• Homepage
  • PORTOFOLIO (BOOKS)
  • About Me
Was ist los, Une?
S.Q.P.R 
Itulah untaian huruf yang pertama kali kulihat saat mengunjungi kota Roma, ibukota Italia ini. Dimana-mana terdapat huruf yang nampaknya sebuah singkatan tersebut. Di papan pengumuman, di tutup got, dan pula di patung-patung jaman kekaisaran Romawi kuno. Tapi setelah aku mencari tahu singkatannya yang ternyata 'Senatus PopulusQue Romanus' artinya Senat berasal dan dipilih dari rakyat, dimana Senat adalah pemimpin di pemerintahan Roma. Kurang lebih sama ya seperti di negeri kita, bahwa pemimpin dipilih oleh rakyat, dan bekerja untuk rakyat.
Trevi Fountain
Dari Milan kami mengendarai bus malam (Flix Bus) menuju Roma dengan jarak tempuh sekitar delapan jam. Kami memilih penginapan yang memiliki akses terdekat dengan stasiun utama Roma (Roma Termini) dan Supermarket. Restoran halal yang enak juga terletak dekat dari stasiun utama Roma, yakni Restoran India yang porsinya banyak dan warung kebab Turki. Aku mencoba pesan nasi briyani di Restoran India tersebut. Uh, porsinya super banyak! Jadinya sehari aku hanya sekali makan makanan berat.
Sekedar saran saja kalau berkunjung ke Eropa jangan lupa bawa tempat plastik/kotak makan, mengantisipasi makanan yang nggak habis, bisa dibungkus untuk dimakan setelahnya. Karena porsi makan di Eropa disesuaikan dengan ukuran perut mereka. Porsi kuli!
Seperti laiknya kota-kota besar di Eropa, setiap tempat telah terhubung dengan metro (kereta bawah tanah), dan uniknya di Italia ini, kita dapat membeli tiket metro secara harian/mingguan di kios rokok, alias TABAC (biasanya ada tulisan besar 'TABAC' di beberapa tempat umum) seharga 7 Euro perharinya. Dan itu bebas menggunakan akses metro sampai kamu lemes! Hehe, berlaku  selama 24 jam ya.
Romulus dan Remus lagi nen*n
Apa yang mengingatkanku terhadap kota ini? tentu saja klub bola AS Roma dan kegantengan om Francesco Totti. Lambang kota ini dan klub AS Roma pun berupa seekor ibu serigala yang menyusui dua bayi laki-laki, yang diketahui bernama Romulus dan Remus, dari kisah itulah akhirnya menjadi nama Roma.
Durasi aku berada di Roma adalah sekitar 2,5 hari sebelum keberangkatanku ke Frankfurt, jadilah aku berkeliling kota yang memiliki nilai sejarah dan seni yang tinggi. Dan karena memang aku susah diatur, berjalanlah aku kesana kemari sebatang kara. Agak ngeri sih, karena tingkat kriminalitas di Roma ini cukup tinggi. Namun demi apa, setelah maghrib aku malah keluyuran ke Colloseo dengan Metro demi memotret lokasi sekitar yang mungkin tampak indah dan berbeda dengan sorotan cahayanya. Alhasil sepanjang perjalanan aku komat kamit membaca sholawat agar tak diganggu setan berwujud manusia yang terkenal nekat, alias copet. Dengan wajah seolah-olah sudah lama tinggal di Italia, aku menaruh ransel didepan tubuhku dan memasang wajah seperti pembunuh, haha.  
Namun beruntunglah tak terjadi apapun padaku. Saat itu aku tak menguasai kosakata Italia sama sekali untuk sekedar survival, dan yang kutahu hanyalah kalimat 'Ti amo' alias aku cinta kamu. Nah, kalau keceplosan ngomong gitu sama cowok ganteng lokal, apa nggak auto mengernyitkan dahi tuh? Hahahalu... 
Forum Romanus Senjakala
Saat malam, di lokasi Colosseum dan sekitarnya ternyata cukup sepi. Dengan percaya diri aku malah berkeliling lokasi Colosseum yang tiada orang satupun, dimana banyak situs bersejarah peninggalan bangsa Romawi disana, salah satunya adalah Forum Romanus (reruntuhan puing-puing bangunan kuno). Karena sepi, bebas sepuasnya dong aku berfoto disana, tanpa malu-malu atau rebutan dengan pengunjung lain.
Kawasan Colosseum dan Forum Romanus yang mendapat lightning membuat suasana kembali ke jaman Romawi Kuno! Banyak pula seniman jalanan yang mempertunjukkan bakatnya disana, mulai dari menyanyi opera, bermain biola dengan komposisi ciptaan Antonio Vivaldi, melukis Colloseum dengan cat semprot, dan ada beberapa pedagang kaki lima yang menjajakan souvenir, sebagian besar adalah warga imigran dari Afrika.
Angin dari laut Adriatik memeluk tubuhku cukup dingin. Saat itu hanya mengenakan kaos hitam dengan sablon desain sendiri, yang digunakan untuk acara kantor delapan bulan silam.
"Malaysia? Malaysia?" seorang bapak paruh baya yang sedang menuntun kuda berkata cukup mengejutkanku. Ia menduga aku warga negara Malaysia karena mengenakan hijab dan berwajah Melayu.
"Indonesia," Jawabku tegas lalu langsung ngacir. Takut jadi korban gendam internasional 😂
Ada beberapa atraksi wisata lain yang bisa dikunjungi di kota ini, seperti Trevi Fountains yang katanya mendatangkan keberuntungan apabila kita melempar koin kedalamnya, dan Negara Vatikan yang merupakan negara terkecil di dunia. 
Hanya bermodal panduan dari Google Maps, lokasi yang jarang dikunjungi wisatawan lainnya adalah Altare Della Patria, Piazza di Spagna, Pantheon, dan Palatine Hill yang berhasil aku kunjungi semua siang dan malam. Ada beberapa lokasi yang terpisah dan masuk ke gang-gang kecil, sehingga kekuatan kaki sungguh diuji penuh di perjalanan kali ini. Memang harus berkorban lelah dan berpeluh, tapi sepanjang jalan kutemukan sudut-sudut kota Roma yang unik. 
Bahkan aku sempat iseng memasuki salah satu gereja Romawi yang terdapat di gang-gang kecil kota Roma. Langit-langit gerejanya tinggi, dan dipenuhi lukisan-lukisan gerejawi. Banyak pengunjung yang berdatangan untuk saling menautkan kedua tangannya untuk berdoa, sedangkan aku datang untuk mengambil gambar gereja roma yang unik tersebut setelah kupastikan tidak ada larangan untuk mengambil gambar.
Palatine Hill adalah semacam gereja dengan tugu berbentuk obelisk yang dibangun diatas bukit. Tampaknya gereja tersebut tutup, dan aku hanya berkeliling dan mengambil gambar dari luar saja.
Berjalan menyusuri gang dari Pantheon, ternyata bertemu dengan jalan besar yang menuju Altare Della Patria. Hanya di Altare Della Patria, sebuah monumen yang dibangun untuk menghormati Vittorio Emanuelle II, raja pertama di Roma -- yang tidak dibolehkan pengunjung membawa tripod. Jadi tripodku harus diamankan selama kunjungan 😞
Karena memang saat musim panas jadinya keringat benar-benar membasahi baju dan tenggorokan jadi cepat kering.

Mengunjungi Negara Terkecil di Dunia: Vatikan

Didalam Kota Roma, ada negara yang hanya dibatasi oleh tembok saja, dan itu merupakan pusat agama Katolik Roma, Vatikan. Aku tak menyangka bisa mengunjunginya setelah selama ini hanya tahu gambarnya saja. Saat itu hari Minggu, jadi pagi masih ada acara Misa dalam bahasa latin yang dipimpin oleh Paus Franciscus, pemimpin tertinggi umat Katolik Roma. Masuk ke Vatikan gratis, tapi antri panjaaaang.....dan pemeriksaan terhadap barang bawaan cukup ketat.
Salah satu daya tarik Vatikan adalah Kapel Sistine dengan lukisan-lukisan asli dari Leonardo da Vinci di langit-langitnya, serta tugu Obelisk yang menjulang ditengah lapangan tersebut. Tapi karena gratis sehingga antri puanjaaaang dan suasana memang lagi panas-panasnya, maka aku memilih berteduh saja. Sekedar info, untuk mengunjungi Kapel Sistine lebih baik pada sore menjelang malam, dimana animo wisatawan berkurang. 

Perjalanan selanjutnya adalah menuju  Fiumicino Aeroporto (Bandara utama di Roma) untuk melanjutkan perjalanan seruku.

Arrivederci, Rome!

*ini adalah kunjungan ke Roma saat musim panas Agustus 2017
0
Share

Hai blogku yang sudah berdebu, hahah! Memang semenjak punya bayi kegiatan menulisku sudah berkurang. Tak hanya menulis, tapi juga main musik, eksperimen kue baru sudah tidak lagi. Luar biasa ya jadi seorang ibu, walaupun sudah ada asisten tapi rasanya kalau ada waktu luang ingin istirahat saja 😴😴

Nah, kebetulan 'pakde-bude' yang momong suami sejak balita datang ke Bontang, jadi pas pulang kami mengantar beliau ke bandara Sepinggan Balikpapan. Dua hari sebelum jadwal kepulangan, kami ajak lihat pasukan buaya di penangkaran buaya Teritip, Balikpapan. Kesempatan langka nih, di Jawa jarang ada penangkaran buaya dan pembudidayaan reptil berdarah dingin yang bisa dilihat-lihat kayak gitu. Sebenarnya sih aku yang paling semangat, karena selain belum pernah kesana, tapi juga buaya adalah salah satu hewan favoritku yang lucu.

Ehh..sebentar, hewan favorit yang lucu bagaimana?😦

Aku emang suka hewan yang ekstrim, dan standar kelucuanku untuk hewan pun tergolong aneh. Kalau orang lain menilai, buaya lucu dari mananya? Perasaan mukanya nggak ada imut-imutnya begitu kan ya. Tapi sebenarnya yang membuat daku suka sama hewan satu ini adalah filosofi sikapnya, antara lain adalah buaya itu hewan setia. Walau sering dianalogikan buaya itu adalah manusia yang nggak setia terhadap pasangannya, tapi faktanya saat musim kawin buaya itu hanya dengan satu pasangan selama bertahun-tahun. Kalau si betina mati? Ya jadi duda buaya dong.

 Ia juga sangat menyayangi pasangannya, ketika sang betina bertelur, ia mati-matian melindungi telurnya dari serangan predator lain. Setelah menetas, mereka bergantian menjaga para buaya bayi dan sang induk bergantian mencari makanan. Itu sih berdasarkan artikel dari yang kubaca, aslinya? Nggak tahu! 

Wah, benar-benar jauh dari sifat 'buaya' yang katanya sering ngomong : nanti cowok kamu marah kalau aku chat sama kamu, hahaha. *pengalaman kayaknya. Maka dari itu pada pernikahan adat Betawi selalu ada hantaran roti buaya sepasang, karena hal itu memiliki filosofi yang luhur, seperti melambangkan kesetiaan dan harapannya mempelai selalu dilimpahkan kelanggengan hingga akhir usianya.

So sweet sekali filosofi para buaya ini. Cowok yang nggak setia itu bukan buaya, tapi kucing yang hobi kawin sana sini, hehehe 😁

Jadii...kita ke Penangkaran Buaya Teritip yang dikelola oleh Satwa Lestari Jaya yang masuk dalam anggota PKBSI (Perhimpunan Kebun Binatang Seluruh Indonesia) sekitar pukul dua siang pada hari Senin, lokasinya pas di seberang kantor kelurahan Teritip ada jalan kecil masuk kedalam, dan kami langsung disambut oleh dua patung buaya. Suasana lagi panas-panasnya dan tentu saja sepi! Hanya ada rombongan kami, beberapa orang content creator dan sepasang muda-mudi. Si dedek bayi gimana? Ya dia ikut serta dong, nonton buaya ya dedek, untuk memupuk rasa cinta terhadap para satwa sejak dini.

Tiket masuk per orang Rp20,000 ,- untuk dewasa pada hari kerja. Ada beberapa ruangan yang disekat untuk kandang buaya yang dipisahkan sesuai ukuran dan usianya, ada yang bertuliskan 'Remaja', mungkin untuk buaya yang berukuran sedang. Pengunjung dapat melihat dengan memijak pijakan kayu ulin yang tersedia. Selalu patuhi rambu-rambu keselamatan yang tertempel ya, seperti awas tangan dan jangan melempar apapun ke kandang buaya.

Sebagian besar buaya yang kami temui adalah buaya muara (Crocodylus porosus)  yang banyak hidup di sungai-sungai Kalimantan. Ada beberapa yang sedang asyik berjemur dengan posisi mulut terbuka lebar, ternyata mereka melakukan hal itu untuk menghangatkan suhu tubuh karena mereka adalah hewan berdarah dingin (polikiotermik) yang tidak memiliki kemampuan mengatur suhu tubuhnya. 

Kandang buaya berukuran 'Remaja'


Sepertinya ini yang akan dikuliti untuk aksesoris

Oh ya, betapa beruntungnya kami saat berkunjung, karena pas saat feeding time! Dua mobil bak terbuka masuk mengangkut ratusan ekor ayam 'tiren' alias ayam busuk untuk dijadikan santap siang para buaya Teritip. Mas-mas penjaga teritip menawari kami untuk sekalian nonton atraksi langka ini, dan disambut oleh decak antusias pengunjung. Kata penjaga, pencernaan buaya cukup lambat, jadi hanya perlu diberi makan seminggu dua kali saja.

"Bentar ya mas, mbak, aku makan siang dulu biar aku nggak gemetaran dan jadi santapan buaya," kelakar mas-mas penjaga dengan kocak.

Setelah itu feeding time pun dimulai. Ayam busuk yang dikerubungi lalat hijau itu dilempar-lemparkan ke kandang  dan para buaya menyambutnya dengan gembira. Cipratan air bercampur lumpur pun tak terelakkan. Rebutan. Content creator antusias dan segera menerbangkan drone mereka untuk mengabadikan situasi langka ini dari udara. Kalau nggak pas feeding time, ya nggak bakal kita lihat buaya-buaya ngumpul arisan kayak gini. Paling hanya ada satu dua yang mager sambil mangap di pinggir kolam.

"Itu buaya paling senior disini, usianya sekitar 60 tahun, pernah makan orang." salah satu penjaga menjelaskan padaku. Ia menunjuk pada seekor buaya sepuh super besar berukuran sekitar 4-5 meter yang gerakannya sudah lamban. Ketika diberi makan ia hanya mangap-mangap saja, tak aktif menyambar makanan seperti buaya lainnya yang masih muda.

Buaya tertua di Teritip. Kalau lihat aslinya besar banget !

"Namanya pak?" tanyaku.

"Aihh..nggak ada namanya itu, yang itu dari Sangatta, sama Muara Bengalon." tunjuknya lagi. Wuih, hebat bapak satu ini bisa hafal buaya mana yang dari Sangatta atau Bengalon.

"Iya memang buaya sana ganas-ganas dan sering makan orang loh pak,"

"Makanya itu."

Di penangkaran buaya ini sebenarnya juga ada gajah lampung yang biasanya berjalan di depan rumah lamin. Pengunjung juga dapat berfoto dengan gajah, namun kegiatan itu hanya dapat dilakukan di hari Minggu, hari-hari biasa gajahnya dilepas di hutan. Infonya seperti itu.

Bukan Une namanya kalau nggak nyoba foto sama buaya. Cukup bayar Rp.10,000 ,- per orang, maka langsung bisa foto sama buaya muara yang masih balita dengan usia 5 tahun. Tenang, ada pawangnya. Dan aman, karena mulut buaya sudah terikat, kondisi buaya juga bersih. Yang penting tetap tenang, pasti selamat kok!

Untuk kios souvenir, disediakan juga beberapa ukiran buaya maupun produk dan olahan dari tubuh buaya, seperti gigi buaya, tangkur (alat kelamin jantan) buaya,  minyak buaya, dompet buaya, atau ikat pinggang dari kulit buaya. Bahkan ada yang jual makanan sate buaya, kalian berani coba? Tapi bagi muslim ini non halal ya.

"Untuk aksesoris kulit biasanya kami pilih dari buaya yang masih usia muda, karena tekstur kulitnya masih apik dan nggak kaku. Tapi kalau yang sudah indukan kami pertahankan," jelas salah satu penjaganya saat aku memegang dompet pria kulit buaya senilai setengah juta rupiah.

Akhirnya 'hasrat buayaku' untuk melihat buaya terpuaskan! Untuk kalian yang ingin wisata ekstrim di Balikpapan bisa berkunjung kemari ya !

0
Share

 Ehem ! Akhirnya keluar kandang ! Yippie! Setelah beberapa bulan bergelut dengan masa kehamilan hingga beradaptasi dengan peran sebagai ibu baru memang melelahkan dan membuatku cukup penat karena minim pengalaman. Ya, setelah melahirkan aku memasuki masa cuti selama 120 hari kalender dimana aktivitasku berkutat hanya menyusui, makan, (kurang) tidur pada bulan-bulan awal karena jadwal tidur si kecil memang masih berantakan. Dan akhirnya memasuki bulan kedua ritme sirkadian si bocil mulai teratur, dari yang biasanya tidur jam satu pagi, kini sudah pukul sepuluh hingga usianya ketiga bulan ini ia sudah tidur sepanjang malam mulai sekira jam sembilan malam dan bangun pukul enam pagi seperti orang dewasa. Ia hanya bangun ketika haus lalu lanjut tidur nyenyak kembali. Yes! akhirnya tidurku mulai cukup lagi.

Karena si bocil makin gede dan pintar, maka aktivitasku perlahan mulai kembali normal, seperti bersepeda, menulis, main biola, dan bikin kue pelan-pelan sambil kucing-kucingan dengan si kecil kalau ia lagi terlelap. Nah, sebelum aku kembali bekerja, pak suami berinisatif untuk mengajak jalan-jalan dan staycation buat si kecil dan ibunya ke Balikpapan dan Samarinda. Untuk sementara, sekarang mainnya nggak jauh dan ekstrim dulu ya, hehehe, cukup ke ibukota sudah sangat bahagia karena bisa skincare-an lagi dan sekedar nyicip es krim murah meriah viral si Mixue.




Pak suami mengajukan cuti selama dua hari, jadi kami berempat (plus bude pengasuh bayi) staycation di kedua kota besar tersebut selama tiga hari dua malam, setelah diriku enam bulan nggak ke ibukota. Pak suami nyetir sendiri mulai jam enam pagi. Awalnya memang kami berencana untuk berangkat sepulang pak suami kerja pukul 5 sore, tapi aku nolak karena jam delapan malam itu udah waktunya si kecil rebahan sambil nenen-nenen manja, khawatirnya ia meraung sepanjang malam, hehe.

Pintu Masuk ke Pantai BSB

Di Balikpapan, aku penasaran dengan Pantai BSB di kawasan Balikpapan Super Block, tepat di belakang mall Pentacity. Tahun lalu saat masih 'manten anyar' bulan madu di hotel Astara, kami lihat dari ketinggian, wah kayaknya menarik sih, tapi nggak sempat mampir karena keburu hanimun ke Manado.

Pantai BSB ini dibuka mulai pukul tiga sore, tapi tak kusarankan berkunjung pukul 3-4 sore karena matahari Kalimantan masih sangat menyengat. Mulai pukul lima sore atau sang surya sudah mulai menjinak bak merpati itu waktu yang tepat untuk menghabiskan ujung senjamu disini. Untuk parkirannya bisa di lahan parkir didepan area Pantai BSB atau Pentacity. Kami berangkat setengah enam sore, niat mau menikmati senja yang berbaur bersama laut tenang malah bubar gara-gara si kecil yang tidur sampai jam lima lewat. Jadinya kami sampai disana tepat saat menjelang maghrib, semburat jingga telah sekarat melebur dengan langit biru tua. 

Untuk keluarga yang masih punya bayi dan ingin membawa stroller, jangan khawatir ! Lokasi wisata baru yang kekinian ini 'stroller friendly', terdapat jalur khusus stroller dan pengguna kursi roda bahkan hingga menuju keluar lokasi. Untuk yang ingin menyewa e-bike juga bisa dengan tarif Rp 50,000 ,- per 20 menit. Fasilitas di Pantai BSB ini juga lengkap, ada toiket, musholla dan foodcourt dengan makanan yang kekinian pula.

Tiket masuk untuk dewasa senilai Rp 25,000 ,- per orang, untuk bayi atau balita  dengan tinggi dibawah 110 cm dikenakan tarif Rp 15,000, - termasuk si kecil yang sedang tertidur pulas di stroller ini. Seluruh pengunjung mendapatkan gelang kertas sebagai tiket masuk.

Awal masuk kami disambut dengan pameran mobil antik berwarna-warni dengan lukisan unik bertema budaya beserta penjelasannya plus paving yang berwarna-warni meriah juga. Saat itu tulisan I LOVE BALIKPAPAN sedang tertutup separuh karena renovasi. Di tengah pantai BSB terdapat panggung besar yang digunakan ketika ada festival, live music atau pertunjukan.

Lalu, bisa ngapain aja di Pantai BSB? Pastinya, foto-foto! Karena bagi anak fotogenik pasti betah nih, karena banyak lokasi instagramable, seperti patung tanpa badan, kupu-kupu, kartu remi, kebun tulip (yang beberapa bunganya sinarnya sudah meredup), ladang gandum menyala, nyantai di beanbag warna-warni bak tupperware beralas rumput sintetik, maupun berfoto berlatar belakang restoran berbentuk perahu Coral Princess. Yang pasti, lokasi wisata ini bersih dan tertata banget, banyak kursi dan meja di tepinya untuk sekedar menikmati desau angin, desir ombak, senja, maupun pesawat yang hendak mendarat di bandar udara Sepinggan.

Bisa dikata, suasananya seperti di Singapura, karena lokasinya dikelilingi oleh gedung-gedung apartemen dan mall yang tinggi. Cocok banget buat orang tua baru seperti kami yang merayakan tahun pertama pernikahannya.

0
Share

 Siapa kira, gurauan yang awalnya kuanggap receh pada malam-malam terakhir Ramadhan 1443 Hijriah di selasar masjid bersama seorang kawan, diamini oleh para malaikat dan menyampaikannya kepada Sang Khalik. Pagi itu begitu dingin di salah satu sepuluh malam terakhir Ramadhan kala itu. Entah malam ganjil atau genap, aku tetap bermalam di masjid walau jarak tempuhnya jauh dari indekosku.

"Tahun depan kayaknya nggak bisa lagi deh nginap-nginap di masjid, tarawih, qiyamul lail di masjid, shalat idul fitri..." gumamku cengar cengir pada temanku.

"Lah emang kenapa mbak?"

"Ya...bakalan sibuk ngurus bayi. Menyusui lah, ganti popok lah," ujarku menggaruk-garuk kepala. Bingung apabila hal itu terjadi, apa yang harus kulakukan? Aku kan paling cuek sama anak-anak.

"Oh iya ya, mbak dua minggu lagi mau nikah. Aamin mbak...semoga beneran ya ! Mengurus anak juga pahala loh mbak,"

"Makanya nikmati malam-malam di masjid tahun ini." kelakarku lalu segera bersiap untuk santap sahur.

Aku seorang manusia biasa hanya bisa menganggap itu adalah sebuah gurauan belaka, sehingga beberapa hari kemudian sudah menjadi obrolan biasa yang terlupakan. Namun para malaikat mencatat ucapanku sebagai doa mustajab di sepuluh malam terakhir. Allah mengabulkan 'gurauan baik' itu.

Sekira empat minggu setelah menikah, aku mengeluh telat haid. Tak pernah seterlambat ini. Gejala yang kurasakan seperti hendak haid; paha pegal, pinggang pegal, payudara terasa lebih sensitif. Tak ada perasaan mual sama sekali.

Lantas aku melakukan uji kehamilan mandiri beberapa kali. Awal pengujian masih negatif, lalu selang dua hari garis merah tipis mulai tampak, dan selanjutnya jiwa eksperimenku muncul, tiga hari kemudian aku mencoba dengan beberapa alat uji dengan merk berbeda, dan hasilnya positif semua.

Benar-benar kuingat wajah suami bangun tidur yang melihat hasil uji tersebut. Wajah mengantuk sambil bahagia. 

"Dek..positif?"

"Nanti malam ya kita ke dokter kandungan, memastikan."

Dan ternyata usia kehamilanku dari hari pertama haid terakhir telah berusia 5 minggu. Kantong kehamilan kecil yang kelak menjadi rumah pertamamu tampak di rahimku. Hatiku berdetak kencang, aku hamil?

"Belum tampak janinnya ya bu. Nanti bulan depan kontrol lagi, kita cek janin dan denyut jantungnya. Sementara ini saya resepkan suplemen asam folat ya, diminum rutin setiap hari."

Hanya kalimat 'Alhamdulillah' yang kuasa kami ucapkan. Sepanjang perjalanan pulang...eh beli makan malam aku memeluk erat pinggang suami yang memboncengku diatas motor pink dengan mata dan rongga hidung yang basah. Tak percaya Allah menitipkan kepercayaan dalam sekelip mata usia pernikahan kami.

"Jaga baik-baik ya dek," hanya itu pesan yang suami sampaikan dengan suara yang bergelut dengan angin malam.

Aku membenamkan wajahku ke punggung lebarnya, namun sayangnya terhalang visor helm.

Bulan selanjutnya aku dengan diantar suami kembali kontrol. Jujur perasaanku gugup, takut ini hanyalah kehamilan kosong atau janin tak berkembang. Saat namaku dipanggil, keringat mengalir di tengkuk. Perawat mengoles gel dan sang dokter menempelkan transduser dan menggeser-gesernya diatas perutku.

"Ini sudah tampak ya janinnya bu, masih kecil...sekitar 2,5 cm. Air ketubannya cukup ya, jantungnya sudah bisa berdetak, ini suaranya."

"Dug dug dug dug dug"

Kami mendengar bersama suara detak jantungmu untuk yang pertama kali. Air mataku kembali menetes, perasaanku...entahlah...hangat...hangat sekali. Kuyakin suamipun merasakan hal yang sama.

"Detak jantungnya normal ya bu,"

"Dok...kalau kami melakukan perjalanan dengan pesawat aman ya?" tanyaku. Pekan depan kami akan babymoon ke Manado.

"Terbang dalam usia kehamilan berapapun aman. Kecuali diatas 35 minggu...ada maskapai yang memberi kebijakan dilarang terbang di usia kehamilan sekian. Saya buatkan surat keterangan ya,"

Dan itu adalah penerbangan serta petualangan pertamamu, sayang.

Kontrol kehamilan ketigapun kembali kami lalui dengan hati yang bergetar. Kata orang trimester pertama alias hamil muda itu rawan keguguran. Apalagi masa-masa organogenesis, alias pembentukan organ. Apakah perkembangan si kecil terganggu gara-gara aku berulah snorkeling di Bunaken bulan lalu?

"Mas, tiap kontrol aku kok takut ya," 

"Sama dek, takut si kecil kenapa-napa."

Aku mengelus perutku yang belum membuncit. Kamu lagi ngapain sayang?

Kontrol yang ketiga kali adalah saat pertama kalinya aku dan suami melihatmu dalam bentuk yang lebih utuh. Kepala, hidung, tangan, tubuh, dan kaki kecilmu yang nantinya senantiasa kubelai telah menunjukkan bentuknya. Rahimku tampak meregang, dokter mengubah tampilannya dalam visual 3D, sudah berbentuk manusia mini, dengan wajah yang belum tampak jelas dan tangan-tangan yang masih kecil.

"Ketubannya normal ya bu, detak jantungnya juga bagus, Alhamdulillah. CRL (Crown Rump Length/panjang janin) sekitar 7,89 cm. Normal untuk usia kehamilan sekian."

Aku mengelus dada lega. Kebandelanku ternyata masih membuat si kecil aman didalam rahim. Ia juga tak menimbulkan hal hal yang membuat aktivitasku terganggu setiap harinya. Tidak mual, ngidam, pusing, apalagi anti sama aroma suami, malah makin sayang.

Kami melihat pergerakan si kecil untuk pertama kalinya, ia bisa berguling membelakangi kami, menunjukkan ruas tulang belakangnya, mengangkat kedua tangannya dan memamerkan jemari kecilnya dan mengepal-ngepal seolah-olah menyapa orang tuanya.

"Hai ayah, hai ibu."

Sekuat tenaga kutahan air mata haru ini. Dalam islam, usia empat bulan memang telah ditiupkan ruh dan percakapan pertama si kecil dengan sang pencipta.

Semoga kelak kamu jadi anak sholeh/sholehah, sayang.

Perasaan gusar di kontrol keempat ini sudah mulai berkurang, namun perubahan fisik mulai nyata kurasa. Perut membuncit, frekuensi buang air kecil yang sering, dan telapak kaki yang mulai nyeri. Kakimu sudah bisa terlipat karena ukuranmu yang semakin besar. Semakin rajin bergerak lucu dengan berat sekitar 260 gram.

"Lingkar kepalanya normal ya bu,"

"Panjangnya berapa dok?"

"Kalau usia segini sudah ukur beratnya bu, bukan panjang lagi karena kakinya sudah bisa terlipat."

Paha kecilmu lucu sekali. Tanganmu mengepal dan bergerak-gerak.

Kamu makin besar, sayang. Gerakanmu sudah mulai bisa kurasa walaupun samar. Kombinasi tinjuan, tendangan, bak orang yang berlaga pencak silat. Tapi kamu jadi pendiam kalau perut ibu dielus ayah. Kenapa sayang? Padahal ayah sedang menyapamu :(

Hasil USG di kontrol kali ini semuanya dalam kondisi normal, hanya saja posisimu masih sungsang. Kamu terbaring dengan plasenta yang menaunginya, bak payung raksasa. Posisi plasenta juga sangat mepet dengan jalan lahir ibu. Mohon bantuannya ya sayang...komunikasi dengan si plasenta agar bisa bergeser sedikit keatas atau tumbuh melebar keatas sehingga tak menutupi pintu keluarmu nanti. Kalau tertutup, harus jebol dinding ibu dulu dong, hahaha ! Tapi tak mengapa, demi bisa memelukmu, sayang.

Ketika dokter mengubah dalam tampilan 3D, tampak tubuh mungilmu membelakangi kami, meringkuk dan memeluk kepalamu. Seperti pose ngambek, habis dimarahi karena nggak boleh beli balon.

"Ada keluhan hingga sekarang bu?"

Aku mantap menjawab, "Tidak ada dok! Semuanya baik-baik saja."

Kulalui masa kehamilan ini dengan bahagia. Keluhan kecil pun masih mampu kukendalikan sehingga hari-hari masih dapat dilalui seperti biasa. Hamil kebo, orang bilangnya. Namun sebenarnya aku hanya berusaha memengaruhi psikisku saja, jangan sampai ngidam, jangan sampai malas-malasan. Ibu hamil bukan orang sakit !

Dan satu lagi kejutan yang ayah ibu dapatkan, kamu seorang perempuan sayang !

Tendangan-tendanganmu yang awalnya serasa elusan ringan, kini mulai terasa kian kencang. Ketika ibumu tiduran, anggota tubuhmu mulai bergerak-gerak membuatku tertawa dan gemas. Rasanya ingin kutelan kamera pengawas agar dapat mengintai kegiatanmu setiap saat. Tapi aku tahu itu adalah hal yang bodoh bin mustahil.

Kontrol di bulan November, beratmu sudah 1,2 kg dan kondisi sehat. Kepalamu sudah berada di jalan lahir di minggu 27 ini. Tapi kenapa kamu tak mau menampakkan wajahmu kepada kami? Malu ya sayang? Padahal ibu sudah ngobrol ke kamu sebelum kontrol kalau kami ingin lihat wajahmu di dalam alam rahim. Setiap bulannya bapak dan ibu sudah rela antri dua jam untuk kontrol yang hanya selama sepuluh menit...dan harapan untuk lihat wajah kecilmu...

Aha! Di bulan Desember ini aku sudah tahu trik bagaimana biar nggak ngantri lama di klinik dokter kandungan. Pulang kerja, aku langsung tulis nama di daftar antrian, alhasil dapat nomer tujuh. Dipanggilnya juga nggak lama, sekitar 45 menit dari kedatangan calon ayah dan ibumu, yeey !

Sejujurnya, badanku mulai merasa berubah di bulan kedelapan ini. Sering kram, kebas di jari tangan, pergelangan tangan ngilu, sesak nafas saat tidur, hiks. Tapi semua itu tak berasa apapun saat kondisimu diperiksa oleh bu dokter bahwa semua kondisinya normal dan beratnya sudah 2,1 kg...tapi....kepalamu berputar lagi keatas, alias sungsang ! 

Denyut jantungku berdebar, waduh nanti ini, nanti itu...walau kusadar ini bukan kondisi berbahaya.

"Dok..masih bisa muter nggak ya? Atau sudah mentok posisinya? Atau perlu gerakan khusus?" kuberondong bu dokter dengan pertanyaan-pertanyaan penuh kegusaran.

"Bisa, nanti saya ajarin caranya. Nanti sering-sering saja dilakukan dirumah ya,"

Ternyata gerakannya cukup bikin pegal, anakku. Jadi mohon kerjasama yang baik ya sayang, kita bertiga ini tim yang kuat dan hebat. Maafkan aku yang jarang ngelus kamu dan ngajak ngobrol akhir-akhir ini karena capek kerja di akhir tahun.

"Dok wajahnya kelihatan nggak ya?"

"Wah ini menghadap kebawah lagi..tapi coba kita lihat dari samping ya,"

Tampilan USG berubah menjadi 3D. Wajahmu terhalang lengan dan paha, persis seperti mau senam lantai.

Bu dokter menggerak-gerakkan transduser di perutku dengan harapan tangan dan pahamu mau turun. 

Nyatanya tidak, tanganmu hanya bergerak sedikit. Kamu  pemalu ya sayang? Atau mau bikin kejutan penuh cinta pada kami awal Februari nanti?

Pekan ke 35, si kecil sudah menggendut dengan berat 2,6 kilogram. Kepalanya sudah dibawah, tapi belum masuk panggul. Kata bu dokter sih normal semua, tapi disuruh kurangi konsumsi makanan manis supaya beratmu nggak melonjak di akhir masa kehamilan sehingga bisa lahiran dengan prevaginam. Tapi kamu memang pemalu seperti bapakmu, wajah kamu tutupi dengan lengan, hanya kelihatan sedikit dari samping. Telapak kaki kecilmu kelihatan jelas saat itu. Kata bu dokter aman, tidak ada celah di bibirmu ya sayang :)

Dua pekan lagi kontrol, mudah-mudahan kepalamu masih bertahan dibawah ya sayang :) Aku juga harus lebih rajin bergerak, jalan kaki dan berenang, biar kepala kecilmu cepat turun kebawah, haha !

Sudah masuk pekan ke 37. Kepalamu masih dibawah namun belum masuk panggul. Kondisimu di alam rahim masih sangat baik. Sekira dua puluh satu hari lagi waktumu untuk pindah dunia. Hati kami makin berdebar nak, akupun makin rajin berjalan kaki ditemani ayahmu agar kepalamu bisa segera masuk panggul dan merasakan gelombang penuh cinta, hehehe.

Pekan ini antenatal care sudah tiap minggu. Rabu ini kami kontrol ke dokter yang berbeda di rumah sakit yang rencana kami tuju untuk bersalin, karena dokter yang kami langgan sedang sakit. Perasaanku biasa saja, tak ada prasangka apapun, badan masih terasa sehat walau selangkangan terasa sudah tertekan sehingga keinginan untuk buang air kecil makin tak terkendali. Tampaknya kepala kecilmu sudah masuk panggul ya sayang :)

Pak dokter melakukan pemindaian USG padaku, bagian bawah pusar sedikit ia tekan untuk memastikan posisi kepalamu. Beliau berkata, "Wah, kepalanya sudah masuk panggul sih ini. Ketubannya terhitung cukup, walau sudah sedikit berkurang. Tali pusarnya sudah tua nih, dan plasentanya sedikit berkapur ya kalau sudah hamil tua gini. Beratnya sekitar 3,4 kg, wah ibu ini udah gede banget bayinya. Nggak usah makan manis dan kurangi karbo ya, diet! Setengah mati nanti kalau lahiran normal."

Aku tersenyum malu-malu saat itu. Perasaan udah nggak minum manis deh.

"Ini sudah aterm (cukup umur) ya, kalau lahiran sekarang ya bisa-bisa aja. Coba cek detak jantungnya ya,"

Wajah pak dokter yang berkaus merah itu berkerut. Lalu mengulanginya lagi.

"Wah bu, detak jantungnya agak kurang baik ya. Cepet ini 180, normalnya kan 160an. Saya CTG ya malam ini untuk memastikan keakuratannya."

Kami menyetujuinya, lalu diantar oleh perawat ke ruang bersalin yang superdingin untuk dilakukan kardiotokografi.

"Santai saja ya bu, " ujar sang perawat sembari mengoleskan gel dan menempelkan piringan hitam ke perut besarku.

"Ditunggu sepuluh menit ya,"

Sepuluh menit berlalu, dievaluasi oleh dokter hasilnya masih kurang baik. Lalu diulang sekali lagi, hasil masih reaktif, detak jantung takikardi alias terlalu cepat. Lalu perawat memberikanku oksigen dan memasukkan cairan intravena. Katanya dengan resusitasi cairan, diharapkan detak jantung janin membaik.

"Tenang dik, jangan gugup, tarik nafas ya." pak suami menenangkanku. Memegang tangan.

Aku berusaha untuk sangat tenang. Hujan saat itu turun dengan derasnya pukul setengah dua belas malam, aku menggigil.

"Bu, mau rawat inap saja ya malam ini. Ini detak jantung masih buruk, janin didalam nggak sejahtera ini." kata pak dokter yang berdasarkan pengalaman teman lain terkenal ceplas ceplos dan to the point sesaat setelah membaca hasil CTG. "Tapi saya konsultasikan ke dokter yang biasanya merawat ibu, kan ini biasanya bukan saya. Biar keputusannya di beliau."

Aku dan suami berunding, dan mengiyakan tawarannya. Eh, ternyata perawat masuk dan mengabarkan bahwa bu dokter yang biasanya merawatku untuk dilakukan prosedur sectio caesaria malam itu juga untuk menyelamatkan ibu dan janin.

"Siap kan bu?"

Betapa terkejutnya aku. Harapan untuk lahiran natural hilang sudah. Latihan nafas selama ini serasa sia-sia. Jungkir balik hingga pinggang sakit untuk memutar kepala janin rasanya pun sia sia karena harus berakhir di meja operasi.

"Mas..." aku menggenggam lengan suami.

"Dik...kita tak tahu yang terbaik yang mana. Sudahlah, kita turuti saran dokter ya, demi kamu dan si kecil." jawabnya dengan wajah gusar juga. "Nanti pakaian bayi dan kopermu kubawa sekalian, aku mau urus administrasi dulu."

Beruntung sekali semua keperluan bersalin sudah aku siapkan sebulan yang lalu untuk mengantisipasi kejadian darurat seperti ini. Jantungku makin berdebar antara panik dan tak sabar. Jadi dini hari nanti aku sudah jadi ibu? Aku sudah bisa menggendong si kecil keesokan harinya? Sungguh...Allah maha menentukan. Cuti kerja sudah kuajukan per tanggal 1 Februari, dan tanggal 26 Januari ternyata aku akan segera menjadi ibu.

"Sudah siapkah untuk menarik nafas pertamamu di dunia? Sudahkah kamu berlatih mengecap jempol untuk persiapan menyusu?" lamunku sesaat, lalu dibuyarkan oleh deritan pintu yang dibuka oleh perawat berhijab kelabu.

"Bu...ternyata operasinya dijadwalkan besok pagi pukul delapan. Saya antar ke kamar rawat dulu untuk istirahat ya bu, besok subuh terakhir minum air dan konsumsi madu atau makanan manis. Jam enam sudah mandi dan pakai baju operasi ya bu."

Aku berjalan tertatih menuju kamar. Suami menguatkanku. 

"Dik, istirahat ya. Jangan terlalu dipikirkan, semua akan baik-baik saja."

Hujan menderas, aku tak bisa tidur nyenyak. Hanya tetesan cairan infus yang terdengar dini hari itu. Pak suami pulang mengambil perlengkapan bersalin, hingga pagipun tiba. Aku segera mandi dan berganti pakaian operasi warna biru.

Setelah dites alergi antibiotik dan dinyatakan aman, maka pukul setengah delapan aku yang terbaring diatas ranjang dibawa menuju ruang operasi. Gimana perasaanku saat itu? Pasrah dan jujur aku gusar, gusar sekali. Semuanya sangat mendadak, namun harus segera dilaksanakan. Pikiran buruk aku buang jauh-jauh.

Ruang operasi sangat dingin, persis seperti di tivi-tivi. Aku segera dipindahkan ke ranjang operasi dan dibawa ke kamar operasi nomer dua. Tangan suami yang hangat segera aku lepaskan karena pendamping tidak diperkenankan masuk untuk mendampingi apalagi bikin vlog operasi bak artis masa kini. Metode operasi yang digunakan saat itu adalah ERACS, yang diyakini jangka waktu penyembuhannya lebih cepat.

Tulang belakangku dibius epidural. Sesaat bagian pinggang kebawah terasa hangat...lalu kebas dan mati rasa.

"Sudah kesemutan bu? Efeknya memang begitu ya," 

"Iya dok,"

"Kalau telentang gini  sesak nafas?"

"Iya..kalau hamil tidur telentang sering susah nafas.." aku menjawab parau nan serak.

Di ruang operasi itu aku betemu dengan dokter kandungan yang biasa merawatku. Beliau menyemangati, berkata kalau diinduksi dengan denyut jantung takikardi dikhawatirkan sang janin tidak kuat. Lalu selanjutnya aku dibaringkan, tanganku direntangkan, dipasang kain hijau untuk menghalangi pandanganku, dan sesaat hanya terasa perutku ditekan-tekan. Rasanya mengantuk sekali, ujung kakiku lemas dan tak bisa digerakkan. lampu operasi yang menyilaukan tak menghalangi rasa kantukku. Para dokter dan perawat yang terlibat operasi tampak santai dan sesekali bernyanyi lagu malaysia lawas.

Tiga puluh menit kemudian, ada tangis yang pecah. Seorang bayi. Tangisnya masih tersedak, lalu akhirnya melengking di ruang dingin pagi itu. Aku terkesiap bangun, namun air mataku serasa beku. Perawat menunjukkan sang bayi itu kepadaku yang baru bergelar ibu.

"Ibu...ini anaknya perempuan ya, kita inisiasi menyusui dini dulu,"

Makhluk kecil itu ditempelkan di dadaku untuk awal menyusui dan mendapatkan kolostrum. Kamu sangat pintar sayang, bisa menyusu dengan lancar! Perawat dan dokter semua memujimu.

"Saya bawa keluar untuk bertemu ayahnya ya,"

Si kecil dengan berat 3,1 kg dan panjang 48 cm bertemu ayahnya untuk pertama kali dan dikumandangkan adzan di telinga kanannya. Operasi selama 45 menit berakhir, dan perutku terasa lapar luar biasa. Aku melihat baju operasiku penuh darah dan air ketuban, dan akhirnya segera dimobilisasi ke kamar untuk berkumpul bersama anggota keluarga baruku. Perjuangan selanjutnya menanti untuk mengASIhi, belajar bangkit kembali pasca operasi ERACS setelah delapan jam yang penuh derita, hingga jadwal tidur kami yang berubah drastis. Ya, ibu harus rela mati hidup untuk buah hatinya.

Selamat datang di dunia, sayang !

Tak ada rumah secanggih rahim. Ia bisa menghidupi setetes air, menjadi segumpal darah, gumpalan daging hingga manusia utuh yang siap terlahir ke dunia. Disana pula makhluk kecil itu melakukan percakapan pertama dengan sang pencipta.

Tiga puluh delapan minggu bertumbuh dengan damai di rumah pertamamu, berkawan dengan tembuni, berkubang di air ketuban. Dan kini kamu bersiap memasuki masa transisi dari alam rahim ke dunia. 

Mari kita berusaha dan hidup bersama.

Kelak ibu ingin memberikan tulisan ini kepadamu, tatkala kamu sudah tumbuh besar dan bisa menelaah kata-kata dalam tulisan ini.

Ayah dan ibu sayang kamu, tumbuh dengan kuat dan sehat nak. Kami ingin melihatmu tumbuh dewasa bersama-sama.


Bonus :

Rumah pertama si kecil yang sudah kosong, kata bapaknya siap diisi kembali :')

0
Share
Older Posts Home

AUTHOR

AUTHOR
Seorang wanita yang seperti kera sakti : Tak pernah berhenti, bertindak sesuka hati dan hanya hukuman yang dapat menghentikannya.

Labels

Berkeluarga deutschland INFLIGHT ITALY jakarta Jambi jawa barat JAWA TENGAH jawa timur kalimantan selatan KALIMANTAN TIMUR KUTAI TIMUR Lumajang NETHERLAND NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR Perancis rusia SULAWESI SELATAN Sulawesi Utara SUMATERA BARAT Yogyakarta

Popular Posts

  • ABOUT ME | ÜBER MICH
    "Allah menciptakanku saat sedang tersenyum, begitu pula ibu melahirkanku dengan senyum pula." Terlahir di Surabaya, 20 Juni ...
  • #1 Babak Kedua Gunung Gergaji : Mengulang Pengembaraan di Barisan Karst Sangkulirang-Mangkalihat
     "Maaf ya, jika pesanmu baru bisa aku balas kira-kira hari Jumat."  Sejenak aku mengetik pesan terakhir padamu sebelum melanjutkan...
  • White Thread over the Blue Sky…
    Apa itu? Jet? Mungkin itu ekornya jet… Yang kebetulan melintas… Dan mungkin ekornya tuh terdiri dari kumpulan titik-titik uap air...
  • Weekend Fresh, Without DRUGS !!! ~~Pelangi Untuk Masa Depan
    Tepatnya seminggu yang lalu di skulku. Bersamaan dengan pengambilan rapot sisipan yang ’menyebalkan’ Untunglah ortuku jinak-jinak merpati, j...
  • Berbagi Pengalaman Ketika Aku Joinan Tes D3 ITS-PLN
    Oy...sebelumya si Une minta maaf dulu, fotonya dibuat kayak hantu biar gak ada pemalsuan identitas, penghubungan alamat, walaupun aku pun...
  • #2 Memoar Antara Kerinci, Sungai Penuh, Kersik Tuo, Kayu Aro, Gunung Tujuh dan Harimau Sumatera
    Sejak tahun 2015, sang Oktober menjadi bulan petualanganku. Entah Oktober tahun 2017 nantinya seperti apa. Jika Oktober 2015 Rinjani sudah ...

INSTAGRAM : @FRAUNESIA

Copyright © 2015 Was ist los, Une?

Created By ThemeXpose