sekitar 1,3 km jalan kaki menyusuri gang-gang kecil. Ah, santai saja, pikirku. Toh tidak diburu waktu juga. Waktu saat itu menunjukkan pukul 2 siang, sedangkan janji untuk bertemu dengan Listia pukul 4 sore.
Menurut referensi yang kubaca, interior didalam Istana Musim Dingin tersebut sangat indah seperti istana di adegan Cinderella berlari-lari gara-gara sudah jam dua belas malam. Tetapi karena aku anaknya bertipe lebih suka eksplor tempat, bukan penggila museum, maka tak kusempatkan untuk masuk kedalam dan terlebih lagi nanti bisa terlambat ketemu dengan Listia. Setelah berfoto-foto  dan keliling sebentar, pukul tiga lebih aku segera mencari metro terdekat dan segera menuju ke Blue Mosque, tapi sebelumnya kuhubungi kawan baruku tersebut.
Perjalanan menuju flat Listia
"Halo mbak! lapar kah?"  Tanya Listia ketika kami bertemu untuk yang kedua kalinya. Tak bisa kupungkiri, perutku sudah keruyukan gara-gara berjalan kaki dan eksplor tadi.
"Hm..iya sih." Jawabku tanpa sadar sembari mengelus perutku.
"Yuk makan, di resto Korea favoritku!" Ajaknya penuh semangat. Kalau dia yang ajak hatiku agak tenang, karena pasti halal.
"Bentar lagi mampir ke flat ku yuk!"
"Lah emang boleh orang asing masuk?" kataku bertanya-tanya.
"Hm...kayaknya aman sih mbak. Kayaknya om penjaganya gak hafal wajah-wajah penghuni flat, karena hampir semuanya berhijab."
"Okelah, boleh." kataku setuju gara-gara penasaran juga.
Setelah makan, kami berjalan menuju flat Listia. Tak terlalu jauh dari tempat kami makan. Saat awal masuk, wajahku dilihat secara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya seperti teks proklamasi oleh penjaga flat yang botak tersebut. Lalu ia melontarkan kalimat dalam bahasa Rusia yang tentu saja membuatku tak mengerti.
"Eh dia ngomong apa?" tanyaku bingung kepada gadis dari Kalimantan itu.
"Bentar, biar aku selesaikan."
Tak lama kemudian, ia menjelaskan bahwa tak boleh membawa tamu dari luar ke asrama mahasiswanya. Tapi ia menjelaskan bahwa aku ini tetangganya di Indonesia, lalu penjaga tersebut  dengan muka berat hati memeriksa paspor, visa dan mengembalikannya.
"Jangan lama-lama," Kata Listia. "Tapi biarin aja mbak, palingan juga lupa dia."
Kamarnya terletak di lantai empat. Cukup payah aku menaiki anak tangga. Sekamar berisi tiga orang, dan semua berasal dari Kalimantan Timur, dengan jurusan perkuliahan yang sama.
Kamar itu dilengkapi dengan penghangat ruangan, aku sempat menumpang shalat dan sempat tertidur sejenak. Ketika terbangun, satu buah plum dalam kondisi sudah terpotong dan siap untuk disantap terhidang di meja.
"Mbak, makan plum! Disini kalau musim gugur, buah plum jadi murah sekali. Bagus itu untuk pencernaan."
Baru pertama kali aku menyantap plum. Cukup renyah, krenyes-krenyes begitu.
"Mau kemana kita malam ini?" tawarnya.
"Eh? Kamu nggak capek? Besok kuliah loh."
"Besok aku kuliah siang...ayo mau kemana? Ayahku bilang wajib nemenin tamu yang jauh-jauh dateng loh.."
"Ehm..gimana kalau stadion host Piala Dunia kemarin?" 
"Boleh, yuk! Tapi kalau malam dingin mbak, anginnya kenceng juga. Nggak apa-apa?"
"Aman..."

Setelah itu kami keluar flat dengan berpamitan kepada Om gundul penjaga flat. Aku menghela nafas lega.
"Ya, di Rusia anak kuliah wajib bisa bahasa Rusia. Bahasa pengatar perkuliahan full Rusia, no English. Makanya semua mahasiswa asing wajib mengikuti pelajaran bahasa Rusia di Tver selama satu tahun pertama." tutur Listia. Pantas saja cara berbicaranya sudah seperti orang lokal.
Perjalanan Menuju Stadion yang menjadi Host Piala Dunia 2018
Percayalah, ini dingin sekali !
Akhirnya kesampaian
Untuk menuju ke Stadion tersebut, kami menuju ke stasiun metro Novokrestovskaya yang masih sangat baru, lalu menuju berjalan kaki ditengah dinginnya angin musim gugur sejauh 1,2 km. Uh, sungguh ini angin terdingin yang pernah aku rasakan. Kami berjalan melewati pantai sambil berkali-kali mengusap ingusku yang tanpa sadar keluar, lalu akhirnya melihat stadion yang tentu saja  sepi di pukul tujuh malam ini. Hanya ada beberapa remaja yang bermain otopet. Lampu-lampu yang menyoroti stadion tersebut berubah-ubah warna setiap beberapa menit. Kusempatkan berfoto barang sebentar, lalu segera memutuskan kembali karena sudah menggigil kedinginan walaupun outfiku saat itu sudah mengenakan jaket tebal dan kupluk buat naik gunung. Sebelum kembali ke studio, kupastikan ada beberapa bungkus jamu tolak angin yang sudah kubawa jauh-jauh dari tanah air, karena rasanya mukaku sudah pucat diterpa angin kutub tanpa ampun.
Terima kasih, Listia !
0
Share
Newer Posts Older Posts Home

AUTHOR

AUTHOR
Seorang wanita yang seperti kera sakti : Tak pernah berhenti, bertindak sesuka hati dan hanya hukuman yang dapat menghentikannya.

Labels

Berkeluarga INFLIGHT ITALY JAWA TENGAH Jambi KALIMANTAN TIMUR KUTAI TIMUR Lumajang NETHERLAND NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR Perancis SULAWESI SELATAN SUMATERA BARAT Sulawesi Utara Yogyakarta deutschland jakarta jawa barat jawa timur kalimantan selatan rusia

Popular Posts

  • ABOUT ME | ÜBER MICH
    "Allah menciptakanku saat sedang tersenyum, begitu pula ibu melahirkanku dengan senyum pula." Terlahir di Surabaya, 20 Juni ...
  • Berbagi Pengalaman Ketika Aku Joinan Tes D3 ITS-PLN
    Oy...sebelumya si Une minta maaf dulu, fotonya dibuat kayak hantu biar gak ada pemalsuan identitas, penghubungan alamat, walaupun aku pun...
  • Merindukan Otot Lelah dan Bau Hutan : Puncak Batu Putih, Kaliorang
    Alasan yang paling kuat untuk menjelajah Kutai Timur sebenarnya sederhana : Pandemi COVID-19. Yang awalnya memiliki rencana untuk terbang ke...
  • Deutschland für Anfänger (Pameran Jerman Untuk Pemula)
    Guten tag Leute :) Sebenarnya jujur, kejadian ini udah berlangsung sekitar sebulan yang lalu, tetapi nggak sempat ceritanya karena bentro...
  • #1 Babak Kedua Gunung Gergaji : Mengulang Pengembaraan di Barisan Karst Sangkulirang-Mangkalihat
     "Maaf ya, jika pesanmu baru bisa aku balas kira-kira hari Jumat."  Sejenak aku mengetik pesan terakhir padamu sebelum melanjutkan...
  • Asyiknya Bebas Beraktivitas Seharian Tanpa Kacamata dan Lensa Kontak ! (Pengalaman Lepas Kacamata Tanpa Bedah Refraktif)
    Apakah si Une ikut-ikutan bedah refraktif seperti lasik atau relex smile? Hm, sebenarnya itu masuk ke dalam daftar keinginanku karena memang...

INSTAGRAM : @FRAUNESIA

Copyright © 2015 Was ist los, Une?

Created By ThemeXpose