• Homepage
  • PORTOFOLIO (BOOKS)
  • About Me
Was ist los, Une?
Go-wes ! Atau dapat diartikan 'Pergi Sudah !'
Ya, pergi sudah; merupakan kalimat khas masayarakat Bontang. Selalu ada kata sudah dibelakang kata kerja, seperti : makan sudah! Cepat sudah!
Lantas, mau pergi kemana kita?
Ke Batu Lesong ! Desa Kandolo :D

Oke, untuk hari ini (13 Agustus 2016) lupakan dulu masalah kinerja korporatmu. Lepaskan seluruh beban kerjamu melalui hobi *dan baru kali ini aku melakukan hal segila ini*. 
Semua ini berawal dari gambar yang dishare dalam grup kantor. Seceruk batu berisi air dengan warna tosca. Atasanku langsung tertantang mengunjunginya apalagi setelah mendapatkan informasi bahwa jalan menuju danau (namanya Batu Lesong) cukup ekstrim. Ya wajar, atasan saya berjiwa muda dan anak balap.
Tentu saja Electric Bike *sebutan klub gowes PLN Area Bontang* tak mau kalah. Informasi untuk gowes extreme menuju Batu Lesong kami share di group, dan tak disangka, bapak Manajer Area PLN Bontang berminat untuk mengikutinya. Jelas, itu membuat kami ketar ketir. Tak ada yang mengetahui medan offroad disana seperti apa; entah itu uphill, downhill atau kondisi lainnya. 
Semoga semuanya aman terkendali.
Loading Sepeda
Jumat malam kami loading sepeda ke hilux. Danau Batu Lesong terletak di Desa Kandolo, Kutai Timur. Kalau dari Bontang kami harus menuju ke jalan Poros Bontang Sangatta sekitar 30 menit dengan kendaraan bermotor. Untuk menuju danau Batu Lesong kami harus trekking selama 2 jam (menurut sumber yang kami dengar). Kalau trekking 2 jam, kalau sepeda mungkin bisa menghemat minimal 30 menit, pikirku. Apalagi naik motor bisa 1 jam sambil menikmati pemandangan.

Sabtu tiba. Kami yang merencanakan berangkat pukul 7 pagi harus molor hingga jam setengah sembilan. Ada yang masih ambil helm, sarapan dulu, nunggu ini dan itu. Padahal kalau pukul sembilan di daerah sumbu ekuator itu sudah terasa panasnya. Jadi sudah dibayangkan, bagaimana suasana nanti.

Kami disambut dengan bebatuan cadas untuk menuju ke Batu Lesong. Aku bersyukur Bapak Manajer memilih naik motor bersama kelompok JapStyle.  Setelah melemaskan tubuh terlebih dahulu, Go-Wes ! ke Batu Lesong pun dimulai sambil beriringan dengan tim motor JapStyle PLN Area Bontang, The Jabrix. Sajian awal perjalanan kami adalah perkebunan sawit dengan jalan batu-batu cadas, sesekali diselingi tanah lumpur.
Berfoto : Penawar Lelah Sepanjang Perjalanan
Didepan mata tanjakan sudah terlihat, harus pandai-pandai mengatur nafas dan gear sepeda agar tak putus tengah jalan. Lumayan, tanjakan cukup menguras tenaga dan emosi.
Selepas hutan sawit, perbukitan menghadang didepan mata. Luar biasa indahnya. Kontur tanah semakin banyak becek dan strategi untuk memilah jalan yang benar mulai diterapkan. Naik, turun, hingga tak jarang sepeda hampir oleng. Hingga akhirnya beristirahat di sebuah pondok sebelum melanjutkan tanjakan seram berikutnya yang menghadang di depan mata.
Perjalanan : Jadi Kepiting Rebus
Bayangkan, kami melewati bebukitan di depan
Tak lama kemudian ada instruksi dari Bapak MA (Manajer Area) dari atas tanjakan. "Mbak, mas! Jalan selanjutnya jelek! Gimana? Masih mau lanjut? Kayaknya motor susah lewat!"
Ya, telingakupun mendengar suara mesin motor-motor berdengung, bergelut, berjuang hingga lolos dengan lengketnya lumpur dari atas sana. Warga lokal yang berladang disekitar sana pun berkata kalau lumpur diatas cukup menyulitkan pergerakan.
Salah satu anggota Electric Bike membawa 8 helai bendera merah-putih. Setiap anggota mendapatkan satu bendera untuk ditalikan di masing-masing sepedanya. Yah, bagiku itu semacam jimat semangat menghadapi aral selanjutnya. Malu sama Sang Saka apabila aku tak bisa memperjuangkan hingga keatas.
Semangat memperjuangkan merah putih ! Lelah dan panas kami hajar, lumpurpun kami terjang. Jangan mau kalah dengan pejuang yang memperjuangkan merah putih. Walau ada beberapa yang menginstruksikan mundur karena tak tahu berapa lama lagi mengayuh dan cuaca berganti mendung. Ah, itu tak mengapa. Siapa tahu 5 langkah didepan sudah sampai dan kamu menyerah begitu saja?
"Masih kuat?"
Kami serempak menjawab, "Sangat Kuat!"
Benar saja, tak lama lagi kami menemukan pondok yang menjajakan makanan dan minuman ringan serta beberapa motor yang terparkir disana. Sejenak kami melepas lelah sembari ngobrol sama ibu penjual. Tak tahunya menuju Batu Lesong harus trekking sejauh 2 km lagi menembus hutan.

"Kalau sepeda ringan saja, bisa masuk kedalam. Kalau motor dititip disini saja." himbau ibu penjual. Tim gowes membawa sepedanya masuk lalu tim JapStyle berjalan kaki. Cukup sulit juga gowes di rimba tropis seperti ini, lumpur dan akar-akar mencuat membuat kami harus meningkatkan kewaspadaan. Tak dapat kupungkiri, rimba Tropis Kalimantan sangat memukau. Liana-liana yang membentuk tajuk, aliran sungai kecil ditengah hutan, bau daun membusuk, cuitan burung-burung hutan yang merdu menemani trekking menuju Batu Lesong. Ternyata, jalan kaki 2 jam sama seperti gowes, 2 jam pula ! Luar Biasa....
Perjuangan Bersama Sang Saka

Bangga Dapat Membawanya Kemari
Tak lama kemudian hujan turun dengan derasnya membuat semua kalang kabut menyelamatkan perangkat elektroniknya. Awalnya kami berencana menyandarkan sepeda kami baru melanjutkan trekking (karena jalanan memang sangat licin), tapi akhirnya mereka memutuskan untuk membawa sepeda mereka. Aku tak ikutan karena aku belum tahu medan.
Setelah menempuh beberapa medan cukup ekstrim, *hal ini mengingatkanku seperti jalur Senaru, Rinjani* akhirnya kami sampai di sebuah danau dengan air yang berwarna hijau tua dengan kondisi hujan deras. Tanpa ba-bi-bu temen-temen berlompatan kedalam danau dengan gaya-mereka masing-masing. Akupuin ikut berloncatan sambil teriak, air di Batu Lesong sangat segar dan alami. Di danau juga disediakan tali melintang untuk berpegangan, mengingat danau tersebut cukup dalam.
Batu Lesong
Belum lagi mitos masyarakat sekitar yang beranggapan kalau Batu Lesong dihuni oleh seekor siluman buaya putih, membuatku makin penasaran ingin ketemu buayanya. #halah
Maksud hati longex malah blur gara-gara ga ada tripod
Electric Bike
Panorama yang ditawarkan sungguh indah, air terjun kecil dan pepohonan menghijau serta danau yang dibingkai bebatuan coklat dan berlubang-lubang. Kami berebut berfoto, main air dan tertawa bersama. Terlupakan sudah hubungan antara atasan dan bawahan, kami semua bermain bersama.

Bergaya masing-masing
Satu jam tiga puluh menit kami bermain, akhirnya kami meninggalkan Batu Lesong. Trekking pun dimulai kembali, kondisi tanah makin ekstrim karena pasca hujan dan menimbulkan petrikor-petrikor yang menggoda. Berjalan terseok-seok sambil menahan massa tubuh *sekilas merasa kalau latihan trekking ke Kerinci, insyaallah Oktober 2016* lalu meraih sepeda yang terparkir dan membawa kembali keatas. Sang saka yang terikat sudah basah dan terciprat lumpur. Ya, waktunya kembali ke Bontang.
Jalanan yang kami lalui saat berangkat tampaknya telah berubah menjadi bubur, aku menuntun sepedaku ketika melewati trek yang sulit dengan sedikit susah payah hingga sempat terjengkang melawan lumpur. Tapi aku bangkit kembali, membawa sepeda dan merah putihku kembali kebawah.

Terima kasih :
Electric Bike : Tataq, Une, Arieta, Adi, Farhan, Imuk, Novy, Anas, Pak Puguh
Tim Jabrix : Mas Brow (Eko), Rendra, Shidiq, Ilham, Teguh, Hilman, Umar, Jamal, Imam, Doni

Tips menuju ke Batu Lesong :
- Karena Cuaca yang tak menentu, ada baiknya bawa dry bag untuk gawai anda
- Gunakan alas kaki yang nyaman untuk trekking (mutlak perlu)
- Tempat ini tergolong masih alami, jagalah kelestariannya.

0
Share
Ugh, semua ini gara-gara semalam.
Semalam aku dan kawan-kawan Kotabaru sempat nongkrong sambil main uno dan membicarakan rencana untuk keesokan harinya (7 Agustus 2016) untuk menuju ke Pasar Apung Lok Baintan. Menurut Ario, untuk menuju Lok Baintan dari Banjarbaru berangkat sekitar pukul 04.30 WITA agar pedagang di Pasar Apung belum bubar.
Oh ya? yakin jam 04.30 WITA berangkat? Nyatanya malam itu kami main uno hingga kafe tutup jam 00.00 WITA. Karyawan kafe mengusir kami dengan tatapan matanya.

7 Agustus 2016

04.00 WITA
I wake up with blood shoot eyes,
Struggled to memorized ...
(Maroon 5 - Make Me Wonders)

Lok Baintan - Sungai Tabuk
Aku terbangun dengan mata memerah, tidur hanya 3 jam. Tentu saja gara-gara tak ingin menyia-nyiakan kesempatan berkunjung ke Lok Baintan gara-gara kesiangan. Oh ya, tugasku pagi itu adalah misscall cowo-cowo yang pasti masih ngeboisasi.
Setelah miscall sana-sini akhirnya kami berangkat pukul 05.00 WITA menuju Banjarmasin. Dari Banjarbaru hanya membutuhkan waktu sekitar 30-45 menit tergantung keberanian sang driver selip sana-sini.
Untuk menuju Lok Baintan, kita harus menuju salah satu pelabuhan di tepi Sungai Tabuk. Karena kebetulan hari Minggu, jadi jumlah pengunjung cukup padat dan kami sempat tak kebagian kapal. Akhirnya cari sana-sini dapat sewa kapal yang agak mahal, sekitar 700 ribu per kapal (normalnya 300-500 ribu).
Masih mengandalkan perahu dengan tenaga dayung
Perjalanan dari dermaga ke Lok Baintan sekitar 45 menit, waktu sudah menunjukkan pukul 05.45, jadi estimasi sekitar 06.30 kami sudah sampai di Lokasi. Hawa sepanjang sungai sejuk, selama perjalanan kami dapati rumah-rumah kayu dan masyarakat sekitar yang masih mengandalkan transportasi air.
Deg-degan juga. Sudah beberapa kudapati pedagang pasar apung yang sudah bertolak pulang dengan barang dagangan yang sudah habis. Ugh, gimana ini kalau sampai disana sudah sepi?
Interaksi penjual dan pembeli
45 menit terapung diatas air, akhirnya kami sampai juga di Lok Baintan. Ternyata masih ramai. Pengunjung sibuk berfoto sana-sini. Kebanyakan pedagangnya adalah ibu-ibu bertopi lebar bak jamur. Mereka menjajakan hasil bumi dan buah-buahan. Ada pula yang menjajakan nasi kuning, atau wadai (kue dalam bahasa banjar)
Hiruk-Pikuk Lok Baintan
Menyedihkan ketika bertemu sampah plastik -_-
Untuk pengganjal perut kami membeli beberapa wadai. Ada yang khas mirip cucur, terbuat dari gula merah tapi tekstur agak keras, dan aku suka itu.
Durasi kita melihat-lihat di Lok Baintan sekitar 1 jam saja karena banyak pedagang yang sudah meninggalkan lokasi. Bagiku Lok Baintan adalah pasar yang unik, terapung dan membutuhkan kelihaian mendayung untuk berbelanja maupun berjualan disana. Mirip-mirip floating mart di Thailand, bukan?
Cengar-cengir mirip kebo disawah
Martapura, Kota Intan

Penerbangan menuju ke Balikpapan pukul 14.10 WITA, sedangkan pukul 12.30 WITA aku masih santai di mess, dan itu belum ke Martapura.
Apa?!
Jarak dari Banjarbaru ke Martapura hanya 15 menit dengan motor. Aku dibonceng si Ario udah mirip kesetanan, selip sana-sini sukses bikin aku bergidik dan berteriak.
"Ario ! Yang bener kalau nyetir!"
Dia hanya ketawa-ketawa sambil ngeles jawabnya.
Kurang afdol martapura tanpa foto disini :D
Alun-Alun di Martapura
Suasana di Martapura sungguh terik. Aku hanya berniat foto-foto di alun-alun dengan tulisan Martapura. Di Sebelah Alun-alun terdapat pasar yang menjajakan batu-batuan semacam agate ataupun kerajinan intan yang diperoleh dari penambang tradisional. Untuk masalah berbelanja aku kurang care juga, ditambah lagi berpacu dengan waktu agar tidak ketinggalan jadwal penerbangan. Jadinyaaa....aku belum puas explore Martapura saat itu.
Mungkin kali kedua aku bisa lebih lama disana !

Banjar.., Unda katuju' lawan ikam :*
(Banjar....aku suka kamu)

Tips menuju Lok Baintan :
1. Saat hari libur, booking perahu sebelum menuju Lok Baintan. Karena dipastikan full booked dan mahal ketika booking di lokasi
2. Usahakan tiba di pelabuhan minimal pukul 05.00 WITA
3. Jangan buang sampah sembarangan di sungai ketika berbelanja di pasar
4. Untuk kamera : Lensa wide dengan filter CPL menjadi pilihan yang pas. Atau kalau ingin beda gunakan fish eye. Karena waktu pagi hari, gunakan tonal hangat agar memberi kesan dramatis.
5. Pastikan timing yang pas, jangan sampai tergesa-gesa kejar pesawat ya :D

Terima kasih kepada 5 cowok diatas :)


Gambar diambil dengan : Sony XPeria Z5 Compact dan Sony NEX6 *no editing*
0
Share
Jumat, 5 Agustus 2016

Kali Pertama :3
Gemerlap lampu bak intan disebar menemani penerbangan malamku dengan pesawat ATR menuju bandara Syamsudin Noor, Banjarbaru. Penerbangan kali ini adalah penerbangan malamku perdana, dan hasil dari setan menggerayangi pikiran untuk iseng beli tiket pesawat. Tak terencana.
Bak Intan Tersebar
Kebetulan setelah dinas hari Jumat di Balikpapan, aku langsung terbang ke Banjar. Aku kontak rekan angkatan yang bertugas di Banjar (Ario). Dia memastikan bakal aman di Banjar, walaupun Sabtu keesokan harinya ia tak bisa menemaniku melakukan napak tilas *preet* tapi ia menjanjikan rekan dari Kotabaru untuk menemaniku.
Tak tahunya si Darlius (Kotabaru) mesin di unit kerjanya sedang mengalami gangguan, jadinya ia berniat belanja spare part di Banjarmasin hari Sabtunya.  Ugh, takdir berkata kali ini aku harus liburan sendiri lagi. 
Kedatangan yang pertama kali di Banjarbaru terasa begitu surprise. Entah mengapa, haha. Untuk malam itu aku numpang menginap di mess milik PLN Udiklat Banjarbaru. Tepatnya untuk dua malam  kedepan.
"Sori, aku bener-bener nggak bisa nemenin. Aku ada acara gathering. Kalau mau pake motor, pake aja besok," Tawar Ario. "Bisa kan jalan sendiri? Kan ada google maps."
"Santai aja, kalau ada motor aman," Kataku menenangkan. "Sudah biasa kok."
"Nggak kaget kalau kamu. Sip dah, kalau ada apa-apa hubungi aku aja."
"Maklum jomblo, kemana-mana sendirian terus." Lanjutku dalam hati.
Aku segera membersihkan diri. Mess Udiklat sangat nyaman, terlebih aku sendirian disana. Aku teringat Hendra, kawan dari Instagram yang belum pernah kopdar sama sekali. Segera aku hubungi dia. Tapi sayang sekali, dia sedang ada acara lain untuk dua hari kedepan.
"Kamu sih, dadakan," keluh Hendra.
"Mau gimana lagiii...."
Tapi beruntunglah dia walaupun tak bisa menemaniku, ia memberi referensi tempat-tempat keren di sekitar Banjar. Seperti Matang Kaladan di Riam Kanan dan beberapa lokasi menarik di Banjarmasin. Gambar-gambar yang ia kirimkan mampu membiusku dan akhirnya menjadwal ulang yang awalnya hendak ke Tanah Laut (Pelaihari) untuk melihat Bukit Lintang dan Rimpi. Toh panorama yang ditawarkan juga hampir sama dengan Matang Kaladan.

Sabtu, 6 Agustus 2016
Aku mempelajari jalan menuju Mandiangin. Darlius sudah memberikan petunjuk untuk menuju kesana. Katanya hanya 45 menit naik motor. Aku memberanikan diri, toh ini juga bukan pertama kalinya aku touring sendirian. Sudah jauh-jauh kesini, masa aku tak nekat sedikit. Haha.
"Tapi STNK motornya ngga ada nih," Kata Darlius sambil nyengir.
"Hah? Nanti gimana?" Seruku gentar. Tentu saja aku tak ingin mencari perkara konyol di tanah orang.
"Banjar nggak ada polisi. Tenang saja kau." Kelakarnya meyakinkan.
Yah, semoga.
"Bisa kok," Pesan Ario yang dikirimkan via pesan singkat.
Dengan dukungan kedua teman angkatanku, maka aku langsung meluncur kearah Mandiangin tanpa ragu dengan motor matic biru ber-plat DA tersebut. Aku sempat sarapan dan membeli perbekalan di tengah jalan. Aku berangkat dan hari sudah mulai terik, sekitar pukul 10.00 WITA.

Riam Kanan, Tiwingan Lama kecamatan Aranio.
On The Way Riam Kanan, cantik kan ?!
Kupacu motor dengan riang, bernyanyi sambil berteriak kecil. Menuju Mandiangin jalannya mudah, tinggal lurus lurus saja dari Banjarbaru. Suasana sepanjang perjalanan berdebu dan dipenuhi truk-truk kuning berlalu lalang membawa bebatuan. Sejenak sebelum masuk kecamatan Aranio, kondisi kanan kiri jalan sudah dipenuhi perbukitan hijau. Tak salah lagi, ini adalah jalan yang benar menuju Waduk Riam Kanan.
Desa Tiwingan Lama, Aranio
Terik
Karena kedua temanku belum tahu Matang Kaladan, maka aku menggunakan instingku tanpa bertanya ke penduduk sekitar. Hanya mengikuti mobil didepanku, lalu aku mendapati tulisan "Wisata Matang Kaladan". Segera aku memarkir motor pinjaman ke warga lokal yang ada di sekitar situ, tentu saja sambil basa-basi seputar tempat wisata tersebut.
Selamat datang di Matang Kaladan
"Berapa lama keatas pak?"
"Wah, saya sendiri belum pernah keatas mbak, menurut pengunjung sekitar 30 menitan. Kalau siang begini sepi mbak. Biasanya sore atau pagi-pagi orang naik lihat matahari."
Iya, ini memang sudah sangat siang untuk trekking. Jam ditangan menunjukkan 11.00 WITA. Kondisi sudah panas-panasnya, dan pengunjung sudah banyak yang turun dari Matang Kaladan.
"Mbak dari mana?" Tanyanya dengan logat Banjar khas. Kadang-kadang diselingi bahasa banjar yang tak kumengerti maksudnya.
"Bontang."
"Sendiri? Naik motor?"
"Iya pak," *sambil nyengir*
"Wuuih, kok tau jalan kesini mbak??"
"Dikasih tahu teman pak, jalannya juga mudah."
Selepas percakapan ringan aku ijin pinjam toiletnya, kulihat bukit Matang Kaladan ternyata cukup curam dan terasa panas membakar. Tampak iring-iringan orang turun sambil berpegangan tali yang disediakan masyarakat setempat.
Huh, tampaknya salah perhitungan waktu. Ini begitu panas !
Tanpa membuang waktu aku segera trekking. Sebelum trekking aku membayar administrasi tiga ribu rupiah. Trek pertama cukup landai melewati kebun karet, lalu mulai cukup menukik tajam, diperparah aku tak membawa ransel (hanya tas selempang kamera) yang menyulitkan pergerakan, cuaca superterik dan tanpa teman yang diajak bercerita selama trekking. Oh, aku hanya bisa berharap ketemu teman atau cowok keren sepanjang perjalanan naik.
Nyatanya? Nihil. Tentu saja tak ada yang berfikir untuk naik disiang bolong seperti ini. Ada beberapa pengunjung yang kutemui sudah turun dengan wajah yang memerah dan berpeluh.
Jalur trekking yang sudah disediakan tali
Huh, untuk membunuh rasa payah yang mulai menyerang, aku menoleh kebelakang. Panorama yang tersaji sangat menarik. Dari separuh perjalanan aku dapat melihat indahnya Riam Kanan, Pulau-pulau disekitarnya dan riak dari kapal-kapal pengunjung yang membelahnya.
Belum sampai puncak dan sudah seindah ini
Titian demi titian sudah kulalui. Puncak sudah didepan mata dengan bendera Indonesia yang terikat di pohon. Suasana di puncak sangat panas, tanpa pohon satupun yang menaunginya.
Selfie : Tanda Para Petualang Jomblo
Aku sedikit melipir kepinggir mencari naungan diantara semak-semak. Mengatur nafas lalu bersantap  roti sebentar. Tak ada satu orangpun dipuncak, dari jauh hanya terdengar semilir angin dan sayup-sayup adzan dhuhur. Beginilah aku menikmati hari liburku. Sendiri, duduk tertiup angin dan membayangkan wajah orang yang kucintai.
Didominasi Perbukitan
Saat mencari spot, betapa menyedihkan ada beberapa botol air mineral yang telah berganti isi dengan urine manusia dengan bau yang tak mengenakkan. Sungguh aku jengkel dan ingin melempar botol itu beserta isi kepemiliknya kalau aku tahu tersangkanya.
Puncak Matang Kaladan
Setelah kesedihan pertama gara-gara menemukan botol urine, kesedihan kedua adalah tak ada satupun yang memotretku. Tripod rusak, dan andalanku hanyalah monopod yang membuatku tak bisa bergerak bebas dan mengambil gambar full body.
Setelah puas berfoto, aku segera turun sekitar pukul 13.00 WITA. Kalau naik memang butuh 30 menit dengan cara berjalanku, kalau turun hanya butuh sekitar 15 menit saja.
Usai shalat dan mengambil motor, entah mengapa aku berfikir untuk mengunjungi PLTA P.M Noor Riam Kanan. Tanpa pikir panjang aku menuju kesana, urusan perijinan, wallahu'alam.

PLTA P.M Noor
Bangunan PLTA P.M Noor
"Tidak boleh ! Pokoknya tidak boleh! Buat apa mbak masuk kedalam?" Gerutu satpam penjaga PLTA, mungkin ia sebal melihat wajah anak-anak sepertiku masuk kedalam PLTA, dikira cari Pokemon mungkin.
Ngngng...oke. Aku mengeluarkan jurus andalan terakhir. Sejurus kemudian aku merogoh dompet dan menyodorkan Id card PLN kepada satpam penjaga. Ia melihat-lihat Id Cardku lalu tiba-tiba wajah garangnya berubah menjadi  bidadari.
"Eh, mbak PLN Bontang di Kaltim? Jauh banar..." 
"Iya pak, pengen lihat PLTA, maklum di Kaltim tidak ada."
"Naik motor kesini? Sendiri? Luar Biasa..." Timpalnya sambil terkekeh, lalu mempersilakan aku masuk kedalam. Tingkahnya mendadak jinak.
Bendungan Riam Kanan
Bagian yang paling aku suka adalah suasana di sekitar PLTA-nya. Damai, sejuk, hijau, jauh dari kebisingan dan yang terdengar hanya gemericik bendungan. Aku memasuki bagian sentral PLTA (tentu saja menggunakan peralatan safety yang telah tersedia) dan control room nya.
Sentral PLTA
Suasana yang hijau yang menenangkan
Air Sebagai Penggerak Utamanya
Control Room

Bagian belakang kantor terdapat hamparan rerumputan hijau yang cukup menarik buat berfoto dan ada monumen peringatan kematian saat pembangunan bendungan di tahun 1969.
Selfie Sendiri
Spot Favorit
Puas explore setiap sudutnya, aku segera berkemas untuk kembali ke Banjarbaru. Kondisiku saat itu sudah mengantuk dan cukup lelah. Mukaku tampaknya sudah berwarna merah campur abu-abu debu.

Bunyi pesan masuk ke ponselku. Darlius. Ia baru sampai di Banjarbaru juga setelah belanja dari Banjarmasin. Ia mengajakku untuk nongkrong malam hari bersama kawan lain dari Kotabaru sembari menikmati Banjarbaru dikala malam tiba.

bersambung.....

Tips menuju Matang Kaladan :
1. Timing yang pas itu perlu, jangan sampai terlalu terik saat trekking. Aku sedikit berfikir bahwa menikmati sunset atau sunrise bagus juga.
2. Jangan kesini saat hujan tiba, sudah pasti jalur licin dan membahayakan
3. Taruh urine dibotol lalu ditinggal di puncak? Jangan ditiru !
4. Pakai sandal yang nyaman
5. Oh ya, untuk masuk ke kawasan PLTA untuk masyarakat umum tampaknya tak mudah. Karena termasuk obvitnas dan dikhawatirkan terjadi hal yang membahayakan


Gambar diambil dengan : Xperia Z5 Compact *no editing*
0
Share
Newer Posts Older Posts Home

AUTHOR

AUTHOR
Seorang wanita yang seperti kera sakti : Tak pernah berhenti, bertindak sesuka hati dan hanya hukuman yang dapat menghentikannya.

Labels

Berkeluarga INFLIGHT ITALY JAWA TENGAH Jambi KALIMANTAN TIMUR KUTAI TIMUR Lumajang NETHERLAND NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR Perancis SULAWESI SELATAN SUMATERA BARAT Sulawesi Utara Yogyakarta deutschland jakarta jawa barat jawa timur kalimantan selatan rusia

Popular Posts

  • ABOUT ME | ÜBER MICH
    "Allah menciptakanku saat sedang tersenyum, begitu pula ibu melahirkanku dengan senyum pula." Terlahir di Surabaya, 20 Juni ...
  • Berbagi Pengalaman Ketika Aku Joinan Tes D3 ITS-PLN
    Oy...sebelumya si Une minta maaf dulu, fotonya dibuat kayak hantu biar gak ada pemalsuan identitas, penghubungan alamat, walaupun aku pun...
  • Merindukan Otot Lelah dan Bau Hutan : Puncak Batu Putih, Kaliorang
    Alasan yang paling kuat untuk menjelajah Kutai Timur sebenarnya sederhana : Pandemi COVID-19. Yang awalnya memiliki rencana untuk terbang ke...
  • Deutschland für Anfänger (Pameran Jerman Untuk Pemula)
    Guten tag Leute :) Sebenarnya jujur, kejadian ini udah berlangsung sekitar sebulan yang lalu, tetapi nggak sempat ceritanya karena bentro...
  • #1 Babak Kedua Gunung Gergaji : Mengulang Pengembaraan di Barisan Karst Sangkulirang-Mangkalihat
     "Maaf ya, jika pesanmu baru bisa aku balas kira-kira hari Jumat."  Sejenak aku mengetik pesan terakhir padamu sebelum melanjutkan...
  • Asyiknya Bebas Beraktivitas Seharian Tanpa Kacamata dan Lensa Kontak ! (Pengalaman Lepas Kacamata Tanpa Bedah Refraktif)
    Apakah si Une ikut-ikutan bedah refraktif seperti lasik atau relex smile? Hm, sebenarnya itu masuk ke dalam daftar keinginanku karena memang...

INSTAGRAM : @FRAUNESIA

Copyright © 2015 Was ist los, Une?

Created By ThemeXpose