#1 Long Way To Go : Biduk-Biduk, Berau - Kalimantan Timur

Satu persatu destinasi yang perlu kujelajahi di Bumi Etam sudah tercapai, mulai dari Balabalagan dari kubu paling selatan di Kaltim hingga Kaltim paling Utara, Biduk-Biduk. Waktu libur tiga hari pada awal bulan April merupakan waktu yang tepat untuk menjajal destinasi yang lagi ngetrend di Kalimantan, yaitu Labuan Cermin yang terletak di Kabupaten Berau, Kecamatan Biduk-Biduk. Sudah kita rencanakan jauh-jauh hari untuk menuju kesana, karena kita semua tahu jalan menuju kesana cukup jauh dan memanaskan pantat kalau menempuh jalur darat dari Bontang.
Itinerary, rencana anggaran biaya, dan segala rencana sudah dipersiapkan dalam waktu seminggu sebelum keberangkatan. Cukup deg-degan juga, antara jadi atau tidak, karena masalah transportasi ke Biduk-Biduk (travel) yang belum jelas jadi nggaknya, kan nggak enak aja kalau tiba-tiba nggak jadi, terlanjur sudah koar-koar juga, hehe.
Tapi syukurlah, sang sopir travel mengabari kalau jadi berangkat, aku lega bukan main. Kami bertiga (Une, Yusuf dan Arlan) langsung packing dan berangkat tanggal 2 April setelah shalat Isya (pukul 19.30 WITA) dari Bontang, biar sampai di Biduk-Biduk pagi. Kalian tahu apa yang terjadi saat kami dijemput oleh sopir travel? Oke, mobil Xenia, penumpang berjubel. Tiga di belakang, tiga ditengah dengan jumlah barang bawaan segambreng. Sesak bukan main. Aku ditempatkan di sebelah sopir, sedangkan kedua temanku harus rela bersesak-sesakan di tengah selama tujuh belas jam. Awalnya kita ragu, kok penuh benar travelnya, mau duduk dimana kita? Tapi dengan sedikit terbata sopir menjelaskan masih cukup, jadi kami nurut saja.
Sepanjang jalan kami berbincang dengan Sang sopir, kalau dia orang asli Biduk-Biduk, tapi punya keturunan Bugis Barru yang sudah terbiasa mondar mandir dari Biduk-Biduk ke Samarinda sejak tujuh tahun lalu. Tak hanya itu, lagu yang disetel sepanjang perjalanan pun lagu lawas, dangdut, hingga lagu berbahasa Mandar yang tak kumengerti. Rute Perjalanan yang kami tempuh dari Bontang - Sangatta - Sepaso - Kaliorang - Kaubun - Sangkulirang - Talisayan - Biduk-Biduk. Aku lebih banyak memilih tidur, biar besok bisa fresh di Labuan Cermin. Tak terasa sudah sepuluh jam perjalanan, sampailah kita di penyebrangan sungai di desa Kaubun pukul setengah lima pagi. 
Kuperiksa google maps, ternyata kita hanya menyebrang sungai selama 45 menit saja dengan kapal yang hanya muat tiga mobil multi purpose vehicle. Asyik juga nyebrang pagi buta seperti ini, menembus kabut di pedalaman Kutai memang luar biasa. Tapi waspada ada buaya ya :P
Setelah menyebrang kita melanjutkan perjalanan sekitar 6-7 jam. Saat itu kita masih berada di Sangkulirang. Kanan kiri hutan dan log yang ditumpuk-tumpuk. Hutan hujan tropis dan jalanan yang berbatu membuat tubuh terbanting kanan kiri dan memaksaku untuk tidak tertidur dan menikmati perjalanan ini, perjalanan pagi dimana hutan masih diselimuti kabut tipis.
Pemandangan Sepanjang jalan setelah penyebrangan, indah bukan?

Perut keroncongan bukan main, kami berhenti di sebuah warung di Talisayan untuk mengisi perut dan dompet sebentar. Sudah pukul sebelas siang, dan itu masih membutuhkan waktu dua jam lagi untuk menuju ke Biduk-Biduk. Kata Pak Sopir, perjalanan yang membuat lama adalah harus memutar dulu melalui Lempake, gara-gara jalan pintas di Lenggok rusak dan hanya bisa dilewati oleh mobil double gardan.
Matahari membakar Bumi Etam siang itu. Aku menyeka keringat berkali-kali dan mengibas-ngibas jilbabku mencari kesejukan sambil melirik AC mobil yang tampaknya sudah rusak. Tapi mending panas dan cuaca cerah seperti ini, kulit hitam sedikit tak masalah, yang penting puas melihat keindahan Allah dalam cuaca yang cerah seperti ini. Hasil foto dengan filter CPL pun menjadi sempurna !
Tapi lega juga di Talisayan ada dua penumpang yang turun, jadi tempat duduk menjadi lengang. Dari dialek dan parasnya tampaknya mereka suku Dayak. Perjalanan menuju Biduk-Biduk berkelok-kelok, tapi sudah beraspal, sempit, dan kanan kiri diapit dengan hutan. Tak jarang kami bergidik melihat ular kecil hingga ular king kobra menyebrang jalan dengan santainya. Serem banget yang pas king kobra nyebrang, langsung ngeloyor lewat saja, panjang dan gede gitu.
Dua jam kemudian kami memasuki Biduk-Biduk dengan nyiur yang berbaris baris rapi melambai-lambai sepanjang jalan seakan-akan mengucapkan selamat datang. Hatiku bergetar seakan tak percaya bisa mencapai tempat ini dengan penuh perjuangan : dimulai dari punggung pegal, perut lapar, kepanasan hingga pantat yang membara.

Senyum sambil menahan pantat panas
Aku mengucap subhanallah berkali-kali. Desa di tepi pesisir ini sungguh cantik luar biasa. Laut surut yang cantik dan menampakkan gradasi warna cantiknya tak luput dari bidikan mirrorlessku. Ternyata garis pantai di Kalimantan pun tak kalah dengan Flores !
Hati-hati kalau nyebrang, banyak sapi keliaran yang merupakan hewan dilindungi disini !
Mirip di Hawaii
Kami langsung menuju penginapan yang telah kupesan sebelumnya, yaitu penginapan Mayangsari. Semalam tarif maksimal 200 ribu. Kami memesan kamar yang langsung menghadap pantai, termasuk kelas terbaik di Mayangsari, karena dilengkapi dengan televisi, kloset duduk, AC, kipas angin, dan springbed double. Sebenarnya bukan itu yang kami cari, tapi deburan ombak pas disebelah kamar kami yang kami cari, untuk melepas penat selama di kantor.
Penginapan Mayangsari
Kamar eksklusifnya (bantal leherku yang macan tinggal kenangan gara-gara hilang)
Untuk listrik disini hanya menyala selama 12 jam saja, yaitu pukul 6 sore hingga 6 pagi, jangan lupa isi ulang ponsel dan semua gawaimu. Untuk sinyal di dekat penginapan cukup baik, kadang juga hilang tanpa sebab. Jangan harap ada HSDPA atau 3G, maksimal hanya ada EDGE disini ! Cukuplah buat WhatsApp, ngePath, Instagram atau teleponan, haha. Oh iya, tidak ada operator lain selain Telkomsel yang beroperasi disini.
Setelah shalat dan istirahat sebentar kita langsung menuju ke Labuan Cermin, sempat bingung mau menuju kesana naik apa, untunglah Bapak yang punya penginapan baik sekali dan menawarkan diri untuk mengantarkan kami ke Labuan Cermin dengan mobil Honda Brio pribadinya. Kerasa eksklusif sekali trip kali ini, tapi tentu saja nggak gratisan, tapi lima puluh ribu pulang pergi, haha. Biarin deh, daripada jalan kaki, jauh benar bro ! dari penginapan, yah, walaupun menurutku penginapan Mayangsari yang paling dekat dari Labuan Cermin itu sih, hehe.
 Dermaga di Labuan Cermin
Akhirnya :*
Oke, untuk menuju ke Labuan Cermin harus sewa perahu dulu per rombongan seratus ribu pulang pergi, bukan perkapal. Ya akhirnya aku harus rela keluar duit seratus ribu untuk tiga orang, hehe. Ketahanan finansial dan fisik benar-benar diperlukan, disini. Tapi memang benar benar terbayar dengan keindahan yang disuguhkan selama perjalanan ke danaunya.
On The Way
Sepuluh menit kemudian aku terkagum-kagum memasuki tempat yang gradasi warnanya berbeda jauh, sebelumnya tosca, dan sekarang benar-benar jernih hingga bisa melihat dasar. Subhanallah, rasanya terperangkap dalam dunia cermin di tengah hutan. Ganti baju dulu, lalu nyemplung pakai pelampung. Serem juga soalnya, nyemplung di kedalaman 20 meter dengan dua rasa, antara tawar dan asin, kalau tenggelam kan lucu sekali. Airnya dingin dan menyegarkan.



Jernihnya bikin gemes !
Peserta trip Kali ini : Orang PLN Bontang Semua :D Senyum bebas dari jeratan boss !

Puas berenang di Labuan Cermin, kami kembali ke penginapan. Mandi, beristirahat, rapat anggaran *ini penting dibahas agar tak terjadi perselisihan antar anggota masalah uang , makan malam di warung sebelah penginapan *kami beruntung dapat penginapan yang sebelahnya warung dan membahas rencana keesokan harinya. Rencana besok kita menyebrang ke pulau Kaniungan Besar dan sekitarnya. Sebenarnya kami dapat tawaran dari pemilik penginapan untuk sewa kapal seharga 500 ribu untuk keliling pulau. Kami berembug sebentar dan akhirnya kami mengiyakan tawaran itu, daripada nunggu teman dari rombongan lain untuk sharing cost, itu bakal lebih ruwet, takutnya nggak sejalan  dan selisih paham juga. Maka dari itu aku sarankan untuk rombongan minimal lima orang agar biaya sharing cost bisa lebih diminimalkan. Nantikan cerita di hari selanjutnya ya :)

Unesia Drajadispa

No comments: