• Homepage
  • PORTOFOLIO (BOOKS)
  • About Me
Was ist los, Une?

Apa yang sebenarnya kupikirkan saat itu, awalnya iseng-iseng menggali informasi tentang wisata bahari di peramban, takdir mempertemukan dengan salah satu web freediving course pertama di Indonesia, Let's Freedive yang berdomisili di Jakarta. Namanya juga si Une tukang penasaran, ya saya kepoin mati-matian itu webnya dan lirak-lirik akun instagramnya walaupun aku belum berani follow. 

Dan akhirnya dengan kesadaran penuh aku kontak salah satu instruktur yang tertera disitu via pesan singkat.  Dan dibalas dong selang beberapa menit.

Deg-degan. Ngapain sih Une? Iseng banget👻

Ya cuma nanya informasi, coursenya ngapain saja, apa yang perlu disiapkan. Biayanya berapa, terus jadwalnya kapan, ya pokoknya seolah-olah minggu depan aku langsung ikutan gitu.

"AIDA 2 itu basic. Gak perlu persiapan apa-apa kok. Cuma bawa diri , handuk dan shampoo aja."

Bodoh...bodoh lah si Une. Malah bikin nggak bisa tidur semalaman karena penasaran mencari alasan kenapa aku harus ikutan course ini, dan tertantang gara-gara coachnya cuma bilang kayak gitu. Web dan video yang membahas tentang pengalaman AIDA 2 aku baca berulang kali, memastikan bahwa apa yang dikatakan coachnya bener. Jangan-jangan dia udah menganggapku jagoan di air, padahal, duh hanya bisa glidang-gliding seadanya pakai buntut duyung warna tosca, latihan sendiri modal yutub, miris lah pokoknya karena memang nggak ada komunitas freedive ini di Bontang.

"Dan yang penting nyaman pas berada di air. Nggak panikan." aku berulang kali membaca chat dan menggaris bawahi kalimat itu dari calon coach yang saat itu aku hubungi, Jason Hakim. 

Huh, nyaman? Iya sih, aku sering latihan renang seadanya, dan bagiku berada di air tidak membuatku panik takut tenggelam. Dikit-dikit bisa lah, nggak bodo-bodo amat.

Lantas, apa yang memacuku untuk membulatkan tekad nekad ikut course ini? Karena aku merasa rugi, masa kecil di Maluku, belum bisa renang. 2014 selama 4 bulan aku On Job Training di Labuan Bajo, masih belum bisa renang. 2016 ke Derawan, belum bisa renang juga. Dan 2022 babymoon ke Bunaken, sudah bisa renang tapi nggak berani nyelam karena hamil muda, dan belum tahu teknik yang aman. Rugi lah...rugiiii! Dan juga aku ini suka bermain alat musik tiup flute, dengan harapan mengikuti course ini bisa memperbaiki tone projection dan bisa stabil dan konstan saat meniup nada. 

Begitulah kira-kira alasan yang aku jelasin ke coach Jason saat pertemuan pertama.

Jadi, AIDA itu apa? Sebenarnya itu adalah singkatan dari bahasa Perancis, kalau dibahasa Inggriskan kurag lebih "The International Association for the Development of Apnea", organisasi yang berfokus di edukasi atau kompetisi khusus freediving sejak tahun 1992. Sebenarnya banyak sih agen freediving lain seperti SSI, PADI, atau Molchanovs tapi aku lebih condong ke AIDA karena SSI dan PADI itu awal membesarkan namanya dari Scuba Diving, dan Molchanovs juga fokus ke freediving namun masih terbilang baru. AIDA sendiri ada 4 tahapan yang perlu ditempuh sebelum jadi instruktur, yaitu AIDA 1, 2, 3, dan 4. Dan ternyata bisa langsung AIDA 2, hehe.👅

Tampaknya Allah membukakan jalan dan jawaban atas keinginanku. Karena saat itu pekan depan ada jadwal tugas ke Jakarta selama sehari (25 Agustus 2025), maka tanpa pikir panjang aku mengajukan cuti tambahan selama tiga hari dan menghubungi coach untuk daftar dan melakukan pembayaran.

Oke, sudah transfer. Dan...serius nih nggak ada isi-isi form atau apa gitu buat daftar? Cuma ditanyakan ukuran kaki berapa cm karena bakal dipinjami bifins selama course.

Jiah mati aku, pakai bifins aja belum pernah.

Hari-hari berlalu, waktu course makin dekat dan belum ada info lanjut. Aku tetap terdiam, bingung mau tanya apa. Sesekali aku coba cek-cek di instagram, beberapa reels anak-anak Jakarta yang ikut course dan rajin latihan bersama komunitas, masih ada yang belum lolos persyaratan AIDA 2. Ya Allah...apalagi saya yang skill kentang ini. Jarang latihan, nggak punya teman, open water seadanya pakai buntut mermaid. Disitulah titik penyesalan kenapa aku buru-buru daftar, kalau ternyata nggak semudah itu. Nggak mungkin kan aku minta refund gara-gara aku takut. Malu-maluin Bontang aja, haha.

Dan hal-hal itu sukses membuatku susah tidur.  Nggak main instagram dulu biar nggak makin galau.

Ditengah kegalauan ini, aku teringat salah satu rekan di Samarinda yang pernah foto-foto ala freediving juga. Aku coba kontak dia, mungkin dia bisa memberi solusi atau membesarkan hati. Sebut saja dia si Nyot. Kurang lebih beginilah percakapan kami.

"Kamu pernah ikut AIDA 2 gak Nyot?"

"Pernah, di Bontang sama Jason. Pas itu Pak Fadli juga ikut, Ne."

"Lah, kok bisa kesini dia? Aku juga sama dia, (Jason)"

"Iya, karena pas itu 2016 peminatnya banyak, jadi orangnya bisa dipanggil kesini. Kamu mau ikutan juga?"

"Iya, emang diapain aja Nyot?"

"Disuruh nyelam 16 m, tahan nafas STA minimal 2 menit. Dynamic min 40 meter tanpa napas."

Modyar, pikirku saat itu. STA 2 menit, aku satu menit aja udah mau tewas.🙈

"Waduh,"

"Saranku kamu latihan aja dulu, bukan nakut-nakutin, cuma ngingetin sayang duitnya kalau gagal. Apalagi kamu ke Jakarta butuh akomodasi besar kan. Dulu aku pernah nyoba di Bali kurang 2 meter aja gak lolos."

"Tapi Jason cuma bilang gak perlu siapin apa-apa, cuma suruh bawa handuk dan shampo aja." kataku membela diri.

"Terus kamu sekarang punya modal apa buat ikut AIDA 2?"

"Modal duit aja Nyot, hehe..."

"Kamprettt~!"

"Hahahaha...kalau nggak ada duit juga gak bisa ikutan ini!" aku tertawa getir. Sesusah itu ya? Tapi jika aku terlalu memikirkan kemungkinan terburuk, itu akan membuatku tetap rebahan dan nggak mau mencoba. Tenanglah, Une! Nanti kamu juga diajarin teknik yang benar, nggak langsung ujian, kan?

"Nggak apa-apa, kalau Jason udah ngomong gitu. Kamu pasti diajarin sampai bisa, orangnya sabar dan telaten kok. Dulu ada temenku dari nol diajarin sampai bisa."

"Oh gitu ya,"

"Udah daftar aja, cobain. Kamu disana kan juga latihan sendiri, biar safety."

"Hmm...aku udah bayar Nyot."

H-1 aku diingetin untuk course dan meeting point di stadion akuatik Senayan. Tenang...tenanglah Une, walaupun semalam aku deg-degan parah. Jadwal kursus ini dijadwalkan selama empat hari, tapi jika hanya 3 hari lolos maka sesi selesai.


Hari Pertama - Selasa, 26 Agustus 2025

Hari pertama masih teori selama dua jam, mengenai fisiologi, psikologi, kajian ilmiah secara biologi, fisika, apa yang terjadi di tubuh kita selama menyelam, larangan selama menyelam, disiplin dalam freedive dan peralatan selam bebas. Setelahnya ada waktu rehat dan disilakan untuk mengganti pakaian untuk berenang di kolam Senayan. 

Disiplin pertama yang diujikan adalah static apnea (STA). Dimana tubuh kita menghadap air (posisi telungkup) sambil menahan nafas selama mungkin (untuk AIDA 2 adalah dua menit). Jadi tubuh kita harus dalam posisi rileks, semua otot-otot rileks, dan pikirkan hal-hal yang membuatmu tenang. 

Ini adalah ujian yang paling aku takutin buat gak lulus, wkwkkw.

"Une, tenang ya. Ada buddy yang jaga. Kalau kamu ngerasa kontraksi, gak apa-apa, ditahan aja. Kamu kan masih punya cadangan oksigen sekitar 75-80%, masih banyak itu." coach Jason menjelaskan dan menenangkan. Dan gak lama-lama aku langsung persiapan dan akhirnya melakukan static apnea.

Percobaan pertama tampaknya gagal, aku masih grogi. Dan aku disuruh coba lagi.

Percobaan kedua. Coach Jason menyemangatiku, "Bagus...bagus sekali Une. Ini kamu udah mulai kontraksi, tapi aku tahu kamu bisa tahan lebih lama. Oksigen di tubuhmu masih banyak sekali."

Hal yang kupikirkan saat STA adalah bermain dengan si kecil, lari-lari di padang rumput yang luas, sambil memejamkan mata. Berdoa.

Dan terasa mulai sesak aku mengambil ancang-ancang untuk naik ke permukaan. Tak dapat kupercaya 2,5 menit aku bisa tahan nafas, dengan teknik yang sudah diajarkan.

"Hah, masa sih?" 
"Biarkan stopwatch dan recording yang berbicara," ujarnya. Dan aku diberikan kesempatan sekali lagi dengan waktu relaksasi yang lebih panjang, dan hasilnya lima detik lebih lama.

"Tuh kamu bisa, satu ujian udah lolos ini!"

Hatiku lega bin berbunga-bunga. 

Latihan selanjutnya adalah rescue blackout saat STA, dan berjalan cukup lancar. Lalu latihan menggunakan bifins. Awalnya kagok banget karena baru pertama pakai. Badanku belum lurus dan pantatnya masih kaku. Tapi pelan-pelan bisa, walau setengah mati juga belajarnya biar bisa meluruskan badan, hehe. Setelah bisa belajar duck dive, biar bisa renang vertikal ke dalam air.

Setelah itu coach Jason ngetes kemampuan ekualisasiku di kedalaman 5 meter. Dia lega karena pas teori aku sudah bisa ekualisasi frenzel, dan awalnya cukup khawatir sih, tapi akhirnya bisa juga! Walau sempat telat ekualisasi dan telingaku sakit banget kayak ditusuk jarum, hiks😔 Namun percobaan selanjutnya aku berhasil, dan diminta fokus ekualisasi saat bertambah kedalaman.

Lanjut hari kedua ~


Hari Kedua, Rabu, 27 Agustus 2025

Masih di stadion akuatik Senayan. Menuju kesini dari tempatku nginap di Kemang, sangat mudah. Cukup naik MRT dari Cipete Raya Tuku dan turun di Istora Mandiri. Dari Istora Mandiri tinggal jalan sejauh kurang lebih 900 meter. Kukira Jakarta sangat gerah, ternyata jalan siang hari masih terasa hangat, jauuuh lebih panas di Bontang !

Hari kedua kami janjian di pukul sepuluh pagi. Masuk ke kolam Senayan hanya perlu tap e-money senilai  Rp 110,000 ,- dan hanya diberi waktu berenang selama dua jam. Anak sekampung aku kaget dong, kok bisa semahal ini, hiks! Tapi memang sebanding dengan fasilitas kolamnya yang luaaas banget dan kamar mandi yang bersih!

Untuk hari ini, waktunya belajar duck dive dengan benar, dan lanjut renang vertikal kebawah mengikuti arah tali. Wajib lurus ! ini untuk belajar constant weight training (CWT) dan apakah semudah itu? Tidak dong, masih belak belok, disorientasi, muter-muter, pokoknya drama terus lah. 

"Masih banyak mikir nih. Dah, lepaskan aja Ne. Kepalamu jangan lihat lantai, fokus ke tali. Nunduk aja pas udah masuk air." coach memberi masukan.

"Iya coach, aku paham sebenarnya di kepalaku. Tapi kenapa refleks saja kepalaku ndongak, jadinya belok deh."

"Coba lagi. Ayo jangan sia-siakan waktu cuti dan uang pesawatmu."

Kata-katanya membuat semangatku kembali meletup. Otakku membuat perhitungan singkat, bener juga. Tiket 1,7 juta, penginapan semalam 400 ribu, belum jajan. Masa Une nggak berhasil membawa pulang si AIDA2. Hahaha😋

Percobaan demi percobaan aku lalui. Ada sedikit progress, agak lurus walau pinggangku masih agak nungging. Dan....saat berhasil lurus, ketika dicoba lagi malah kembali ke jalan yang salah. Kesel! Kesel!

Tapi Une pantang menyerah. Masih semangat mencoba sampai akhirnya bisa walau masih nungging dikit hahaha.

Setelah latihan CWT (agak) sukses, maka selanjutnya disuruh melanjutkan berenang lurus sepanjang kolam di dasar kedalaman 5 meter itu. Aduh, kuat nggak ya renang tanpa nafas sejauh 40 m di kedalaman 5 meter😓

Tentunya dua kali percobaan gagal, tengah jalan aku udah naik duluan. Coach kembali memberi masukan saktinya, pokoknya setiap diberi masukan aku langsung bisa. Nggak salah sepertinya memilih coach freediving pertama di Indonesia untuk melatihku yang kocak ini😆

"Kamu renang tangannya gini," ia mempratikkan tangan streamline, dua tangan dijadikan satu membentuk torpedo sehingga lebih aerodinamis. "Kalau tanganmu terbuka ya berat lah, gak efisien. Terus kamu renangnya menyentuh lantai aja, biar jadi patokan tetep stay dibawah."

"Oiya iya,"

"Dan ingat, tetap rileks. Kalau rileks dan tenang, nafasmu makin hemat. Ada buddy disini. Kamu fokus aja sama finning yang efisien."

Betulan dong, setelah kena petuah sakti aku sukses renang 40 m didasar kolam. Dan ketika naik nafasku terasa masih tersisa banyak, rasanya nambah 10 meter masih bisa, haha. Apakah ini yang dinamakan the power of kata-kata sakti😂

"Nah bisa kan. Aku tahu sebenarnya kamu bisa. Kalau 5 meter lancar, yakin aku besok bisa langsung 10-12 meter ini. Udah, balik lagi sana dangan cara seperti tadi."

Aku mencoba dengan percaya diri. Sukses dong😎

Practice selanjutnya adalah ilmu yang wajib dikuasai tapi jangan dipraktikkan, yaitu rescue teman yang blackout di kolam. Siapa yang direscue? Ya coach Jason lah, karena saat itu hanya kami berdua.

Aku jadi ingat kata-kata Nyot, dia pernah ngerescue Jason dari kedalaman 13 meter. Sampai permukaan dia lemes dan pengen direscue juga. Apakah kali ini aku berhasil?

Awalnya aku disuruh jadi korban dan disuruh pura-pura pingsan didasar kolam. Setelahnya gantian, aku rescue coach. Untuk percobaan awal membawa ke permukaan sukses, cuma nggak berhasil bawa ke tepi kolam. Percobaan kedua mulai lancar walaupun kagok banget bawa korban ke tepi kolam. Berat ternyata! Sampai bahu kiriku terkilir😒😓

"Kalau di laut gimana coach?"

"Ya udah bawa sampai pinggir, entah itu pantai atau kapal."

Aku cuma bisa berdoa, semoga dijauhkan dari hal-hal seperti itu.

Lanjut hari ketiga ~


Hari Ketiga - Kamis, 28 Agustus 2025

Hari ketiga adalah waktunya untuk berlatih di kolam dalam Tribuana Dive Center, untuk adaptasi kedalaman dan beberapa displin lain seperti Free Immersion (FIM). Kolam terdalam adalah 16 m, dan target kelulusan AIDA2 yang awalnya 16 sudah diturunkan menjadi 12 meter. Haah...lucky Une.

"Gimana, Une, tidurnya cukup?" aku dapat pertanyaan yang cukup seram pagi ini. Duh kayaknya ngeri.

Latihan hari ini bersama dua peserta wanita lain yang merupakan murid dari coach Jason juga. Akhirnya ada temannya ya, dan kami memiliki kekurangan masing-masing seperti duck dive dan ekualiasasi, jadi saling melengkapi lah, wkwk.

Pertama kami pemanasan dulu duck dive di kedalaman 5 meter. Aku melakukan dengan cukup lancar karena ada dinding kolam sebagai patokan. Setelahnya latihan free immersion (FIM) di kedalaman 10 meter. Tujuannya adalah untuk latihan ekualisasi, dengan cara menarik tali yang menjuntai ke dasar kolam yang terikat dengan buoy. FIM adalah salah satu disiplin yang aku sukai karena minim gerakan sehingga irit nafas dan hanya fokus ekualisasi sambil tarik tali. Percobaan pertama lumayan sukses tapi hanya lupa menghadap tali ketika kembali ke permukaan. Percobaan kedua sukses, ekualisasi aman, hanya saja agak telat ekualisasi mask sehingga rasanya mataku seperti disedot keluar.👀

Latihan kedua adalah FIM di kedalaman 16 meter. Sebenarnya 12 meter sudah cukup sih, tapi aku penasaran juga dengan blue hole alias bagian terdalam di TDC. Aku kuat-kuatin hanya mentok di 12,8 meter aja, bukan karena ekualisasi tapi karena nafasku yang sudah mulai memburu. Harusnya bisa ya, karena aku kurang rileks aja rasanya. Lalu coba dive ke 16 meter juga belum sukses, hanya di 12 meter saja, hiks...nggak apa-apa yang penting sudah memenuhi standar kelulusan lah, lain kali kalau ke Jakarta bisa dicoba lagi😊

Setelah sesi latihan selesai, waktunya untuk main-main! Nah aku  diminta untuk turun menyentuh bendera merah putih di kedalaman 8 meter, sambil dibantu videokan coach Jason, wah seru pokoknya sesi main-main ini, karena udah rileks dan nggak ada target lain, haha. Sayang waktu kami di TDC hanya terbatas, sehingga segera berkemas dan kembali pulang.

Jadii...jadi gimana Une lulus nggak dalam tiga hari ini? Alhamdulillah, atas ijin Allah aku lulus, berhasil dapat license AIDA2, nggak sia-sia cuti dan uang akomodasiku. Aku terharuuu....nggak nyangka ! Dan Allah juga menjaga waktu-waktu latihanku dari chaos yang terjadi di daerah Senayan, nggak bayangin kalau  hari ini aku masih di Senayan dan terperangkap dalam demo besar disana😟

Dengan memegang lifetime license ini, aku jadi makin percaya diri untuk menyelam, dan takut kalau menyelam sendiri, karena motto anak-anak diving adalah never freedive alone.

Mau tanya-tanya atau daftar course freediving, cek instagram : letsfreedive_indonesia atau website di : www.letsfreedive.com.




0
Share

 Holiday almost over ! Mumpung masih di kampung halaman, mbahnya si bocyl nawarin untuk ke Cimory Dairyland di Prigen, yang jaraknya hanya satu jam via tol dari Surabaya. Ya kali gak kuy, itu kan wahananya bocyl banget !😺 Penuh warna dan figur hewan-hewan yang unyu kalau sekilas lihatnya.

Sebenarnya dulu sempat hampir ke Cimory, sayang pas pandemi jadi tutup terus. Jadi alhamdulillah tahun ini diberikan kesempatan ulang bersama keluarga, minus ayahnya bocyl karena sudah balik duluan ke perantauan. Karena Cimory buka pukul 09.00 WIB, jadi berangkat dari Surabaya bisa pukul 08.00 WIB nunggu bocyl mandi dan sarapan dulu biar nggak tantrum.




Prigen itu daerah sejuk, angin sepoi-sepoi menampar kami saat berjalan di area Dairyland. Kalau disini lebih fokus ke edukasi mengenai persusuan dan persapian. Pengetahuan mengenai sejarah pengolahan susu hingga pasteurisasi, serta pengenalan produk Cimory alias Cisarua Mountain Dairy. Tempatnya lucu banget sih, karena bisa foto-foto dengan sapi yang beraneka gaya !

Tiket masuk dibagi menjadi beberapa paket, seperti paket satuan, 2 wahana, dan 4 wahana. Untuk paket 4 wahana per orang dikenakan Rp 95,000 ,- itu sudah seluruh wahana (Dairyland, Milk Museum, Museum Lulu, dan Windmills) kecuali naik ATV didalam. Setelah pembayaran masing-masing pengunjung mendapatkan kartu untuk tap ke masing-masing wahana dan akan dikembalikan saat keluar. Anak diatas 2 tahun atau diatas 80 cm bayar penuh Masing-masing tiket sudah gratis cimory yoghurt stick dan kupon diskon ice tea atau ice cream. Untuk mbah buyut nggak ikut jalan kedalam karena kondisi kaki yang sudah nggak bisa jalan jauh, jadi cuma tunggu di restoran saja.

Salah satu wahana yang tidak bisa kami nikmati secara penuh adalah The windmills, yang merupakan wahana di lereng berundak-undak yang dipenuhi dengan kincir plastik mini berwarna-warni yang berputar jika ditiup angin. Agak susah bawa balita karena jalannya naik turun dan juga nggak bisa diperuntukkan untuk kereta dorong. Jadi kami hanya menikmati hanya sebentar dari atas. 

Disini tak hanya edukasi tentang sapi, tapi juga ada tentang aneka unggas unik dan kandang-kandang burung hantu beserta namanya masing-masing. Beberapa satwa non Indonesia juga ditemukan disini, seperti Alpaka dan Domba mungil morino. Selain itu ada wahana seperti kolam renang, rainbow slide dan bermain dengan kelinci. Salah satu wahana yang terbaru adalah wahana jejepangan yang dikelilingi dengan pohon sakura buatan dan disana disediakan persewaan baju kimono untuk bergaya.



Puas mengelilingi area Cimory Dairyland, kami makan siang di Cimory Resto. Resto ini bisa menikmati panorama secara 360 derajat berupa penanggungan dan kebun-kebun di kaki bukit. Siang itu anginnya cukup kencang, dan sukses mengibarkan hijab dan menerbangkan topi kami. 
Bagi pengunjung yang membawa anak, disediakan lembar mewarnai bergambar hewan untuk mengisi waktu. Masakan disini enak! Apalagi sup iganya, bocyl doyan sih. Ada beberapa menu ala western berupa produk sosis dan nugget yang bekerjasama dengan salah satu produsen merk terkenal.

Dan yang paling penting, sebelum pulang adalah belanja produk Cimory yang terkenal lezat dan legit! Salah satunya adalah moomoo roll yang baru pertama aku cobain. Mau beli banyak sayangnya produknya tidak tahan lama di suhu ruang, padahal mau kubawa terbang ke perantauan.

Hari ini menyenangkan! Bocyl senang dan kenyang, emaknya pun juga begitu !

0
Share

 Sejak kecil, si bocyl memang sudah kubiasakan untuk mengenal makhluk ciptaan Allah selain manusia, seperti flora dan fauna. Buat apa? Ya supaya si kecil makin tumbuh rasa sayang dan peduli terhadap sesama makhluk, tidak menyakiti, makin mengenal dan mengasihi, cieeilah, haha. Tapi betul loh, semua pola pikir itu bisa ditanamkan sejak dini, salah satunya dengan cara mengajak ke kebun binatang seperti ini. Jika belum sempat ke kebun binatang, maka solusinya adalah bercerita singkat dengan gambar di poster atau menggambar hewan-hewan di buku gambar. Jadinya si bunda harus pinter gambar sih, biar si bocyl nggak bingung ini hewan apa.😁

Perjalanan mengenal aneka satwa dimulai saat setelah libur idul fitri. Memang sengaja dijadwalkan cuti sesaat setelah cuti bersama berakhir untuk menghindari keramaian di jalanan maupun tempat wisata. Untuk kali ini, pengenalan satwa dilakukan di Batu Secret Zoo, Jawa Timur Park II. Aku terakhir kesini pas jaman kuliah, naik motor dari Surabaya pas jaman masih liar. Sekarang sudah ada yang jagain dan ada yang dijagain juga. 

Tidak banyak yang berubah dari tahun 2012, pas masih baru- barunya dibuka. Satwanya masih terawat dengan baik dan sehat. Lokasi juga bersih dan nggak banyak sampah. Desain kandangnya dibuat mirip dengan habitat asli sehingga mereka tetap happy. Karena Batu sedang musim hujan, terutama setelah dhuhur pasti hujan deras, maka pagi-pagi jam setengah sembilan kami langsung berangkat dari villa yang kami sewa yang berjarak hanya 5 menit saja. Hari masih cerah dan hangat!

Kami membeli tiket terusan senilai Rp 170,000 ,- sudah meliputi Batu Secret Zoo, Museum Satwa, dan Eco Green Park. Untuk wahana di  Bagi temen-temen yang bawa balita, sangat disarankan membawa kereta dorong atau trike karena jalannya lumayan jauh dan kalau nggak mau encok gendong. Lagipula di sana tempatnya sudah sangat wheelchair friendly. Bawa stroller yang ada kanopi dan bisa reclining seat lebih enak, karena biasanya saat jalan-jalan si bocyl merasa capek atau memasuki waktu istirahatnya jadi bisa tidur. Sudah sesuai dugaanku, saat berjalan baru satu jam si bocyl malah tidur sekitar 1,5 jam, ia melewatkan aneka satwa yang ia kenal, seperti hyena alias dubuk, gajah, maupun para satwa penghuni savana. 

Awal masuk, kami disuguhi dengan aneka primata, ada lemur, marmoset, dimana si bocyl hanya menyebut dengan satu kata, "monyet" ditambah dengan kata sifat "monyet besar" "kecil" atau kata kerja "Monyet bobok" atau "monyetnya lari-lari" antusias lah dia pokoknya melihat aneka monyet, kalau dirumah kan hanya ada satu spesies monyet ekor panjang aja yang sering garuk-garuk tong sampah.

Saat si bocyl bobok, akhirnya aku dan suami bergantian menikmati wahana permainan yang berada disana, seperti kursi terbang, animal coaster, tsunami, dan octopus. Beberapa wahana gak aman buat penderita asam lambung, hahaha.

Karena pengunjung masih sepi, maka praktis hanya aku seorang diri yang mencoba masing-masing wahana. Teriak-teriak sambil diliatin orang cuek aja, toh yang penting si bocyl masih nyenyak.

Untuk wahana yang aman buat anak-anak ada kereta mini, dan flying elephant. Ada juga playground dan mini farm yang lucu banget dan sayang untuk dilewatkan, karena kami dibawa berkeliling dengan kereta model vintage dan melihat aktivitas patung sapi, kambing, babi yang sedang beraktivitas sambil bergoyang-goyang. Ini emaknya juga senang, haha.

Nah, karena mendung mulai merayap turun, kami buru-buru menyelesaikan perjalanan dan segera menuju ke museum satwa yang full indoor. Namun saat keluar hujan semakin deras, sehingga kami melewatkan pass ke eco green park, sedih banget lo aku, karena aku belum pernah dan lihat referensi kok tempatnya bocyl friendly banget.

Nah, sebenarnya ada mall lantai 3 di Batu Secret Zoo yang menampilkan aneka atraksi virtual reality. Kami pilih salah satu pertunjukan Metaverse yang menceritakan tentang kehidupan bawah laut, dimana pengunjung duduk dibawah dan melihat layar di sekeliling, dan seakan-akan memasuki dunia bawah laut betulan. Kalau yang ini bocyl sudah teriak-teriak bosan pengen keluar. 


Oh iya ada beberapa tips saat berkunjung ke Batu Secret Zoo.

1. Bawa stroler / trike saat berkunjung dengan balita. Jika tidak ada bisa menyewa electric bike disana.

2. Perhatikan ramalan cuaca  saat berkunjung, agar puas explore nya !

3. Tidak mengganggu hewan, memberi makan sembarangan dan memasukkan anggota badan.

4. Menjaga kebersihan

5. Bawa cemilan favorit bocil. Bawa minum agar tidak dehidrasi

0
Share

Wisata bahari di Bontang dimana saja? Beras Basah? Itu sudah sangat-sangat biasa. Segajah? Ya itu salah satunya, tapi kali ini karena mengajak sang emak dan bapak yang jauh-jauh dari kampung halaman dan nggak mungkin ke Segajah karena kegiatan utama disana adalah snorkeling dan tentunya panas karena tidak ada tempat berteduh. Jadilah....Malahing menjadi salah satu tempat pilihan untuk mengajak bapak ibu mencari spot foto di hari Minggu sore.

Sebelum masuk ke cerita petualangan kecilku di Malahing, aku ingin menceritakan sedikit mengenai salah satu pemukiman ditengah laut Bontang selain Selangan yang menjadi salah satu nominator 75 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia pada tahun 2023. Kampung ini berdiri sejak tahun 1999 dengan perintisnya adalah Bapak Nasir Lakada dan kakaknya. Mereka melakukan perjalanan dari Mamuju, dan mendirikan rumah diatas laut, lalu lambat laun berkembang dan bertumbuh menjadi salah satu kampung di kelurahan Tanjung Laut dengan kurang lebih 62 kepala keluarga. Malahing sendiri kian bersinar dengan bantuan CSR dari PT Pupuk Kalimantan Timur dan PLN Peduli.

Jadi Malahing ini benar-benar perkampungan diatas laut, terpisah sekitar 4 km dari Bontang Kuala. Tidak ada pasir ataupun tanah, hanya ada bilah-bilah kayu ulin yang disusun membentuk jalan maupun lapangan kampung tempat warga menyalurkan olahraga atau permainan seperti voli, badminton ataupun sepak takraw.







Walau Malahing hanya kampung diatas laut, namun fasilitas sosial sudah cukup lengkap, seperti SD, TK dan PAUD, rumah ibadah, toko  yang menjual kerajinan masyarakat, dan yang paling menarik perhatianku adalah pojok literasi dengan jumlah bukunya lumayan banyak. Homestay dan resto apung juga tersedia bagi pengunjung yang ingin menjauh sejenak dari keriuhan di kota. Untuk sinyal? Aman, koneksi 4G kencang sudah tersedia disini. Listrik dan air bagaimana? Listrik sudah tersedia dengan PLTS bantuan dari  dinas perumahan dan permukiman, dan juga untuk air sudah dikelola oleh PDAM. Takjub juga sih aliran PDAM sudah masuh ke pemukiman ini, kukira penduduk hanya mengandalkan air tadah hujan di tandon untuk keperluan air tawar sehari-hari. Untuk keperluan sanitasi dan MCK juga telah tersedia septic tank terapung.

Dan perjalanan kita hari itu dimulai pada pukul 16:30 sore lebih sedikit karena kami baru sampai dari Samarinda. Perjalanan dengan perahu motor hanya memerlukan waktu sekitar 15 menit dari Bontang Kuala. Namun tujuan kami sore itu tak ke Malahing saja, tapi melihat satwa yang menjadi primadona kota Bontang alias Kuntul Perak dan Bangau Tong-Tong yang spesiesnya mulai langka.

Laju perahu kami melambat mendekati dua rimbunan bakau ditengah laut, tak jauh dari perkampungan Malahing. Laut mulai jernih, dasar laut tampak dengan jelas.

"Kita ke Teluk Lape dulu, lihat Kuntul Perak dan spesies yang sudah langka, Bangau Tong-Tong," ujar Ino yang menjadi pramuwisata kami sore itu.

"Teluk apa mbak?" suamiku setengah berteriak sambil beradu dengan dengungan mesin kapal.

"Lape, Lape mas! Ini awalnya Teluk Love namanya, karena  dua mangrove ini ketika surut seakan-akan membentuk hati. Namun masyarakat Bugis lebih biasa menyebutnya Lape, jadilah Teluk Lape, lebih kearifan lokal."

Haha, Lape menurut lidah orang Indonesia memang lebih nyaman diucapkan.

"Ini burung-burung hanya ada sore hari aja mbak?" lanjut suamiku.

"Ya enggak, pagi siang juga ada. Cuma aku lebih suka lihatnya sore, karena suasananya enak, teduh, dan juga bisa menikmati sunset dan langit yang indah jika beruntung."

Emakku heboh sekali melihat para bangau beterbangan diterpa cahaya sore yang keemasan. Tangannya tak henti-henti menekan tombol rana kamera sesekali mengeluh dengan wajah berkerut kesal, "Aduh, apa ini kamera hape jelek. Mau ambil foto burung aja buram, jelek. Harusnya pakai kamera bagus yang lensanya puanjang gitu."

"Ya besok beli lewat keranjang hijau," timpalku santai.

"Mangrove juga sudah kami tanam untuk memperluas area mangrove, menjaga kelestarian mereka. Lihat, itu Bangau Tong-Tong, ukurannya sangat besar, lebih besar dari elang ! Mereka terbang bersama kuntul perak !" pekik Ino sambil menunjuk para satwa itu.

Duh, aku yang sudah bertahun-tahun di Bontang baru sekali ini lihat kuntul perak. Warnanya memang nggak perak, tapi putih bersih. Apalagi bangau tong-tong dengan nama ilmiah Leptoptilos javanicus, si bangau berleher jingga berkepala botak dan paruhnya panjang, baru pertama kali juga melihatnya.

Langit sore itu cerah dan jelita. Senja makin turun dan warnanya berubah menjadi ungu lembayung. Perahu kami memutar dan menuju kampung Malahing untuk menyapa warga dan melihat aktivitasnya.

Malahing sore itu ceria, anak-anak sibuk bermain bola di lapangan sekolah. Para balita sibuk melihat orang tuanya yang bermain voli sambil mengusili satu sama lain. Sedangkan kami sibuk berkeliling dan memotret sekitar, melihat keramba warga yang dihuni oleh beberapa jenis ikan dan lobster besar, dan juga homestay estetik serta spot foto yang membuat emakku berkali-kali ingin difotokan, dan mengamuk ketika hasilnya jelek. Namun ia semakin gembira menatap langit sore itu yang warnanya luar biasa indah.

Ah, dasar emak-emak senior.

Kunjungan kami saat itu adalah masa dikala malam hari bulan purnama berpendar bulat-bulatnya. Air laut pasang, sore menuju malam kian tinggi. Pelataran parkir Bontang Kuala terendam banjir air laut sebetis orang dewasa. Pemilik kendaraan bermotor, dan mungkin sepeda ketar-ketir melintasinya, bukan karena ada buaya, tapi proses oksidasi  yang menyebabkan karat menghantui kami jika telat sedikit menetralkannya dengan air tawar. Rangka rontok, perawatan makin mahal. Jadi jangan lupa selalu memastikan kondisi bulan sebelum mengunjungi Bontang Kuala ya.

Bagi yang ingin berkunjung ke Malahing atau wisata di seputar bontang bisa kontak kak Ino di : 081250595075.

0
Share
Older Posts Home

AUTHOR

AUTHOR
Seorang wanita yang seperti kera sakti : Tak pernah berhenti, bertindak sesuka hati dan hanya hukuman yang dapat menghentikannya.

Labels

Berkeluarga INFLIGHT ITALY JAWA TENGAH Jambi KALIMANTAN TIMUR KUTAI TIMUR Lumajang NETHERLAND NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR Perancis SULAWESI SELATAN SUMATERA BARAT Sulawesi Utara Yogyakarta deutschland jakarta jawa barat jawa timur kalimantan selatan rusia

Popular Posts

  • ABOUT ME | ÜBER MICH
    "Allah menciptakanku saat sedang tersenyum, begitu pula ibu melahirkanku dengan senyum pula." Terlahir di Surabaya, 20 Juni ...
  • Berbagi Pengalaman Ketika Aku Joinan Tes D3 ITS-PLN
    Oy...sebelumya si Une minta maaf dulu, fotonya dibuat kayak hantu biar gak ada pemalsuan identitas, penghubungan alamat, walaupun aku pun...
  • Merindukan Otot Lelah dan Bau Hutan : Puncak Batu Putih, Kaliorang
    Alasan yang paling kuat untuk menjelajah Kutai Timur sebenarnya sederhana : Pandemi COVID-19. Yang awalnya memiliki rencana untuk terbang ke...
  • Deutschland für Anfänger (Pameran Jerman Untuk Pemula)
    Guten tag Leute :) Sebenarnya jujur, kejadian ini udah berlangsung sekitar sebulan yang lalu, tetapi nggak sempat ceritanya karena bentro...
  • #1 Babak Kedua Gunung Gergaji : Mengulang Pengembaraan di Barisan Karst Sangkulirang-Mangkalihat
     "Maaf ya, jika pesanmu baru bisa aku balas kira-kira hari Jumat."  Sejenak aku mengetik pesan terakhir padamu sebelum melanjutkan...
  • Better Healing in Teluk Lape and Malahing
    Wisata bahari di Bontang dimana saja? Beras Basah? Itu sudah sangat-sangat biasa. Segajah? Ya itu salah satunya, tapi kali ini karena mengaj...

INSTAGRAM : @FRAUNESIA

Copyright © 2015 Was ist los, Une?

Created By ThemeXpose