• Homepage
  • PORTOFOLIO (BOOKS)
  • About Me
Was ist los, Une?
Sesuai kesepakatan semalam, paling telat jam setengah delapan pagi harus sudah menuju pulau Kaniungan Besar. Kata Pak Haji ngejar air di Sigending biar nggak surut. Aku terbingung-bingung dengan maksudnya. Beliau menjelaskan, tarif 500 ribu dengan rute Sigending, Teluk Sumbang dan Kaniungan Besar dengan waktu yang tak ditentukan. Aku ya nurut-nurut saja karena sesuai referensi yang kulihat di internet ya tempat wisatanya itu-itu saja.
Seusai makan siang, kita bertiga diantar Pak Haji dengan Brio nya menuju Dermaga Teluk Sulaiman. Cukup jauh juga Teluk Sulaiman dari penginapan kami, karena terletak di ujung jalan Biduk-Biduk. Teluk Sulaiman merupakan Pelabuhan tempat bersandarnya kapal-kapal yang hendak mengantar wisatawan maupun kapal ikan yang mau menyebrang ke Sulawesi. 
Pak Haji berbincang sebentar dengan pemilik kapal, dan kami segera menaiki perahu motor yang sudah ada atapnya. Katanya sih didesain khusus untuk wisatawan, jadi nggak kepanasan. Dan ternyata perahunya buatan Bontang ! Aku melirik perahu yang disewa wisatawan lain, nggak ada atapnya sehingga mereka sibuk menutupi wajahnya dengan sarung.
Awalnya aku agak bingung juga, kenapa sang 'sopir' kapal membelokkan kapalnya menuju hutan bakau? sedangkan yang lainnya menuju laut lepas? Takjub juga ketika kita melewati hutan bakau dengan air hijau pekat. Tak ada kapal pengunjung lain selain kita.
Awalnya Ragu Lewat Sini -_-
"Penyu! Penyu! Penyu bayi! " Arlan tiba-tiba teriak dan mengalihkan perhatian kami ke arah yang ditunjuknya. 
"Mana? Mana?" Seruku.
"Yaah...udah kabur kesana deh. Laju (kencang) renangnya." Katanya. Aku kesal gara-gara tak berhasil menangkap sosok si Penyu Bayi.
Tak lama kemudian kami keluar dari hutan Bakau dan bertemu dengan air yang sangat jernih, dan kelihatan rumput laut bergoyang didasarnya, lalu puluhan penyu dewasa berenang di sekeliling perahu kami. 
"Wah penyu !" pekikku selaku penyayang penyu girang.
"Iya itu!" sahut yang lainnya.
"Itu penyu!"
"Penyu ! Penyu! Penyu!" 
Di Sini Banyak Penyu Keliaran :D
Yeah, tak terhitung penyu yang telah kita hitung, mulai penyu bayi, remaja, hingga dewasa. Sayangnya aku tak berhasil memotret si penyu sisik karena renangnya cepat sekali.
"Ini Sigending mas," Kata sopir kapal samar-samar karena harus bergelut dengan suara mesin.
"Kita harus berangkat pagi-pagi karena air belum surut, kalau surut kita harus lewat laut lepas dan tak bisa melihat penyu. Jarang orang yang lewat sini."
Masih Sigending
Jadi ini yang namanya Sigending. Tahu gitu kan aku minta kapalnya pelan-pelan sambil menikmati ulah si penyu.
 "Pulangnya lewat sini lagi pak, " Pinta Arlan.
"Ya nggak bisa mas, nanti siang air sudah surut dan Penyunya sudah kabur ke laut."
Aku sedikit kecewa :(
Lepas dari pulau-pulau kecil di Sigending, kami menemui lautan dan pinggirnya terdapat tebing-tebing yang dihantam riak. Keren betul. Saat itu kita akan menuju air terjun di Teluk Sumbang. Kalau naik kapal gini jadi ingat pas di Balabalagan dulu :D
Pintu Masuk Teluk Sumbang
Sampai di Teluk Sumbang, kita harus trekking ringan selama 10 menit untuk menuju ke air terjun Teluk Sumbang. Sempat juga memakan korban, Arlan terpeleset jatuh.


Air terjunnya unik juga. Bebatuan tempat mengalirnya air seperti dolomite yang mengeras di Pamukkale, Turki. Airnya segar, dan tawar! Air terjun ini juga langsung bermuara ke lautan. 
Kami beruntung masih tak ada pengunjung lain selain kami, jadi kami bisa berekspresi di depan kamera sejadi-jadinya. Tapi itu hanya berlangsung 15 menit karena ada rombongan lain yang datang ke lokasi.
Air Terjun Teluk Sumbang
Diarahkan fotografer :P
 Setelah dari sana kita menuju ke Kaniungan Besar sekitar 45 menit. Pribadi sih merasa kalau aku balik ke Maluku, iya, Biduk-Biduk itu mirip dengan Tidore, Pulau dimana aku dibesarkan saat masih kecil. Pohon kelapa berjajar dan lautan yang dikelilingi dengan bukit yang masih memiliki hutan lebat.
Pulau Kaniungan ternyata bagus karena hari cerah ! Laut bergradasi dan bersih. Sayang aku tak melihat terumbu karang di dasarnya seperti di Balabalagan. Hanya pasir dan bebatuan saja. Pasir Kaniungan putih dan sangat lembut menapaki kaki. Kami berencana untuk mengelilingi Pulau Kaniungan Besar karena kondisi laut sedang surut, jadi kami tak ada yang berminat snorkeling. Di Kaniungan Besar tak ada listrik, hanya ada SEHEN dengan solar cell saja. Rumah-rumah disana pun tertutup semua.
Batu semua
Ternyata mengelilingi Pulau Kaniungan Besar cukup melelahkan,seakan tak berujung saja ! ditambah lagi cuaca yang terik, membuat tubuh basah oleh keringat. Tapi ingat sekali lagi : Mending kepanasan daripada hujan deras ketika di pantai.

Sudut Kaniungan Besar
Puas mengelilingi Kaniungan, tentu saja kami kelaparan karena sudah masuk waktu makan siang juga. Beruntung sekali di Kaniungan terdapat warung makan, kami segera pesan ayam dan ikan bakar plus kelapa muda. Lumayan enak juga, tapi jangan kaget kalau cukup mahal disini...
Pose andalan : Santai seperti di Pantai
Kalau Cerah Bagus kan dipakai foto :)
Akhirnya pukul dua kami kembali ke Biduk-Biduk, kondisi badan kami lelah dan nanti malam kita harus menuju Bandara Kalimarau, Berau untuk menuju ke Balikpapan. Ya, kami pulang dengan Pesawat karena waktu yang sudah mepet dan fisik yang sudah lelah, sedangkan Senin harus kerja dan aku ada dinas di Balikpapan. Tak hanya itu alasannya, kita mau main, ngemall dan nonton FF7 dulu di Balikpapan. From nature to city ceritanya...
Sore harinya kami sempat berfoto di sepanjang pantai Biduk-Biduk. Sayang kalau sore laut sudah pasang, sehingga kami tak mendapati gradasi indah di pantainya. Kami duduk-duduk di batang kelapa yang terhempas di pantai, bercerita, foto-foto dan melepas rasa bosan di kantor, lalu dilanjut makan malam nasi goreng di bale-bale penginapan Mayangsari.
Pesisir Biduk-Biduk. Sudah mau pasang
Senja yang Indah !
Aku merasa beruntung bisa menikmati gerhana bulan cincin di langit Biduk-Biduk tanggal 3 April pukul 20.00 WITA. Langit gelap, bersih, bertabur bintang dengan bayang-bayang pohon kelapa. Tenang, menyenangkan dan selalu kurindukan. Aaaah ! Sebentar lagi aku meninggalkan tempat yang penuh dengan kedamaian ini.
Perjalanan tujuh jam dari Biduk-Biduk menuju Berau tak terasa karena sepanang perjalanan aku tidur. Selamat tinggal Biduk-Biduk, semuanya akan selalu kurindukan. Kini saatnya kembali ke dunia kerja, mencari uang untuk melanjutkan perjalanan selanjutnya.
Karena bekerja adalah pekerjaan mengisi waktu luang sambil menunggu waktu libur tiba !
See ya, Biduk-Biduk !

Apa yang perlu dibawa?
1. Sunblock hukumnya wajib
2. Pelembap kulit biar nggak kering kulitmu
3. Kacamata hitam : bisa buat gaya dan melindungi mata
4. Topi 

Tips menuju kesana :
1. Kalau pengen mudah ya naik pesawat dari Balikpapan menuju Berau, lalu dilanjutkan dengan travel menuju Biduk-Biduk. Kalau dari Sangatta atau Bontang naik travel saja, kalau naik Pesawat harus ke Balikpapan dulu soalnya :D
Bisa juga carter mobil.
2. Rancang perjalanan ini jauh-jauh hari biar nggak kacau
3. Persiapkan fisik
4.Booking penginapan dan moda transportasi sebelumnya
5. Gunakan Sepatu dan baju yang nyaman ya
6. Cari referensi sebanyak-banyaknya dari teman/internet tentang tempat ini

Itinerary kami:
1. Tanggal 2 April (19.30 WITA) berangkat dari Bontang. Pukul 13.00 WITA (3 April sampai di Biduk-Biduk) Lanjut ke Labuan Cermin dan foto-foto di pantai Biduk-Biduk. Malamnya istirahat
2. 4 April : eksplor Sigending, Teluk Sumbang dan Kaniungan Besar. Sorenya bisa digunakan untuk jalan-jalan santai di Biduk-Biduk, berfoto dan nggosip, haha
3. 4 April malam : Kembali ke Berau
4. 5 April : Pukul 05.00 WITA, sampai Bandara, shalat, dan bersiap-siap take off pukul 07.00 WITA. Sampai Balikpapan langsung lihat Fast Furious 7. Aahhh...sempurna sekali liburan kali ini !

Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan nomor yang bisa dihubungi :
1. Travel Bontang- Biduk-Biduk : Rp 350.000,00 perorang (tapi kami dapat satu juta tiga orang)
Bisa juga ditempuh dari Samarinda. Hubungi : Harun - 081346459635. Sopirnya ramah dan seru kok :D
2. Pesawat BEJ-BPN : Rp 510.000,00
3. Penginapan : Rp. 200.000,00 permalam
Penginapan Mayangsari : 085247418303
Pemiliknya baik banget !
4. Kapal Ke Labuan Cermin : Rp. 100.000,00 per rombongan
5. Kapal ke Kaniungan, Sigending dan Teluk Sumbang : Rp. 500.000,00
 Kapalnya milik penginapan.
6. Konsumsi : Anggap aja sekali makan Rp 30.000,00-Rp 40.000,00 :D
7. Menuju ke Labuan Cermin dan Dermaga Teluk Sulaiman : Rp 150.000 ,00
 
Have a nice weekend !
2
Share
Satu persatu destinasi yang perlu kujelajahi di Bumi Etam sudah tercapai, mulai dari Balabalagan dari kubu paling selatan di Kaltim hingga Kaltim paling Utara, Biduk-Biduk. Waktu libur tiga hari pada awal bulan April merupakan waktu yang tepat untuk menjajal destinasi yang lagi ngetrend di Kalimantan, yaitu Labuan Cermin yang terletak di Kabupaten Berau, Kecamatan Biduk-Biduk. Sudah kita rencanakan jauh-jauh hari untuk menuju kesana, karena kita semua tahu jalan menuju kesana cukup jauh dan memanaskan pantat kalau menempuh jalur darat dari Bontang.
Itinerary, rencana anggaran biaya, dan segala rencana sudah dipersiapkan dalam waktu seminggu sebelum keberangkatan. Cukup deg-degan juga, antara jadi atau tidak, karena masalah transportasi ke Biduk-Biduk (travel) yang belum jelas jadi nggaknya, kan nggak enak aja kalau tiba-tiba nggak jadi, terlanjur sudah koar-koar juga, hehe.
Tapi syukurlah, sang sopir travel mengabari kalau jadi berangkat, aku lega bukan main. Kami bertiga (Une, Yusuf dan Arlan) langsung packing dan berangkat tanggal 2 April setelah shalat Isya (pukul 19.30 WITA) dari Bontang, biar sampai di Biduk-Biduk pagi. Kalian tahu apa yang terjadi saat kami dijemput oleh sopir travel? Oke, mobil Xenia, penumpang berjubel. Tiga di belakang, tiga ditengah dengan jumlah barang bawaan segambreng. Sesak bukan main. Aku ditempatkan di sebelah sopir, sedangkan kedua temanku harus rela bersesak-sesakan di tengah selama tujuh belas jam. Awalnya kita ragu, kok penuh benar travelnya, mau duduk dimana kita? Tapi dengan sedikit terbata sopir menjelaskan masih cukup, jadi kami nurut saja.
Sepanjang jalan kami berbincang dengan Sang sopir, kalau dia orang asli Biduk-Biduk, tapi punya keturunan Bugis Barru yang sudah terbiasa mondar mandir dari Biduk-Biduk ke Samarinda sejak tujuh tahun lalu. Tak hanya itu, lagu yang disetel sepanjang perjalanan pun lagu lawas, dangdut, hingga lagu berbahasa Mandar yang tak kumengerti. Rute Perjalanan yang kami tempuh dari Bontang - Sangatta - Sepaso - Kaliorang - Kaubun - Sangkulirang - Talisayan - Biduk-Biduk. Aku lebih banyak memilih tidur, biar besok bisa fresh di Labuan Cermin. Tak terasa sudah sepuluh jam perjalanan, sampailah kita di penyebrangan sungai di desa Kaubun pukul setengah lima pagi. 
Kuperiksa google maps, ternyata kita hanya menyebrang sungai selama 45 menit saja dengan kapal yang hanya muat tiga mobil multi purpose vehicle. Asyik juga nyebrang pagi buta seperti ini, menembus kabut di pedalaman Kutai memang luar biasa. Tapi waspada ada buaya ya :P
Setelah menyebrang kita melanjutkan perjalanan sekitar 6-7 jam. Saat itu kita masih berada di Sangkulirang. Kanan kiri hutan dan log yang ditumpuk-tumpuk. Hutan hujan tropis dan jalanan yang berbatu membuat tubuh terbanting kanan kiri dan memaksaku untuk tidak tertidur dan menikmati perjalanan ini, perjalanan pagi dimana hutan masih diselimuti kabut tipis.
Pemandangan Sepanjang jalan setelah penyebrangan, indah bukan?

Perut keroncongan bukan main, kami berhenti di sebuah warung di Talisayan untuk mengisi perut dan dompet sebentar. Sudah pukul sebelas siang, dan itu masih membutuhkan waktu dua jam lagi untuk menuju ke Biduk-Biduk. Kata Pak Sopir, perjalanan yang membuat lama adalah harus memutar dulu melalui Lempake, gara-gara jalan pintas di Lenggok rusak dan hanya bisa dilewati oleh mobil double gardan.
Matahari membakar Bumi Etam siang itu. Aku menyeka keringat berkali-kali dan mengibas-ngibas jilbabku mencari kesejukan sambil melirik AC mobil yang tampaknya sudah rusak. Tapi mending panas dan cuaca cerah seperti ini, kulit hitam sedikit tak masalah, yang penting puas melihat keindahan Allah dalam cuaca yang cerah seperti ini. Hasil foto dengan filter CPL pun menjadi sempurna !
Tapi lega juga di Talisayan ada dua penumpang yang turun, jadi tempat duduk menjadi lengang. Dari dialek dan parasnya tampaknya mereka suku Dayak. Perjalanan menuju Biduk-Biduk berkelok-kelok, tapi sudah beraspal, sempit, dan kanan kiri diapit dengan hutan. Tak jarang kami bergidik melihat ular kecil hingga ular king kobra menyebrang jalan dengan santainya. Serem banget yang pas king kobra nyebrang, langsung ngeloyor lewat saja, panjang dan gede gitu.
Dua jam kemudian kami memasuki Biduk-Biduk dengan nyiur yang berbaris baris rapi melambai-lambai sepanjang jalan seakan-akan mengucapkan selamat datang. Hatiku bergetar seakan tak percaya bisa mencapai tempat ini dengan penuh perjuangan : dimulai dari punggung pegal, perut lapar, kepanasan hingga pantat yang membara.

Senyum sambil menahan pantat panas
Aku mengucap subhanallah berkali-kali. Desa di tepi pesisir ini sungguh cantik luar biasa. Laut surut yang cantik dan menampakkan gradasi warna cantiknya tak luput dari bidikan mirrorlessku. Ternyata garis pantai di Kalimantan pun tak kalah dengan Flores !
Hati-hati kalau nyebrang, banyak sapi keliaran yang merupakan hewan dilindungi disini !
Mirip di Hawaii
Kami langsung menuju penginapan yang telah kupesan sebelumnya, yaitu penginapan Mayangsari. Semalam tarif maksimal 200 ribu. Kami memesan kamar yang langsung menghadap pantai, termasuk kelas terbaik di Mayangsari, karena dilengkapi dengan televisi, kloset duduk, AC, kipas angin, dan springbed double. Sebenarnya bukan itu yang kami cari, tapi deburan ombak pas disebelah kamar kami yang kami cari, untuk melepas penat selama di kantor.
Penginapan Mayangsari
Kamar eksklusifnya (bantal leherku yang macan tinggal kenangan gara-gara hilang)
Untuk listrik disini hanya menyala selama 12 jam saja, yaitu pukul 6 sore hingga 6 pagi, jangan lupa isi ulang ponsel dan semua gawaimu. Untuk sinyal di dekat penginapan cukup baik, kadang juga hilang tanpa sebab. Jangan harap ada HSDPA atau 3G, maksimal hanya ada EDGE disini ! Cukuplah buat WhatsApp, ngePath, Instagram atau teleponan, haha. Oh iya, tidak ada operator lain selain Telkomsel yang beroperasi disini.
Setelah shalat dan istirahat sebentar kita langsung menuju ke Labuan Cermin, sempat bingung mau menuju kesana naik apa, untunglah Bapak yang punya penginapan baik sekali dan menawarkan diri untuk mengantarkan kami ke Labuan Cermin dengan mobil Honda Brio pribadinya. Kerasa eksklusif sekali trip kali ini, tapi tentu saja nggak gratisan, tapi lima puluh ribu pulang pergi, haha. Biarin deh, daripada jalan kaki, jauh benar bro ! dari penginapan, yah, walaupun menurutku penginapan Mayangsari yang paling dekat dari Labuan Cermin itu sih, hehe.
 Dermaga di Labuan Cermin
Akhirnya :*
Oke, untuk menuju ke Labuan Cermin harus sewa perahu dulu per rombongan seratus ribu pulang pergi, bukan perkapal. Ya akhirnya aku harus rela keluar duit seratus ribu untuk tiga orang, hehe. Ketahanan finansial dan fisik benar-benar diperlukan, disini. Tapi memang benar benar terbayar dengan keindahan yang disuguhkan selama perjalanan ke danaunya.
On The Way
Sepuluh menit kemudian aku terkagum-kagum memasuki tempat yang gradasi warnanya berbeda jauh, sebelumnya tosca, dan sekarang benar-benar jernih hingga bisa melihat dasar. Subhanallah, rasanya terperangkap dalam dunia cermin di tengah hutan. Ganti baju dulu, lalu nyemplung pakai pelampung. Serem juga soalnya, nyemplung di kedalaman 20 meter dengan dua rasa, antara tawar dan asin, kalau tenggelam kan lucu sekali. Airnya dingin dan menyegarkan.



Jernihnya bikin gemes !
Peserta trip Kali ini : Orang PLN Bontang Semua :D Senyum bebas dari jeratan boss !

Puas berenang di Labuan Cermin, kami kembali ke penginapan. Mandi, beristirahat, rapat anggaran *ini penting dibahas agar tak terjadi perselisihan antar anggota masalah uang , makan malam di warung sebelah penginapan *kami beruntung dapat penginapan yang sebelahnya warung dan membahas rencana keesokan harinya. Rencana besok kita menyebrang ke pulau Kaniungan Besar dan sekitarnya. Sebenarnya kami dapat tawaran dari pemilik penginapan untuk sewa kapal seharga 500 ribu untuk keliling pulau. Kami berembug sebentar dan akhirnya kami mengiyakan tawaran itu, daripada nunggu teman dari rombongan lain untuk sharing cost, itu bakal lebih ruwet, takutnya nggak sejalan  dan selisih paham juga. Maka dari itu aku sarankan untuk rombongan minimal lima orang agar biaya sharing cost bisa lebih diminimalkan. Nantikan cerita di hari selanjutnya ya :)

0
Share
Newer Posts Older Posts Home

AUTHOR

AUTHOR
Seorang wanita yang seperti kera sakti : Tak pernah berhenti, bertindak sesuka hati dan hanya hukuman yang dapat menghentikannya.

Labels

Berkeluarga INFLIGHT ITALY JAWA TENGAH Jambi KALIMANTAN TIMUR KUTAI TIMUR Lumajang NETHERLAND NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR Perancis SULAWESI SELATAN SUMATERA BARAT Sulawesi Utara Yogyakarta deutschland jakarta jawa barat jawa timur kalimantan selatan rusia

Popular Posts

  • ABOUT ME | ÜBER MICH
    "Allah menciptakanku saat sedang tersenyum, begitu pula ibu melahirkanku dengan senyum pula." Terlahir di Surabaya, 20 Juni ...
  • Berbagi Pengalaman Ketika Aku Joinan Tes D3 ITS-PLN
    Oy...sebelumya si Une minta maaf dulu, fotonya dibuat kayak hantu biar gak ada pemalsuan identitas, penghubungan alamat, walaupun aku pun...
  • Merindukan Otot Lelah dan Bau Hutan : Puncak Batu Putih, Kaliorang
    Alasan yang paling kuat untuk menjelajah Kutai Timur sebenarnya sederhana : Pandemi COVID-19. Yang awalnya memiliki rencana untuk terbang ke...
  • Deutschland für Anfänger (Pameran Jerman Untuk Pemula)
    Guten tag Leute :) Sebenarnya jujur, kejadian ini udah berlangsung sekitar sebulan yang lalu, tetapi nggak sempat ceritanya karena bentro...
  • #1 Babak Kedua Gunung Gergaji : Mengulang Pengembaraan di Barisan Karst Sangkulirang-Mangkalihat
     "Maaf ya, jika pesanmu baru bisa aku balas kira-kira hari Jumat."  Sejenak aku mengetik pesan terakhir padamu sebelum melanjutkan...
  • Sebuah Opini : Musik Klasik Untuk Semua
    Belajar musik klasik? Ogah ah, sulit, musiknya orang tua-tua. Mendingan belajar musik pop, cepet dikenal dan mudah. Mungkin banyak ...

INSTAGRAM : @FRAUNESIA

Copyright © 2015 Was ist los, Une?

Created By ThemeXpose