Sekarang sumber air su dekat,
Beta sonde terlambat lagi,
Lebih mudah bantu mama ambil air untuk mandi adik,
Karena mudah ambil air, katong bisa hidup deng
sehat.
Bapak ikut urus air deng bapak desa….
Cuplikan iklan air mineral beberapa tahun lalu yang
menceritakan tentang susahnya mendapatkan air di daerah Nusa Tenggara Timur
awalnya tidak aku gubris sama sekali. Kupikir aku nggak mungkin menjejakkan
kaki di Nusa Tenggara Timur, tidak ada relasi disana. Saat iklan itu
ditayangkan, sekitar tahun 2009, aku masih duduk di bangku SMA. Aku
menghabiskan masa SMA ku di Jawa, dimana fasilitas air bersih melimpah ruah.
Tahun berganti tahun, akupun lulus dari bangku
kuliah. Tak kusangka juga diawal tahun 2014 aku mengawali karirku di Nusa
Tenggara Timur, aku tak menyangka akhirnya dapat mengunjungi daerah dimana beberapa tahun lalu aku selalu menyaksikan iklan yang
menceritakan tentang bantuan pembangunan fasilitas air bersih disana. Beberapa
temanku yang dapat satu penempatan denganku pun heboh, heboh akan bayangan
sulitnya air bersih disana. Maklum, kami hidup sehar-hari sudah dipasok dengan
air bersih dan fasilitas lain yang mapan. Ah! Kadang aku berpikir, betapa
egoisnya kami, betapa lalainya kami dengan keadaan saudara-saudara kami yang masih
membutuhkan air bersih di daerah lain.
Aku mencari banyak informasi tentang geografis dan
kondisi disana, apakah benar susah air? Apakah benar air bersih terbatas? Dan
segumpal pertanyaan lain, entah mengapa telingaku tiba-tiba terngiang-ngiang
iklan yang pernah ditampilkan beberapa tahun silam tersebut. Segera aku cari
videonya dan aku tonton berulang-ulang.
Kupang, aku datang. Dari beberapa sumber yang aku
himpun, tidak semua dataran Nusa Tenggara sulit mendapatkan air. Dan daerah
yang diiklankan di televisi tersebut terletak di Kabupaten Timor Tengah
Selatan, Desa Oehela yang letaknya sekitar 100 km dari Kupang.
“Warga disana sudah lama mengeluhkan kondisi
susahnya air bersih, Nona.” Kata sopir taksi yang mengantarkanku ke penginapan
dekat kantor induk perusahaanku. Aku sempat mencari tahu juga tentang kondisi
air bersih kepada pak sopir.
“Dong su senang, aer su masuk sekarang,”(1) Lanjutnya. “Itu desa su jadi terkenal e, tiap hari masuk tivi. Sebelumnya dorang
mesti naik bukit do buat ambil air minum. Kalo musim panas su tiba, dong pu
penyakit nama aa diare su.”(2)
Aku mengulum senyum menatap wajah timornya yang
tanpa ekspresi menjelaskan panjang lebar tentang kondisi disana. Logat
Kupangnya yang sudah mengental kadang sulit aku cerna. Membuatku bingung juga
mau jawab apa, dan aku pilih untuk diam.
Kurebahkan tubuhku di kamar hotel, lalu aku menuju
kamar mandi untuk mencuci mukaku yang terasa gerah. Tapia pa yang terjadi?
Ketika kran air kuputar ternyata airnya tidak keluar sama sekali ! Karena
kesal, aku segera berlari ke meja resepsionis dengan menahan amarah.
“Airnya mati !” Semburku pada nona muda seumuran
denganku di meja resepsionis dengan muka masam.
“Katanya
sumber air su dekat,” lanjutku dalam hati.
“Aduh, sabar nona ee, ini air su mati dari tadi
pagi,” katanya lembut, berusaha memadamkan api yang berkobar di kepalaku.
“Nona, ini penginapan. Aku capek habis dari Surabaya
tadi pagi dan aku belum mandi,” jelasku kecewa seakan-akan dengan kekecewaanku
memaksa air keluar. Wajah nona muda itu tampak panik, “Iya sabar nona ee…Paul !
Paul ! Lu tau son, kamar mana yang masih pu air? Ada nona mau mandi !(3)” Jawabnya
sambil memanggil rekannya yang lewat.
“Mari sudah, nona ikut saya,” Nona resepsionis membimbingku ke sebuah kamar yang masih
memiliki cadangan air di baknya. “Maaf nona sementara disini dulu. Maaf atas
ketidaknyamanannya.”
Aku menjawab singkat, “Iya.”
Ternyata aku tak mendapatkan di Kupang. Dari Kantor
Wilayah aku mendapatkan tempat di Labuan Bajo, Manggarai. Terpisah dari pulau
Timor. Setidaknya ada harapan air lebih lancar disana.
###
Tiga pemuda tanggung menjemputku di Bandar Udara
Komodo, Labuan Bajo. Sedikit memperkenalkan diri, entah mengapa aku langsung
menanyakan kondisi air disini. Rasanya iklan air mineral yang beberapatahun
lalu menayangkan kondisi air bersih di Nusa Tenggara Timur sudah mengental di
pikiranku, memberiku persepsi bahwa air bersih benar-benar susah.
“Mas, air bersih susah disini?”
Tiga pemuda tanggung tertawa kecil. “ Ooo…jangan
khawatir enu(4), Flores itu dataran tersubur di Nusa Tenggara, bahkan di Flores
sudah memiliki produsen air mineral sendiri. “ Pemuda berbaju putih yang
mengenalkan diri dengan nama Bobi itu menjelaskan. Penjelasannya sedikit
menenangkan diriku.
“Betul itu?” tanyaku balik.
“Benar enu, tapi itu di ibukota kabupaten tetangga,
Ruteng.”
“Aduh mas….aku kan bukan disana, tapi di Labuan,”
Penjelasannya seakan-akan meruntuhkan harapanku atas air bersih disini.
“Ooo…iya ee…di Labuan sendiri ada beberapa tempat
yang susah air. Tapi jangan khawatir, enu cari saja kos di dekat rumah saya.
Disana cukup mudah airnya.”
Aku menghela nafas lega.
Sudah hampir satu bulan berjalan. Air bersih di tempatku bermukim cukup mudah. Bersih,
lancar dan cukup segar. Tidak payau walaupun dekat dengan pesisir. Kegiatan MCK
berlangsung dengan lancar dan mematahkan anggapan bahwa air itu selalu susah di
NTT.
“Tapi enu….jangan lupa hemat airnya ya. Bukan
berarti mudah air, jadi buang-buang air sembarangan. Rumah mama saya di Timor
sana susah dapat air. Air seakan lebih mahal dari minyak. Jadi tolong sedikit
dihemat, saya ingat sama Mama.”
Petuah sakti yang pernah diucapkan dari salah satu
pemuda Manggarai itu membuatku tersentuh. Mudah air, bukan berarti bisa dibuang-buang
sesuka hati.
Pada satu kesempatan aku berkesempatan mengunjungi
Ruteng. Dan aku takjub dengan kondisi air disana. Segar dan dingin. Jernih
bukan main daripada kondisi air di kota tempat aku dilahirkan. Kondisi
geografis yang terletak di kaki gunung Ranaka tentu saja membuat subur dan
sumber air belimpah. Tak heran kota ini memiliki pabrik air mineral yang telah
didistribusikan ke seluruh dataran Flores.
Tiga bulan kemudian, selesai sudah tugasku di
Labuan Bajo. Tujuan selanjutnya adalah Bontang, Kalimantan Timur. Aku harus
bertolak kesana minggu depan. Seperti biasa, harapanku : air bersih mudah didapatkan.
Sepinggan airport, Balikpapan.
“Selamat menikmati perjalanan ke Bontang.” Begitulah
seorang bapak yang menjemputku di Bandara menyambutku. Pernyataan itu membuatku
terheran-heran.
“Emang kenapa Pak?”
“Perjalanannya sekitar enam jam. Mbak nggak mudah
mabuk darat kan?”
Aku menggeleng dan sudah menebak bagaimana
liku-liku perjalanan kesana. Kuatkan dirimu, Une.
“Oh iya mbak, mbak jangan kaget ya, di Bontang
cukup susah mendapatkan air bersih.”
Apa? Iya? Benarkah? Kalimat barusan seakan
menonjokku. Cukup susah mendapatkan air bersih. Bagaimana hidupku disana!
“Pak…benarkah?”
“Iya mbak, air Cuma nyala sekitar tiga hari sekali.
Sisanya mati.”
“Aduh Pak,” Keluhku lirih.
“Mbak cari saja kost yang ada tandon air dan sudah
terpasang instalasi air. Begitu air nyala, langsung ditampung disana untuk
beberapa hari. Kalau cari yang nggak ada tandonnya, waduh…susah mbak kalau air
pas mati.”
Aku tak menanggapi pernyataan itu. Pikiranku sudah
kalut, kacau. Lagi-lagi karir membawaku ke tempat yang susah air. Apa boleh buat, tempatku bekerja tersebar merata di seluruh Indonesia. Siap tidak siap, mau-tidak mau, aku harus menerima kondisi seperti ini.
###
Sekitar dua minggu aku tinggal di Bontang.
Alhamdulillah tidak seekstrim yang aku bayangkan. Aku masih bisa mandi, cuci
dengan lancar disini walau kualitas airnya keruh. Penggunaan air pun aku atur
dengan baik agar aku tidak kekurangan air bersih. Dari sini aku sadar, air itu
benar-benar vital untuk kehidupan sehari-hari. Hidup itu memang adil, jika dulu
aku merasakan betapa mudahnya aku mendapatkan air bersih dan menjalani kariku di
kota dengan air berlimpah, aku pasti tak akan pernah bisa menghemat air dan
diri ini makin egois dan lalai terhadap sesama. Kini aku menjalani karirku
dengan kondisi air yang cukup terbatas dan aku bersyukur pernah ditempatkan di
kondisi air yang berbeda, dimana akhirnya aku dapat lebih menghargai air dan
menyadarkan betapa pentingnya menghemat air untuk kehidupan kita.
Ternyata hidup di kondisi dengan air terbatas itu
tidak nyaman. Mari jaga kelestarian air dan jangan sampai kita buat iklan air
mineral yang menayangkan tentang susahnya air bersih di Timor Tengah Selatan
berkata : “Sekarang sumber air su langka. Beta bingung mau karmana lai…”(5)
Akhir kata saya berterima kasih dengan semua pihak
yang telah membantu dalam penyaluran air bersih di berbagai kota di Indonesia.
Catatan kaki :
1. Mereka senang, air sudah masuk sekarang
2. Desa tersebut sudah terkenal, setiap hari masuk televisi. Sebelumnya mereka harus naik bukit dulu untuk mendapatkan air minum. Kalau musim panas tiba, mereka sering terjangkit diare.
3. Kamu tahu tidak, kamar mana yang masih ada airnya?
4. Panggilan kepada gadis (bhs Manggarai)
5. Sekarang sumber air sudah langka, aku bingung mau bagaimana lagi...
2 comments:
wehh, blog e une, sangar ik
bagus2, kalo air di kampung ku aja dari dulu udah jadi masalah kalo kemarau tiba dan kayaknya kelak ke depan bakal jadi kepentingan besar sama air
Haha, guru yo luwih sangar ik, :D
BTW Makasih ya udah mau baca :)
Post a Comment