• Homepage
  • PORTOFOLIO (BOOKS)
  • About Me
Was ist los, Une?
Milan memang dikenal sebagai kota mode dan kota pecinta bola. Kalau nggak suka bola atau mode, bisa mati gaya di Milan. Oh ya? Kebetulan saya bukan penggemar keduanya, apakah saya bakalan mati gaya di Milan. Nggak kok, malah penasaran !
Dulu...saat masih SMP, saya sempat menggandrungi sepak bola, sampai membeli tabloid bola mingguan dan rutin nonton liga champion. Tapi dasar cewek, sukanya nggak lama, buat seru-seruan aja. Dan berdasar pengalaman itu, aku sempat pernah dibuat penasaran dengan 'kandang-kandang' klub tersebut.
Nah, kebetulan di Milan ada stadion San Siro yang merupakan kandang dari dua klub raksasa Italia, AC Milan dan Intermilan. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan kunjungan kali ini, maka aku menyempatkan diri untuk mengunjunginya. Sebenarnya ada niatan lain, yaitu bikin mupeng beberapa rekan kerjaku yang Internisti. Sampai berkorban nggak jadi mampir ke Turin gara-gara saking pengennya bikin mupeng temen-temen Internisti.
Biglietto d'Ingresso

Menuju San Siro cukup mudah, sangat mudah malah. Sendirian pun dijamin nggak nyasar. Cukup naik metro dari stasiun mana saja, turun di San Siro Stadio. Biasanya dari Garibaldi FS ada metro yang khusus untuk menuju San Siro (M5). Kalau bingung, cukup ikuti petunjuk metro di aplikasi Google Maps. Seperti lazimnya kota-kota di Eropa, jangan lupa membeli tiket metro secara mandiri di stasiun-stasiun metro atau di toko rokok, beli tiket yang harian, agar lebih murah.

Stasiun Metro di San Siro
Di stasiun metro San Siro, di setiap sudutnya sudah bernuansa AC Milan dan Intermilan. Aku langsung beranjak mendekati San Siro. Dulu sempat mengira San Siro dan Guiseppe Meazza itu berbeda, ternyata sama saja. Dan dua klub itu berstatus penyewa stadion San Siro. Aku kira itu milik mereka sendiri..hahaha.
Awalnya aku hanya berkeliling, mencari lapak-lapak penjual souvenir bola Milan, akan tetapi tak kudapati sama sekali, sebagai gantinya ada gerai Official Merchandise yang harganya sungguh...sungguh menguras kantong. Ya maklum, original semua.
Museum San Siro




Kuputuskan untuk mengambil satu tiket tour Museo San Siro, karena tak ada gunanya apabila hanya melihat-lihat bagian luarnya saja. Tiket masuknya alias biglietto d'ingresso senilai 17 €, itu sudah termasuk ke museum dan masuk kedalam stadion. Di dalam museum kita hanya diperbolehkan memotret, tidak diperbolehkan mengambil video.
Difotoin tripod....sambil dilihatin pengunjung
Setelah itu pengunjung diarahkan ke ruang ganti Intermilan dan AC Milan. Persis kayak di tivi-tivi. Sayang nggak ada pemainnya disitu...kalau ada kan bisa kubawa pulang satu #ngok
"Lagi main di Lecce," jelas temanku yang Internisti.



Suasana sepi...tanpa mas-mas Ganteng

Ada petugas di setiap titik yang kita kunjungi, mereka akan mengarahkan kemana kita akan melangkah selanjutnya. Tentu saja setelah puas foto-foto di ruang ganti, destinasi terakhirnya adalah stadionnya.


Fans Barca yang nyasar




Aku menjajaki stadion utamanya, berjalan di tribun-tribun penonton, lalu duduk di kursi Coach sambil bergaya. Ada beberapa petugas disitu keheranan melihatku sendirian. Cewek, kecil, pakai rok lebar dan kerudung panjang, mondar-mandir sendirian sambil sibuk bawa tripod, lalu berlari-lari untuk berfoto sendirian. Saat itu disitu hanya aku sendiri yang bertingkah dan berbusana seperti itu. Dan lagi-lagi sempat dikira wisatawati dari negeri tetangga. -_-
Karena perut sudah mulai lapar, aku menuju kantin yang berada dibawah stadion, memesan sebuah pizza mozzarella yang nggak pake daging-dagingan.
Dan yang nggak kalah seru adalah...aku mengirimkan foto-fotoku di San Siro kepada rekan-rekan Internisti di tempat kerjaku. Semoga bisa nyusul ya !
0
Share
"Venesia, sebuah kota yang hampir hilang dan akhirnya menjadi tempat yang romantis selain di Paris."
Perjalananku menuju Venesia bermula dari kota Paris, dengan maskapai low cost carrier berbendera Spanyol, Vueling dari Bandar Udara Charles de Gaulle (CDG) menuju Marcopolo Airport (VCE). Sempat diwarnai dengan kasus kehabisan uang tunai Euro (yang tersisa di dompetku tinggal uang recehan) karena di ATM bandara CDG tidak bisa menarik uang dengan kartu ATM yang tanpa chip. Mau pakai kartu kredit, sialnya lupa PIN. Jadilah...aku bepergian dengan rasa was-was. Bagaimana kalau di Venesia kayak gitu juga? 
Penerbangan menuju Venesia ditempuh selama dua jam. Sebelumnya saya sempat berkenalan dengan seorang gadis (yang kukira dari Malaysia karena ia berwajah oriental). Ia tampaknya berlibur bersama ibunya, dan ternyata ia bekebangsaan Kazakshtan.
Namanya Aida, dia menanyakan beberapa hal kepadaku dengan skill English yang sama kayak diriku. Sebisanya.
"Dari Malaysia? Apakah kamu juga liburan ke Venesia?" sapanya ketika kami mengantre boarding.
"Eh...Indonesia kok. Iya, aku liburan kesana."
"Sama siapa?"

"Sama...temen, ada 3 orang."
"Apa kamu tahu jalan menuju tempat-tempat wisata disana? Aku baru pertama kali saba ibu kesana, dan aku nggak tahu harus naik apa," ucapnya gugup.
"Eh...nganu. Ada temen yang udah tahu transportasinya kok." jawabku.
"Jadi kamu datang sebagai turis kan?"
Aku mengangguk.
Aida menggigit bibir tipisnya. Sedikit ragu. "Baiklah, nanti kucoba tanya disana."
Kembali lagi ke kabin pesawat Vueling. Awak kabin mayoritas ber'darah' hispanik, mirip pemain telenovela semua. Dan semua pengumuman disajikan dalam bahasa Spanyol dan Inggris. Karena merupakan budget airlines, maka tidak mendapatkan konsumsi dalam penerbangan ini, sehingga aku lebih memilih untuk tidur.
Penulis nggak bisa gaya
Pesawat mendarat di VCE sekitar pukul 8 sore, sudah mulai masuk senja karena saat itu musim panas. Yang terpikirkan saat landing adalah segera mencari mesin ATM, dan alhamdulillah mesin ATM nya bisa digunakan untuk menarik sejumlah Euro dengan kartu tanpa chip.
Penginapan kami dapat dituju menggunakan kendaraan Bus yang tiketnya dapat dibeli di tempat kalim bagasi, tapi lupa harganya berapa. Lokasi penginapan sengaja dipilih dekat dengan stasiun utama Venesia, Venezia Mestre. Dan untuk menuju penginapan, kami harus menggerek koper masing-masing sejauh 800 meter, lalu mengangkat koper ke kamar kami di lantai tiga.

Keesokan harinya, waktunya menjelajah kanal-kanal di Venesia. Awalnya kami harus membeli one day pass untuk menaiki seluruh moda transportasi di Venesia, dan berlaku 24 jam sejak awal validasi. Tiket dapat dibeli di kios rokok (biasanya ada tulisan TABAC) ataupun biro perjalanan. tiket tersebut dapat digunakan untuk naik bus atau taksi air nantinya.
Piazza San Marco

Bus yang kami tumpangi penuh sesak dengan wisatawan yang menjalani liburan musim panasnya. Selanjutnya kami naik taksi air menuju Piazza San Marco, menurut mbak Tita Piazza San Marco adalah pusat kotanya Kepulauan Venesia.
Karena mungkin sedang liburan musim panas, maka suasananya cukup riuh oleh wisatawan. Aku memiliki waktu satu hari penuh untuk mengelilingi kepulauan Venesia. Lorong-lorong sempit di Venesia sangat unik dan cantik. Klasik dan berhubungan satu sama lain. Setiap ujungnya instagramable, mengundang para pecinta swafoto untuk menghabiskan energi di gawainya. Aplikasi maps online lebih sering aku gunakan karena penggunaan lebih mudah daripada peta yang kertas.

Lorong-Lorong yang dipenuhi toko souvenir dan kerajinan

Beberapa tempat yang menarik perhatianku adalah Ponte de Rialto yang terkenal, hingga patung tangan raksasa yang muncul dari dalam air, seakan-akan menahan bangunan agar tak tenggelam dan hilang, yang belakangan kuketahui karya pemahat Italia, Lorenzo Quinn.
karya Lorenzo Quinn
Aku sempat membeli sepotong mushroom pizza dan gelato dua susun di dekat Ponte de Rialto. Judulnya memang mushroom pizza karena aku menghindari daging-dagingan yang kurang jelas asal-usulnya. Tapi entah mengapa dibawah lapisan jamur tersebut aku menemukan irisan daging tipis merah dan kering, dan sebagian sudah masuk ke perutku. Wajahku panik, dan segera membuang sisa pizza itu, walaupun masih kelaparan.


Ponte de Rialto
Khalis, Gumi, dan aku sepakat untuk naik gondola bareng. Karena sewa gondola 80 €, maka kami urunan untuk mencoba pengalaman yang mungkin terjadi sekali seumur hidup tersebut.
Gondola tersebut menyusuri kanal-kanal kepulauan Venesia. Sungguh menakjubkan. Banyak bangunan yang kudapati bagian bawahnya sudah tenggelam, sehingga mereka tinggal di lantai atas saja. Paklek Gondola-nya bercerita dengan bahasa Inggris logat Italiano yang terdengar kurang jelas bagi kami, jadi hanya dibalas yes no sambil diselingi tawa kecil-kecilan saja. Kami merasa sedikit ketakutan ketika melewati Grand Canal, karena gelombang cukup kuat, tapi paklek Gondolanya sudah piawai mengendalikan kok, jadi dijamin aman.


Nongkrong di Lorong

Khalis dan Gumi...bulan madu :D

Takjubku yang kedua adalah banyak terdapat konser Antonio Vivaldi-Le Quattro Stagioni alias Four Seasons, salah satu komposisinya yang termashyur. Sayang sekali waktu kunjunganku tak bertepatan dengan konser tersebut. Oh ya, selain itu kita terkadang mendengar suara penyanyi opera dari teater yang dilewati loh :D
Topeng-topeng khas Venezia
Di Venesia pula, akhirnya aku dapat merasakan makan NASI setelah sekian lama makan roti dan keju. Loh Nasi? Iya, aku iseng berkunjung di supermarket dekat penginapan, dan aku membeli risotto instan dengan kacang polong dan potongan daging tuna yang tinggal dihangatkan di microwave serta satu kotak susu plain. Seumur hidup, rasanya nasi itu yang terenak. :D
Kami harus melanjutkan perjalanan ke Milan dari Venesia dengan menaiki kereta yang dikelola oleh Trenitalia (PT KAI nya Italia) dari stasiun Venezia Mestre menuju Milano Centrale. Ada sebuah kejadian menyebalkan, ketika aku kesusahan mengangkat koperku menaiki tangga karena mengenakan rok, eh ada seorang gadis bermata hijau berkepang dua yang sedang duduk manis menikmati roti tanpa permisi membantu mengangkatkan koperku yang sisa tiga anak tangga lagi. Kurang ajarnya lagi, ia mengejarku sambil menengadahkan tangannya dan memasang wajah mengancam. Tanpa banyak pikir kuberi gadis kurang ajar itu 1 €, lalu ia ngeloyor pergi.
Semoga di kota selanjutnya aku bisa lebih bertindak tegas dan berani ya :D

....bersambung
0
Share
Newer Posts Older Posts Home

AUTHOR

AUTHOR
Seorang wanita yang seperti kera sakti : Tak pernah berhenti, bertindak sesuka hati dan hanya hukuman yang dapat menghentikannya.

Labels

Berkeluarga INFLIGHT ITALY JAWA TENGAH Jambi KALIMANTAN TIMUR KUTAI TIMUR Lumajang NETHERLAND NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR Perancis SULAWESI SELATAN SUMATERA BARAT Sulawesi Utara Yogyakarta deutschland jakarta jawa barat jawa timur kalimantan selatan rusia

Popular Posts

  • ABOUT ME | ÜBER MICH
    "Allah menciptakanku saat sedang tersenyum, begitu pula ibu melahirkanku dengan senyum pula." Terlahir di Surabaya, 20 Juni ...
  • Berbagi Pengalaman Ketika Aku Joinan Tes D3 ITS-PLN
    Oy...sebelumya si Une minta maaf dulu, fotonya dibuat kayak hantu biar gak ada pemalsuan identitas, penghubungan alamat, walaupun aku pun...
  • Merindukan Otot Lelah dan Bau Hutan : Puncak Batu Putih, Kaliorang
    Alasan yang paling kuat untuk menjelajah Kutai Timur sebenarnya sederhana : Pandemi COVID-19. Yang awalnya memiliki rencana untuk terbang ke...
  • Deutschland für Anfänger (Pameran Jerman Untuk Pemula)
    Guten tag Leute :) Sebenarnya jujur, kejadian ini udah berlangsung sekitar sebulan yang lalu, tetapi nggak sempat ceritanya karena bentro...
  • #1 Babak Kedua Gunung Gergaji : Mengulang Pengembaraan di Barisan Karst Sangkulirang-Mangkalihat
     "Maaf ya, jika pesanmu baru bisa aku balas kira-kira hari Jumat."  Sejenak aku mengetik pesan terakhir padamu sebelum melanjutkan...
  • Asyiknya Bebas Beraktivitas Seharian Tanpa Kacamata dan Lensa Kontak ! (Pengalaman Lepas Kacamata Tanpa Bedah Refraktif)
    Apakah si Une ikut-ikutan bedah refraktif seperti lasik atau relex smile? Hm, sebenarnya itu masuk ke dalam daftar keinginanku karena memang...

INSTAGRAM : @FRAUNESIA

Copyright © 2015 Was ist los, Une?

Created By ThemeXpose