• Homepage
  • PORTOFOLIO (BOOKS)
  • About Me
Was ist los, Une?
...sambungan dari http://unesciencefans.blogspot.co.id/2015/10/1-kakak-rinjani-tersayang.html

13 Oktober 2015 *Masih di Plawangan Sembalun*
Yang Selalu ada di saat pagiku membuka mata
Awan yang menyelimuti Segara Anak
Pagi membuka mata, hamparan alam mahasempurna menghampar di depanku. Punggungan Plawangan Sembalun di pagi hari sangat indah. Rutinitas pagi itu pun mulai dilakukan, mulai boker yang menghadap langsung segara anak dengan awan yang menggumpal, gosok gigi, foto-foto, menikmati sunrise dan packing ulang untuk turun ke Segara Anakan. 
Sampahnya menyedihkan :(
Author nya narsis
Aku menyesap kopi dan sarapan sup hangat dengan mirrorless yang masih tergantung dileher. Menikmati semuanya di depan mataku.
"Turun Segara butuh waktu 4 jam, medannya cukup berbatu, ekstrim." Kata Aris.
"Saya spesialis turunan," kelakarku. Insyaallah 3,5 jam saja sampai, pikirku begitu.
Ternyata benar saja. Turunan ke Segara benar-benar mengerikan. Berbatu dan harus pandai memilah pijakan agar tak tergelincir. Aku menamakannya dengan turunan penyesalan.
Kalau masalah turunan aku memang sedikit gesit. Pijak sana-sini, lalu lompat dan sedikit berlari, 3 jam kemudian sudah sampai di Segara Anak (pukul 12 siang), semak-semak menuju Segara Anakan jorok, banyak tisu basah dan kotoran manusia berserakan sembarangan dengan bau yang tak mengenakkan.
Selalu dikotori dengan tissu yang menyelimuti kotoran manusia
 
Segara Anak Pagi Hari
Aku membuka sepatu. Jemariku bengkak karena kebanyakan ngerem. Dengkul ngilu sekali.
"Ayo ke hot spring, pegelnya dijamin ilang." ajak Ayu dan Putri. "Ditunjukin sama si Aris jalannya,"
Aku mengiyakan saja, daripada istirahat duduk diam menikmati semilir angin lalu tertidur, tak ada gunanya.
Aiq Kalak, sumber gambar : http://www.panoramio.com/photo/84914813
Jarak menuju hot spring Aiq Kalak sekitar 800 m. Setelah itu kudapati kepulan asap tebal di sebuah cerukan, ternyata itulah hotspring nya. Banyak warga lokal yang melakukan pengobatan disana, seperti reumatik dan beberapa penyakit yang berhubungan dengan saraf. Memang setelah aku berendam disana, tubuh serasa dipijat pijat. Lelah hilang seketika. 
Sorenya acara bebas, kita berfoto ria dan merayakan ulang tahun ke 20 salah satu peserta trip, Devi. Ah, betapa menyenangkannya merayakan hari istimewa di tempat yang istimewa pula !

14 Oktober 2015 (Turun ke Senaru)
Kata Arga, turun ke Senaru harus naik dulu ke Pelawangan Senaru selama 4 jam, setelah itu turun ke Senaru 6 jam, dan itu berbatu seperti jalan turunan ke Segara anakan. Duh, naik lagi, bawa keril pula!
"Itu empat jam versi porter, kalau versiku sih dua kali lipatnya. Kalian udah di Gili Trawangan aku masih jalan di Senaru," goda Oma (panggilan akrab Fikha, cewek asli Bekasi)
Apalagi aku.
Karena ini perjuangan terakhir di Rinjani, aku kumpulkan semua energiku walau kaki masih sakit. Apalagi dengan iming-iming bonus pemandangan super keren sepanjang perjalanan.
"Sepanjang jalan nggak ada sumber air, jadi pastikan logistik air cukup, minimal tiap orang bawa satu botol 1,5 L dan 700 mL." kata Arga.
Aduh, aku kehabisan botol 700 mL, jadinya aku bawa air cuma 1,5 L saja. Khawatir banget :( Kata Arga cara menghemat air adalah dengan sekali minum pake lima teguk. Entahlah cara itu berhasil atau tidak, tergantung sugesti diri saja.
Mulailah perjalanan menuju Senaru, diawali dengan mengitari Segara Anak, lalu mulai menanjak perlahan. Selama dua jam aku kira sudah sampai puncak ternyata hanya puncak bonus. Nah disini keagungan Segara Anak mulai terlihat. Indah sekali, airnya toska berkilauan diterpa mentari. Gunung Barujari yang mengepulkan asap, dan puncak Anjani yang jauh disana. Semua terlihat jelas dan sempurna.
Pemandangan menuju Pelawangan Senaru (iPhone 5 no editing)
Kami berebutan saling memotret dari angle terbaik. Langit biru cerah dan awan putih paduan sempurna untuk berfoto. Dalam kondisi trekking seperti ini aku nggak menggunakan mirrorless, karena cukup ribet buka tutup tas kamera dan rawan terkena debu yang bisa masuk ke sensor juga. Aku menggunakan my everyday camera, yaitu ponsel iPhone 5 ku, bentuknya kecil, mudah dikantongi dan hasilnya cukup bagus menurutku dan menurut mas Wira Nurmansyah disini http://www.wiranurmansyah.com/iphone-5c-my-everyday-camera .
Sweep Panorama iPhone 5
Treknya memang berbatu, mirip dengan turunan ke Segara Anak tapi ini tanjakan. Entah kenapa aku cukup bersemangat melewati tanjakan demi tanjakan sambil berfoto ria, hingga sampai di Plawangan Senaru.
Panjat Tebing Pake Keril
Matahari bersinar cukup terik, tapi kabut tipis mulai turun. Karena kelelahan maka aku berjalan agak pelan dan terpisah dari rombongan. Aku berjalan sendiri menembus kabut. Sempat khawatir, ketakutan tersesat. Berusaha mencari jejak sepatu yang ada. Aku berteriak, tapi tak ada jawaban, maka aku memutuskan berjalan terus.
Hingga aku bertemu sebuah pondok dan beberapa orang yang beristirahat disana.
"Pak, lihat porter dan cewek baju kuning lewat?" tanyaku.
"Baru saja lurus," jawabnya. Aku memilih beristirahat sebentar dan makan cokelat untuk keperluan gula dan dipecah menjadi energi.
"Mbak, kita mau jalan, kalau mau ikut silakan. Jangan terlalu lama disini, banyak monyet liar."
Aku mengiyakannya aja, walau tak kenal. Sedikit berbincang-bincang saja, dia warga Senaru yang mancing di Segara Anak dan melakukan pengobatan di Aiq Kalak, sumber air panas di sekitaran Segara Anak. Dia senang kalau Rinjani dikunjungi banyak orang, dan salut aku jauh-jauh dari Kalimantan kesini, haha.
Ternyata aku tak tersesat, aku bertemu teman-teman sedang beristirahat dan para porter sedang menyiapkan makan siang. Aku mengucapkan terima kasih dan salam perpisahan *jiiaah kepada bapak-bapak itu. Apesnya di Senaru banyak monyet liar dimana ketika mencium bau makanan dia langsung mendekat serta membawa seluruh pasukannya. 
Jalur di Senaru
Kami makan tak tenang, tergesa-gesa karena khawatir dikacau si monyet. Lalu turun ke Senaru.
Perjalanan ke Senaru full turunan melewati hutan tropis dengan akar yang mencuat di tanah. Berbeda dengan Sembalun yang didominasi oleh Sabana terik. Hawanya begitu sejuk, rimbun dan cukup gelap.
Perjalanan turun ke Senaru (800 mdpl) total memakan waktu 8 jam dengan cara berjalanku. Kaki memang pegal, tapi begitu bahagianya aku dapat mewujudkan mimpiku.
Terima kasih, Allah, mengijinkanku melihat tempat seindah ini.
Mission Accomplished !
Terima kasih :
Filosantara.
Andri Tanyen, Arga, Oma Fikha, Putri, Ayu, Ebi, Devi, Monic, Christy, Nando, Obi Blek, Evan, Steve, Om Andi, Ramos, Om Alif, Bli Made, Irvan, Guntur, Bang Yadi.

Porter dan Bang Aris yang menyelamatkan kami dari kelaparan selama di Rinjani :D

"Kamu boleh kalah, kamu boleh lelah. Tapi kamu tak boleh menyerah."

0
Share
Sebagian orang mungkin menganggap kegiatan naik gunung adalah hobi yang aneh. bagaimana tidak aneh, kalau yang didapat adalah kulit terbakar matahari, mengelupas, kaki pegal, pundak dan dengkul ngilu. Makan seadanya, mau boker susah. 
Tapi aku menikmati proses berjalannya, bukan hasil akhirnya. Proses bagaimana kita dekat dengan alam, bagaimana menikmati alam, mengabadikan keindahannya, bertemu kawan baru, dan berbagai hal menyenangkan lainnya.
Maka dari itu aku mendedikasikan waktu cuti 4 hariku untuk mendaki gunung yang konon terindah di Indonesia selain Semeru, Rinjani.
Perjalanan menuju Rinjani sebenarnya cukup mendadak. Persiapan fisik masih dirasa kurang, hanya kuat di mental dan percaya diri saja.
Rencana ke Rinjani sebenarnya sudah tertunda 2 bulan, semenjak bulan Agustus lalu. Agustus, cuti nggak di acc, September, cuti acc tapi nggak ada teman, dan akhirnya, Oktober, cuti acc dan ikut open trip. Nekat juga, karena dalam open trip itu tidak satupun yang kukenal, emak sih mengkhawatirkan akan tingkat kepedulian orang-orang baru dengan teman yang sudah lama dikenal bakalan beda, tapi aku berusaha meyakinkan emakku, bahwa kawan baru ketika bertemu di gunung itu rasa solidaritas dan persaudaraannya tinggi.
Ok, dapat ACC dari emak.
Berangkat dari Balikpapan, *syukurlah ada barengannya, Om Andi :D tanggal 10 Oktober 2015. Perasaan antara percaya nggak percaya aku mau naik Rinjani mulai melanda. Mampukah aku? Bisakah aku?
Dan pertanyaan itu terus melayang di kepalaku ketika pesawat yang membawaku ke Lombok melampaui kawasan pegunungan Ijen, Raung, Stack Paiton, hingga Gunung Agung di Bali.
Duh kenapa jadi krisis percaya diri seperti ini ya ? XD
Pesawat dari Surabaya sempat delay satu jam, tapi bersyukurlah selain Om Andi ada juga dua kawan baru dari Palembang, Ayu dan Putri. Duo wong kito galo itu minggu ini baru saja menggapai titik tertinggi di tanah Jawa, Mahameru. *aku gunakan kata menggapai, bukan menaklukkan, karena kesannya lebih halus, bukan angkuh. Nggak hanya itu, Puncak Indrapura di Kerinci pun sudah mereka gapai ! Luar biasa.
"Kito baru saja lulus kak, kita cari kegiatan aja, mumpung didanai kampus, soalnya kito buat proposal pendakian ke Agrapana (nama pecinta alam di kampus mereka)"
Aduh senengnya dibiayain kampus, pikirku.
Jadilah kita mendarat di Lombok telat satu jam dari jadwal. Kawan-kawan open trip Filosantara (open trip yang aku ikuti sudah menunggu di bandara), dan kita langsung menuju homestay di Sembalun.
Rute pendakian kali ini mulai tanggal 11-14 Oktober lewat jalur Sembalun, turun Senaru. Perjalanan ke Sembalun dari bandara memakan waktu sekitar 4 jam. Di Sembalun udaranya sejuk sekali, segar, dan gemintang bertaburan indah di angkasa, mengingatkanku pada kondisi kota Ruteng, Nusa Tenggara Timur.
Kami membersihkan diri, packing ulang, lalu istirahat untuk pendakian esok hari.

11 Oktober 2015, Pos Awal-Plawangan Sembalun
Hari yang mendebarkan akhirnya datang. Pendakian hari ini akan segera dimulai. Pagi hari di Sembalun sangat indah. Pucuk Rinjani menjulang gagah di depan mata, serasa ingin segera merengkuhnya. Bukit-bukit berselimut kabut di belakang homestay kami, Bukit Pergasingan. Aktivitas di pasar Aikmel yang berlatar belakang Rinjani sudah terasa denyutnya. Pekerjaan kantor pun terlupakan sementara.
Denyut Aikmel di Pagi Hari

Porter yang membawa logistik kami
Kami sarapan, melakukan sedikit peregangan, dan berdoa, berharap semuanya diberi kelancaran dan keselamatan hingga pulang. Terdengar suara girangnya Brave, si keril 50 L ku diajak naik gunung, ini naik gunung perdana, bersamamu, Brave!
Perjalanan menuju pos pendakian awal dari homestay sekitar 15 menit. Pemandangan perbukitan dan sawah Sembalun sangat mendamaikan.
Masih awal
Trek awal Rinjani masih landai-landai penuh kejutan. Tubuh masih perlu penyesuaian dengan suhu dan beratnya keril yang dipanggul. Tubuh pun cepat lelah. Tapi rasa lelah itu bisa kuminimalisir dengan madu kurma dan berfoto di sepanjang perjalanan. Hingga terbentang sabana Sembalun maha luas bak permadani cokelat karena ilalang yang terpanggang serta mahaterik dengan tanjakan kelas ringan hingga sedang. Karena saking teriknya, air minum cepat terkuras disini. Air mineral yang kubawa 1,5 L dan 750 mL pun tinggal separuhnya, makin khawatir saja karena sepanjang perjalanan tak ada sumber air, sedangkan tenaga cepat terkuras habis.
Sekitar jam 12 kami sampai di pos 1 yang cukup panjang, kita beristirahat sejenak lalu melanjutkan ke pos 2 yang tak terlalu jauh. Jam 1 siang kami sampai di pos 2, lalu makan siang dan shalat. Kami juga dijelaskan kalau jalan menuju pos 3 full tanjakan, tapi belum bukit penyiksaan yang ramai diperbincangkan orang.
Bule-bule makan siang disini dengan menu burger dan spaghetti
Kalau kita makan disini :D
Tanjakan yang tanpa ampun, suasana yang mulai berkabut, kadang kita harus melalui bebatuan dan pasir cukup menguras stamina. Berkali-kali aku istirahat dan rasanya sudah kapok. Satu tim kompakan merasa ingin melempar keril jauh-jauh. Rasanya tubuh ini melayang tanpa keril yang dipanggul.
Kabutnya syahdu dan surreal
Sabana Sembalun : Cantik-cantik ngeri
Jam empat sore kita sampai di pos 3. Tubuh sudah lelah, ditambah lagi melihat rute selanjutnya menanjak full bebatuan ganas diselimuti kabut tipis. Pasrah sudah kakiku, kalau mau hidup ya jalan terus, haha. Kamera yang kubawa serasa tak ada fungsinya. Mana sempat dalam kondisi jalan yang seperti ini memikirkan mengambil foto dengan angle keren. Yang penting cepat sampai, istirahat, makan malam.
Meniti bebatuan perlu kesabaran dan ketelitian tinggi agar tak tergelincir jatuh. Setelah itu kita bersua dengan tanjakan penyiksaan yang panjang setelah melalui 5 bukit. Aku tersenyum pahit, kata bang Arga (yang punya trip) yang mengawal tim pelan-pelan asal selamat, berkata : susah senang kita bersama.
Dengan penuh kesabaran aku melewati tanjakan itu, dikit-dikit berhenti aja dah, pikirku. Pokoknya sampai aja di Sembalun.
Hari merambat makin malam, tak kusadari aku mulai berjalan sendiri. Sering sekali aku jatuh terjerat akar yang menjuntai, terperosok di pasir, kesusahan naik karena medan yang berpasir hingga ditolong pendaki lain, disemangati bule yang lewat, ketakutan akan tersesat, masuk jurang, hingga dengan langkah terseok-seok aku sampai di Plawangan Sembalun pukul 19.30 WITA.
Sempat kecewa tak menikmati sunset di Plawangan Sembalun, aku memilih beristirahat saja, mempersiapkan summit yang masih kuragukan gara-gara kakiku yang pegel luar biasa !

Senin, 12 Oktober 2015, Plawangan Sembalun - Puncak Anjani
Pukul 03.00 WITA kami terbangun, persiapan summit attack. Hawa diluar sunggulah dingin. Kerlip headlamp beriringan menuju puncak. Hanya doa dan harapan yang bisa aku panjatkan. Bawaan aku saat itu hanya daypack, roti, air 1,5 L dan kamera. Dersik angin malam ditemani kerlip lampu desa Bayan membelai tubuh, mengantuk luar biasa. Meniti trek berpasir, berkerikil dengan kemiringan 50 derajat lebih. Ketika sudah ngos-ngosan, Aris (porter kami yang ikut summit) menarikku dengan sarungnya karena iba melihatku yang sudah hampir merangkak. Si Aris benar-benar hebat, bagaimana mampu metabolisme tubuhnya menyesuaikan dengan suhu sekitar dengan kaos oblong dan celana pendek?
Dua jam kami berjalan menekuri jalan berpasir akhirnya aku sampai punggungan menuju puncak Rinjani. Tenagaku sudah terkuras, kaki sudah gemetar. Aku terduduk lemas, Aris membuat api untuk menghangatkan tubuh, sedangkan aku menyantap roti dengan air yang sedingin es. Dari sini puncak terlihat semakin jelas, dan dekat dimata, jauh di kaki. Segara anak pun menyapa dan menyemangati dari bawah. Di puncak terlihat kilat flash kamera dan merah putih berkibar.
"Masih jauh?" tanyaku pada Aris.
"Jauh mbak, masih lurus aja, jalannya berpasir sedikit menanjak."
Semburat Cinta Dewi Anjani
Dengan langkah malas aku menyeret kakiku. Fajar mulai terbit memberikan semburat terbaiknya. Tempat camp kami terlihat jauh dibawah, hingga tempat awal pendakian kami. Bukit pergasingan, sawah berwarna-warni, dan semua keindahan dilimpahkan disana. Rasanya aku ingin duduk saja, menikmatinya dari sini.
"Ayo mbak, kalau jalannya kayak gini bisa lima jam lagi," Goda Aris.
"Aku ngantuk,"
"Nanti dipuncak tidur saja."
Mungkin karena kesal menunggu langkahku yang terseok-seok, maka kupersilakan Aris jalan duluan. Dibelakang masih ada Arga dan kawan-kawan yang lain.
Plawangan Sembalun dibawah sana
Beberapa langkah berhenti, beberapa langkah berhenti. Seperti itulah cara jalanku. Aku berusaha menghilangkan rasa lelahnya dengan melihat Segara Anak dibawahku, lalu mengambil gambarnya, lalu berjalan lagi, begitu seterusnya hingga tanjakan terakhir berupa trek berbatu dan berpasir yang menyulitkan pergerakan menghadang angkuh dihadapanku.

Segara Anak Sebelum Puncak
"Bentar, gua istirahat dulu, Ga." Kataku pada Arga yang menemaniku selama perjalanan menuju puncak setelah ditinggalin Aris. "Kaki gua udah gak kuat lagi, apa gua harus nunggu aja disini," *saat itu sudah jam 9 pagi
"Aduh, lo nyerah sampai sini tuh rugi banget, nanggung. Mending nyerah aja dari bawah tadi. Kalau capek turun aja," katanya sambil tersenyum, tanpa ada nada marah sedikitpun. Duh baik sekali anak ini, haha.
"Nih minum teh dulu, sama roti. Bentar lagi tanjakan penyesalan yang paling nguras tenaga, pelan-pelan aja, ntar gua tarik deh." Katanya sambil menunjukkan webbing yang ia bawa, lalu membukakan oreo krim stroberi. "Makan juga nih, buat energi. Sama, gua juga suka oreo krim stroberi kayak punya lo,"
"Ga, gua boleh cerita gak?"
"Boleh, apaan emang?" Katanya sambil menyalakan sebatang rokok.
"Sebenarnya gua mau ke Rinjani sama cowok yang gua sayang, rencananya September. Tapi dia gak dapet cuti dari bosnya, jadi dia gak bisa naik. Eh ternyata gua duluan yang naik Rinjani, habis kaki udah gatelan banget. Gua jadi gak enak mau bilang dia. Aku diem-diem aja."
"Lo balik aja kesini sama cowok lo. Gunung boleh sama, tapi cerita boleh beda dengan orang yang lain, bukan?"
"Tapi gua udah males kesini lagi, haha."
"Yah, kalau menurutku naik gunung ini mengalahkan ego dalam diri. Ketika kita merasa tak yakin melanjutkan, tapi kita hanya menanamkan kepercayaan dalam diri pasti bisa yah...pasti bisa beneran."
Aku hanya mengangguk. Lalu mengajaknya melanjutkan perjalanan.
Trek Sebelum Puncak
Arga mengulur webbingnya, lalu dengan sabarnya aku ditarik naik. Berjalan sebentar lalu seperti itu lagi. Tapi hanya terjadi beberapa kali, lalu aku memutuskan untuk berjalan sendiri. Sabar dan berusaha.
Aku Sayang Kamu
Dua jam yang tersiksa akhirnya berakhir di puncak Anjani. Aku berlutut, menengadah ke langit. Ini sudah jam 11 Siang. Aku terharu, tak kusangka aku bisa menakulukan mimpiku disini. Melihat Kaldera segara anak yang cantik, kawah Rinjani, Gunung Agung, dan awan yang bergumpal dengan langit biru dibawahku.
Aku ingin teriak, sungguh. Aku memang tak berfoto dengan nama orang yang kusayangi di puncak, aku hanya berbisik pelan di puncak Rinjani : Semoga kamu bisa segera menjejakkan dirimu disini.

Hari semakin terik, kepalaku pusing, ngantuk dan lapar luar biasa. Aku berfikir ini mungkin gejala hipoksia, maka kami segera turun, berharap agar asupan oksigen berangsur normal. Dengan menahan pusing yang teramat sangat, aku segera berlari melibas trek pasir dibawahku. Sempat tertidur karena kelelahan, lalu terbangun kembali bermain ski pasir. Total jarak tempuh turun ke Plawangan Sembalun sekitar 3,5 jam saja, kalau  naik (dengan cara berjalanku) total 7,5 jam !
Karena sampai di Plawangan Sembalun sudah terlalu sore, maka itinerary yang seharusnya menginap di Segara Anak malam itu harus diundur besok. Kami masih menginap di Pelawangan Sembalun. Bersyukurlah aku, karena masih dapat menikmati sore yang indah disana !
Malam hari tampak cuaca tak bersahabat. Angin kencang bertiup memukul tenda kami bertubi-tubi. Aku meringkuk dalam tenda, entah kenapa aku terkejut mendapat pesan masuk di tempat seperti ini, menanyakan bahwa laporan kinerja sudah terkirim atau belum. Tak kubalas karena alasan sedang cuti, setelah itu aku mencoba menelepon orang tuaku yang terpisah ribuan mil dariku.
Gunung yang lucu, ada sinyal yang hanya bisa dibuat telepon dan SMS saja!

Bersambung . . .
http://unesciencefans.blogspot.co.id/2015/10/2-kakak-rinjani-tersayang-plawangan.html

0
Share
Newer Posts Older Posts Home

AUTHOR

AUTHOR
Seorang wanita yang seperti kera sakti : Tak pernah berhenti, bertindak sesuka hati dan hanya hukuman yang dapat menghentikannya.

Labels

Berkeluarga INFLIGHT ITALY JAWA TENGAH Jambi KALIMANTAN TIMUR KUTAI TIMUR Lumajang NETHERLAND NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR Perancis SULAWESI SELATAN SUMATERA BARAT Sulawesi Utara Yogyakarta deutschland jakarta jawa barat jawa timur kalimantan selatan rusia

Popular Posts

  • ABOUT ME | ÜBER MICH
    "Allah menciptakanku saat sedang tersenyum, begitu pula ibu melahirkanku dengan senyum pula." Terlahir di Surabaya, 20 Juni ...
  • Berbagi Pengalaman Ketika Aku Joinan Tes D3 ITS-PLN
    Oy...sebelumya si Une minta maaf dulu, fotonya dibuat kayak hantu biar gak ada pemalsuan identitas, penghubungan alamat, walaupun aku pun...
  • Merindukan Otot Lelah dan Bau Hutan : Puncak Batu Putih, Kaliorang
    Alasan yang paling kuat untuk menjelajah Kutai Timur sebenarnya sederhana : Pandemi COVID-19. Yang awalnya memiliki rencana untuk terbang ke...
  • Deutschland für Anfänger (Pameran Jerman Untuk Pemula)
    Guten tag Leute :) Sebenarnya jujur, kejadian ini udah berlangsung sekitar sebulan yang lalu, tetapi nggak sempat ceritanya karena bentro...
  • #1 Babak Kedua Gunung Gergaji : Mengulang Pengembaraan di Barisan Karst Sangkulirang-Mangkalihat
     "Maaf ya, jika pesanmu baru bisa aku balas kira-kira hari Jumat."  Sejenak aku mengetik pesan terakhir padamu sebelum melanjutkan...
  • Sebuah Opini : Musik Klasik Untuk Semua
    Belajar musik klasik? Ogah ah, sulit, musiknya orang tua-tua. Mendingan belajar musik pop, cepet dikenal dan mudah. Mungkin banyak ...

INSTAGRAM : @FRAUNESIA

Copyright © 2015 Was ist los, Une?

Created By ThemeXpose