• Homepage
  • PORTOFOLIO (BOOKS)
  • About Me
Was ist los, Une?
Om Une? Om Une siapa ya?

Maksudnya Om Une disini adalah diriku sendiri. Kenapa harus Om? Ya karena ketika main sepeda terutama di trek enduro atau downhill aku selalu dipanggil 'Om' karena tingkah polahku yang seperti cowok.
Untuk kesempatan cuti kali ini aku merencanakan untuk mencoba trek anjrut-anjrutan di Kinco Bike Park, ya lazimnya disebut trek downhill Pacet karena letaknya memang di Pacet, kawasan wisata pemandian air panas Mojokerto, atau nama lengkapnya EJD Kinco Bike Park, dimana EJD merupakan singkatan dari East Java Downhill.

Kenapa harus ke Pacet?
Nah aku hanya memiliki waktu lima hari libur terpotong dua hari untuk perjalanan. Jadi sisa tiga hari yang kubuat untuk acara sepedaan dan sudah kurencanakan berbulan-bulan yang lalu. Alhamdulillah emakku mau nganterin aku anjrut-anjrutan di trek Pacet. Maafkan hobi anakmu yang cukup maut ini yah emak...
Sebelum memilih trek Pacet, aku survei terlebih dahulu melalui channel You Tube dan wawancara singkat dengan Om Andri. Menurut Om nya, trek Pacet relatif aman dan bisa dirolling kalau lihat rider yang langganan jatuh sepertiku ini.
Dan penerawangan via You Tube, maka didapatkan pencerahan dan review dari para master yang menyatakan bahwa trek Pacet aman dan rollingnya agak kenceng.

Pakai Sepeda Apa?
Ya jelas pakai sepeda Full suspension kesayangan aku yang warnanya Black Pink dengan T180. Kalau pakai hardtail ya menakutkan, hehe.
"Udahlah, aman aman. Sepedamu udah oke." Salah satu om menyemangatiku.
Iya, sepedanya oke, skill orangnya nggak sama sekali. Bondo nyali.

Jadi kita mulai pukul 10.00 WIB. Saranku jangan terlalu siang karena curah hujan di Pacet cukup tinggi, tapi beruntunglah saat itu cuacanya cerah dan trek tidak terlalu kering, karena jenis ban Nobby Nic yang aku pakai ini paling licin dan kurang nge 'grip' kalau kalau ketemu trek dengan tanah yang benar-benar kering kerontang. (menurut pendapat saya, karena sering terjatuh di trek yang kering).

Rider pagi itu cuma berempat, dua Om yang memang asli pemain downhill (Men Master), Gus Sunan dan Om Aji, lalu Om Andri yang aslinya pemain juga, dan satunya lagi cewek...eh maksudnya Om Une yang cuma atlit foto-foto.
Run pertama masih santai sih, masih mengenal treknya sempat jatuh dua kali. Jatuh yang pertama masih aman, dan yang kedua sukses ambil jump tapi takut mendarat, alhasil sepeda itu malah mendarat diatas tubuhku yang malang.
Masih Kenalan Sama Hantu Penunggu Trek
Setelah run pertama ini, kesimpulan yang kutarik ternyata treknya terhitung asyik dan aman. Ada double jump tapi masih bisa dirolling, root section yang aman, steep slope dari bambu yang curam dan menakutkan tapi aman, jembatan bambu yang paling jadi favoritku karena khas sekali di trek Pacet ini. Jumpingan kecil-kecil, aman kalau speed nya dapet. Nah, Om Une aja berani, apalagi kalau Om-Om yang beneran yah, pasti mainnya makin ngeri. Obstacle sih tidak terlalu banyak tapi tetap butuh konsentrasi tinggi.
Menuju Run kedua, masih kuat foto-foto
Run kedua, ketiga, keempat relatif asyik dan aku berani menambah kecepatanku. Aku sempat foto-foto di acara downhill ceria ini. Yah walaupun hasil foto mencerminkan skill yang dimiliki juga. Di acara fun downhill ini memang banyak yang perlu dibenahi untuk skill ku. Terutama saat nge berm (belokan). Saat divideo aku memang terlihat sangat jelek dan kaku saat nge berm. Nggak bisa ikutin lekukan berm. Untuk berm-berm yang kecil sih aku masih lumayan. Cuma berm yang benar-benar berbentuk hampir U-Turn itu aku benar-benar ketakutan, jadinya kaku banget saat melintasinya. 
"Butuh latihan dan proses," Om-om lain menguatkanku.
Root Section
Dan untuk run terakhir yang pamungkas ini, aku ditawarin pakai sepeda Downhill, bilangnya lebih asyik dan enak. Wah ya jelas saya khawatir kesusahan handling nya, ini sepeda orang, kalau kenapa kenapa dompetku yang kenapa-kenapa juga nanti, terlebih lagi ternyata saddle nya ketinggian buatku, jadi gagal deh kesempatan mencoba sepeda downhill, hehe.
Run penutup kali ini konsepnya kereta-keretaan biar aku nggak kelihatan gowes sendirian (kayak jomblo) saja. Kebetulan Om Une disuruh didepan, dan yang dibelakangku pas Om Aji yang pakai sepeda downhill Intense itu. Waduh beban mental sepanjang trek rasanya.
"Om pelan pelan saja yah, aku penakut soalnya." Pintaku sambil membalik posisi action cam kebelakang dengan tangan gemetar.
Cukup seram disini. Tapi daripada putar balik mending nekat
"Santai aja mbak."
Dan....final run. Jumpingan pertama aman, berm U turn pertama aku jatuh karena ragu dan kebanyakan ngerem, waduh. Iya diketawain tapi muka Om Une sudah kebal dengan tertawaan seperti itu.
Dengan gemetar ambil sepeda lalu lanjut run dengan posisi badan yang sudah terlanjur malu. Om Andri sempat merekam aksiku, sehingga aku bisa mempelajari beberapa kesalahan dan postur berkendaraku yang masih perlu diperbaiki.
Tapi beruntunglah ketika aku berada paling depan, karena Om-Om belakangku selalu meneriaki dan menyemangati aku untuk memilih jalur yang aman sehingga speed tetap terjaga.
"Ayooo pas berm pandangan jauh kedepan, jangan ke berm. Nanti handlebar otomatis mengikuti arah pandanganmu." teriak om dibelakang.
"Udah dilos ajaaa..."
"Ambil pinggir dulu kalo ngeberm..."
Dan bermacam-macam teriakan lainnya.
Jembatan Bambu
Tapi aku senang diteriaki dengan kata-kata membangun seperti ini. Edukatif dan menambah rasa percaya diri. Terbukti beberapa berm terakhir aku lebih yakin dan bisa melewatinya dengan lebih baik. Sempat kurekam di action cam, tapi belum dibagikan karena kapasitas video yang lumayan besar.
"Aduh mbak nya kalo run ternyata lumayan kenceng yah," Kata Gus Sunan.
"Haduh masak kenceng om, kura-kura aja kok."
"Yo lumayan kenceng lah mbak'ee...hehehe"
Aku cek kecepatan maksimalku hanya 50.9 km/h, dan waktu terbaikku mencapai 5,45 menit. Semuanya turunan, tapi aku keringatan, keringat tegang.
"Percaya diri saja, Une. Kamu hanya butuh frekuensi latihan. Jangan takut !"

Terima kasih om-om yang sudah menemaniku run dan coaching clinic singkatnya, senang mengenal kalian para master :D 
Perhatian : Selalu gunakan alat pelindung diri ketika uji nyali di trek ini.


Kinco Bike Park (Trek Downhill Pacet)
Desa Padusan, Kawasan Wisata Air Panas Pacet, Mojokerto
Tiket Masuk : Rp 10,000 ,-

Panjang Rute : 1,65 km
Elevasi : 192 m
Start : 1131 mdpl
Finish : 939 mdpl

Trek Downhill Pacet bisa dicek di :
Starava : https://www.strava.com/activities/2298873085
2
Share
Ramadhan tahun lalu, masih ingat betul aku menuliskan sebuah postingan tentang kunjungan ke puncak B29 bersama ayah, ibu dan kakak sepupu. Saat itu karena terlalu siang, maka kabut yang menyelimuti lembah dan menangkupi Bromo pun sudah sirna.
Kala itu aku cerewet menanyakan rute sepeda kepada om-om ojeknya, dimana rute yang mayoritas turunan, karena aku berharap suatu hari dapat menjelajahinya dengan sepedaku.

April 2019
Gerbang Masuk ke Atas Awan
Kuberanikan diri untuk mewujudkan keinginan tahun lalu. Aku ingin menjelajahi B29 dengan membawa sepeda yang berwarna pink tersebut. Berdasarkan info yang didapatkan dari Mas Eko dan Mas Jaka, rute total dari B29 menuju P74 sekitar 33 km dan mayoritas turunan, beberapa tanjakan dengan bermacam-macam medan, yah, bisa disebut trek enduro. Wah cocok sekali dengan karakter sepedaku yang paling merasa bahagia melihat berbagai macam turunan yang beraneka rasa.

20 April 2019 - 00.30 WIB
Dini hari mata ini sudah terjaga, padahal alarm diatur pada pukul 01.45 WIB. Terlelap hanya tiga jam dari pukul sepuluh malam. Kami janjian start ke B29 untuk mengejar fajar terbit pukul dua pagi, sedangkan perjalanan ke puncak membutuhkan waktu paling lambat dua jam.
Akhirnya aku memutuskan untuk buang air besar terlebih dahulu di pagi buta itu untuk sedikit menangguhkan perasaan ketidaksabaranku. Tak lama kemudian pesan singkat mampir dari rekan gowes di gawaiku, memastikan apakah aku sudah bangun atau belum.
Pakai Sarung, Tanda Kearifan Lokal Suku Tengger
"Assalamualaikum, wes tangi mbak?" (Assalamualaikum, sudah bangun belum mbak?")
"Aman om," Jawabku cepat tanpa membalas salamnya, eh akhirnya aku balas dalam hati juga.
Lantas segera ku bersiap tanpa mandi. Hanya cuci muka dan memastikan tak ada air liur yang mengering di sudut-sudut bibirku.
Pukul 02.15 WIB, mobil pick up dengan modifan rak sepeda di bak nya menjemputku. Rencana petualangan hari itu ada enam partisipan, tapi ada seorang yang tak hadir dikarenakan tidak sadar akan hari diselenggarakannya acara tersebut *hilang ingatan sementara* sehingga sisa lima partisipan, seperti biasa aku sendiri makhluk yang paling cantik.


Menuju ke B29 ternyata membutuhkan waktu satu jam, kami sampai sekitar pukul empat pagi dan sayup-sayup suara adzan subuh mulai terdengar. Lima ekor sepeda kami naikkan hingga gerbang puncak menggunakan ojek, begitu pula dengan para rider. Dinginnya udara menghantam kami, untunglah aku sempat membawa sarung untuk menghalau hawa dingin khas suku Tengger.
Kutunaikan subuh yang terasa beku di warung dekat tulisan Puncak B29. Selepas itu semburat mega-mega merah mulai menampakkan pesonanya di kejauhan.
"Mbak beruntung sekali, sunrisenya pas apik banget iki. Biasane gak secerah iki," Jelas mas Jaka. Beberapa dari mereka sibuk mengambil siluetnya masing-masing, begitupun diriku.
"Kene wes sering mrene tapi momen e bedo-bedo mbak," (Kita sering kesini, tapi momen nya selalu berbeda mbak)
Hanya perlu menuntun sepeda masing-masing sekitar 70 meter sedikit menanjak, kami mendapati panorama puncak yang indah, saat itu masih pukul 05.30 WIB. Cahaya merah masih terasa sangat indah untuk mengambil gambar, aku terkagum-kagum tentu saja dengan posisi sarung merah  masih melingkar di pundakku.
"Luar biasa, mimpiku menjadi nyata lagi."

20 April 2019 - 07.00 WIB
"Udah puas makan dan foto-fotonya? Kalau sudah kita naik keatas lagi, buat foto-foto sebentar, lalu langsung start." Tanya Mas Eko. Aku mengiyakan agar tak terlalu sore sampai di rumah. Apalagi infonya gowes dengan durasi cukup lama, sekitar enam jam.
Alih-alih mendapat foto yang cerah dan kelihatan dengan jelas pesona Bromo dan Batok, tiba-tiba sang bayu bertiup menghantarkan kabut berlari menyelimuti kawah. Jadinya kami tak mendapatkan view Bromo, tapi sebagai gantinya mendapatkan view yang sangat epik !

Epic View, aku Lupa Mengajakmu Kemari

Perjalanan kami dimulai pas pukul 07.30 WIB dengan sedikit menanjak dan mencapai ketinggian paling tinggi sekitar 2600 mdpl (dan ini menjadi titik tertinggi dan elevasi terbesar dalam sejarah persepedaanku), lantas meluncur kebawah melewati lereng-lereng perkebunan sayur warga yang memanjakan mata.
Pemandangan yang Disuguhkan


Syukurlah kami tidak pergi saat musim kemarau, jadi benar-benar tidak ada debu sama sekali dan udaranya segar. Kontur tanahnya juga lembab namun tidak licin, sehingga mudah untuk handling sepeda masing-masing.
Trek yang kami lalui pun bermacam-macam. Kau minta trek macam apapun mungkin ada di sepanjang perjalanan ini. Tanjakan beton, turunan beton. Tanjakan berbatu, turunan berbatu. Tanjakan rumput, turunan rumput, Tanjakan jalan bekas dilalui motor sehingga berceruk di tengahnya, hingga turunannya pula. Begitu terus dari titik mulai hingga selesai. Paket lengkap dan penuh perjuangan.
Untuk sepeda full suspension, pastikan pengaturan angin dan rebound pada masing-masing shock sudah sesuai dengan pengendara, agar nyaman sepanjang perjalanan. Oh iya, tekanan ban juga harus diperhatikan yah.

20 April 2019 - 10.00 WIB
Partisipan Blusukan Kali Ini

Meringis Lelah
Kami beristirahat sejenak di salah satu Pos Kamling yang sudah masuk Kecamatan Probolinggo karena cuaca sedikit mendung dan mulai turun hujan. Aku menyempatkan ke toilet rumah warga sejenak dan berbincang ringan dengan pemiliknya. Setelah itu petualangan pun berlanjut, melalui turunan berbatu panjang yang meruntuhkan kekuatan lengan dan hutan damar dengan tanjakan nge'rail' yang menguras emosi.

Trek yang Disuguhkan
"Duh kok nggak sampe-sampe ya?" keluhku dalam hati saat melalui turunan panjang dengan jalan ngerail, tentu saja tidak sampai keluar dari hati. Tak etis rasanya aku berbicara seperti itu, seperti balita saja. Turunan kali ini sangat melelahkan, karena harus menarik rem belakang dan menjaga keseimbangan agar tidak jatuh konyol di jalan yang cukup licin ini. Tak jarang paha atau lengan terhantam akar atau ranting yang mencuat, sehingga dianjurkan memakai pakaian lengan panjang dan protector. Lengan harus mati-matian menahan berat tubuh dan sepeda. Benar-benar ENDURO.
Tapi keluhan dalam hati itu tak lama, setelah itu kebun teh Kertowono menghampar didepan mata. Jarak yang ditempuh sudah menunjukkan sekitar 25 km. Untuk menuju P74 (titik tertinggi di Kebun Teh Kertowono) dibutuhkan sedikit perjuangan menanjak.
P74, Puncak Kebun Teh Tertinggi


Hari memang cerah, sayangnya separuh kebun teh yang tampak dari P74 sudah layu, tapi tak tetap memaksaku untuk berfoto karena ini kan pengalaman yang cukup langka.
Rute selanjutnya kami menuju Pabrik Teh Kertowono sekitar 6 km dari P74, di tengah perjalanan kami menemukan pondok untuk berfoto diantara hamparan kebun teh dan kusempatkan sebentar mejeng disana. Pemandangannya sangat memanjakan mata, lupa sudah dengan keluhan-keluhan dalam hati tadi.


20 April 2019 - 15.00 WIB
Finish. Dengkul Sudah Tampak Lemas
Enduro kali ini berakhir di warung makan Mbak Siti di dekat Pabrik Teh yang dijadikan langganan dalam rute ini. Aku makan satu porsi sayur lodeh dan telur dadar seperti orang kelaparan dua hari. Lapar dan letih...sekali. Dan kami pun harus melanjutkan perjalanan ke rumah masing-masing tanpa loading pick up sepanjang +- 17 km.
Jangan mengeluh Une, kamu sadar ini kan memang rute ENDURO.


Perjalanan seru ini dapat diperiksa di :


Movescount : http://www.movescount.com/moves/move281629712


STRAVA:https://www.strava.com/activities/2304285980?share_sig=VJ780LAS1555992837&utm_medium=social&utm_source=android_share

Terima kasih kepada : Mas Jaka, Mas Eko, Pak Danang yang ngegas di tanjakan, Pak (lupa namanya), Mas-Mas Ojek dan Driver Pick Up.

"Dari 2615 mdpl menuju 660 mdpl, aku ingin kesana lagi dengan teman-teman dari Sangatta"

2
Share
Warung kopi yang tak lekang oleh waktu, begitulah aku menyebut kedai kopi yang terletak di jalan Pelabuhan, di dekat kawasan pasar pagi dan Samarinda Central Plaza. Warungnya kecil, kuno, dan tidak instagramable seperti warung ngopi atau tempat nongkrong generasi milenial.
Tapi yang membuat saya kagum akan 'warkop yang tak lekang oleh waktu' ini adalah pelanggannya yang hilir mudik berdatangan tanpa henti. Mereka umumnya nongkrong bersama rekannya, lantas asyik bermain kartu dan mengobrol dengan seru. Dan ajaibnya, aku merasa benar-benar menemukan suasana ngopi di masa lampau, dimana pengunjung saling asyik ngobrol, main kartu tanpa berasyik  masyuk memegang gawainya masing-masing. Luar biasa, suasanya lawas mungkin membuat para pengunjungnya seakan 'menyesuaikan' diri dengan suasana lawas juga.
Pengunjungnya pun beragam, mulai dari anak-anak hinga orang tua. Wanita, Pria, semuanya asyik menyesap racikan kopi klasik di warung yang terletak di jalan Pelabuhan tersebut. Suasana pertokoan kuno di sepanjang jalan pelabuhan mengingatkanku seperti suasana pertokoan di Kembang Jepun, Surabaya.
Peracikan Kopi dengan Alat Tradisional
Awalku mengunjungi kedai kopi ini karena diajak rekan kerja di Samarinda, si Nyot. Ia berkata dan meyakinkanku, "Wes ta, enak enak kopine," (Udahlah, kopinya enak kok.)
Cat warungnya memang usang, para barista memang tak semuda mas-mas di coffee shop jaman now. Alat yang digunakan saat meracik kopi pun sederhana dan manual, seperti saringan dan teko alumunium. Tiada grinder, V60, Vietnam Drip, Aeropress, dan semacamnya. Tapi sekali aku mencoba kopi susunya....rasanya seperti menyesap kopi di suasana pedesaan. Khas sekali, seperti ada aroma arang dalam setiap seruputannya. Bagiku manis dan rasa kopinya juga pas.
Selalu Ramai
Selain kopi yang dijual, ada juga snack ringan yang rasanya enak banget. Seperti roti bakar dengan gula palem yang meleleh ditengahnya. Ada juga roti telur, jadi semacam telur dadar, dan ditengahnya diisi dengan roti tawar. Empuk dan nikmat dinikmati saat kapanpun.
Roti Telur Kesukaanku
Roti Bakarnya
Warkop Koh Abun, salah satu kopi legendaris di Samarinda. Semoga selalu mempertahankan setiap tradisinya dan tidak memasang fasilitas WiFi gratis yang menyebabkan keasyikan ngobrol para pengunjung beralih ke gawainya masing-masing.

Warkop Koh Abun.
Jalan Pelabuhan No 27, Samarinda
Pukul Buka : 07.00 WITA - 17.00 WITA

Gambar diambil dengan : Xiaomi Redmi Note 5
1
Share
Newer Posts Older Posts Home

AUTHOR

AUTHOR
Seorang wanita yang seperti kera sakti : Tak pernah berhenti, bertindak sesuka hati dan hanya hukuman yang dapat menghentikannya.

Labels

Berkeluarga INFLIGHT ITALY JAWA TENGAH Jambi KALIMANTAN TIMUR KUTAI TIMUR Lumajang NETHERLAND NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR Perancis SULAWESI SELATAN SUMATERA BARAT Sulawesi Utara Yogyakarta deutschland jakarta jawa barat jawa timur kalimantan selatan rusia

Popular Posts

  • ABOUT ME | ÜBER MICH
    "Allah menciptakanku saat sedang tersenyum, begitu pula ibu melahirkanku dengan senyum pula." Terlahir di Surabaya, 20 Juni ...
  • Berbagi Pengalaman Ketika Aku Joinan Tes D3 ITS-PLN
    Oy...sebelumya si Une minta maaf dulu, fotonya dibuat kayak hantu biar gak ada pemalsuan identitas, penghubungan alamat, walaupun aku pun...
  • Merindukan Otot Lelah dan Bau Hutan : Puncak Batu Putih, Kaliorang
    Alasan yang paling kuat untuk menjelajah Kutai Timur sebenarnya sederhana : Pandemi COVID-19. Yang awalnya memiliki rencana untuk terbang ke...
  • Deutschland für Anfänger (Pameran Jerman Untuk Pemula)
    Guten tag Leute :) Sebenarnya jujur, kejadian ini udah berlangsung sekitar sebulan yang lalu, tetapi nggak sempat ceritanya karena bentro...
  • #1 Babak Kedua Gunung Gergaji : Mengulang Pengembaraan di Barisan Karst Sangkulirang-Mangkalihat
     "Maaf ya, jika pesanmu baru bisa aku balas kira-kira hari Jumat."  Sejenak aku mengetik pesan terakhir padamu sebelum melanjutkan...
  • Asyiknya Bebas Beraktivitas Seharian Tanpa Kacamata dan Lensa Kontak ! (Pengalaman Lepas Kacamata Tanpa Bedah Refraktif)
    Apakah si Une ikut-ikutan bedah refraktif seperti lasik atau relex smile? Hm, sebenarnya itu masuk ke dalam daftar keinginanku karena memang...

INSTAGRAM : @FRAUNESIA

Copyright © 2015 Was ist los, Une?

Created By ThemeXpose