#1 Aksi Emak Anak Satu : Lama Tak Hiking, Trail Run Jadi Sasaran

Jika ditanya kapan terakhir kakiku payah menapak tanjakan pedas tiada tanding? Maka aku jawab sudah hampir 3 tahun lalu, ketika menyeret si sepeda ke pos 1 Rinjani jalur Bawak Nao. Lalu libur lamanya tak terkira semenjak menikah, langsung diamanahi kehamilan dan kelahiran seorang bayi perempuan yang lucu. Dinginnya tendon dan ligamen jangan ditanya lagi, berhari-hari lamanya sepasang kakiku hanya merasakan kram betis secara tiba-tiba selama trimester tiga yang selalu membuatku mengerang saat bangun tidur seraya meremas lengan suami yang hangat nan empuk.

Karena sudah lama tak menapaki tanjakan, maka ketika si bayi sudah beranjak balita dan frekuensi miksuwe (mimik susuw ibuke) alias nenen sudah jauh berkurang, maka kuberanikan diri kembali memanaskan dengkul dengan jalur lokalan di Bontang saja. Ajakan untuk mengikuti trail run pun kusanggupi walaupun sangsi karena lari merupakan olahraga yang menjadi kelemahanku sejak sekolah dasar.

"Halah, trail run itu orang-orang banyak jalannya kok."

"Mbak mbak. Kamu jalan santai aja sepanjang trail run nggak bakal melebihi cut off time kok!"

"Biasanya juga naik gunung, cepilll aja itu buatmu!"

Itulah kalimat kompor yang dilontarkan oleh teman-teman kantorku. Tahu sendiri kan namanya Une, mana tahan kalau dengar kalimat bak cambuk seperti itu, sudah tukang penasaran, pantang menyerah pula!

"Jadi mau ikut Bontang International Trail Run cuma 10 km? Pendaftaran udah ditutup, tapi aku kenal orang dalam nih." tawar Angga teman kantorku suatu hari. Aku mengiyakan semangat sembari cek-cek toko hijau terkait refernsi sepatu trail.

"Ayuk Ngga, daftarin aku ya!" tukasku semangat. Namun sayang, ketika aku hendak mengisi form pendaftaran secara manual, ternyata diinfokan kuota sudah penuh. Kecewa berat!

Lantas ada lagi acara trail run dua bulan kemudian di Bontang. Dengan secepat kilat aku mendaftar lewat google form, namun apesnya aku tak dapat mengamankan slot peserta yang ada.

ANAK KELELAWAR BAHASA JAWA ! (baca Kampret !)

Tapi karena  trail run saat ini menjadi salah satu kegiatan yang menjamur, maka tak lama dari itu dibuka kembali di Bontang dengan judul latihan bersama Trail Run. Untuk membalas dendam kecewaku, aku langsung daftar saat pendaftaran dibuka.

Mungkin kalian tanya, kenapa semangat banget sama trail run? Jawabannya bisa kalian tebak dengan mudahnya kalau lihat dari gayaku; karena bisa lihat pohon dan aneka satwa kanan-kiri sambil menghirup udara segar dan menikmati suasana yang sunyi! Hahaha😆 Tak hanya lari, sepeda pun aku paling suka sama mountain bike walaupun sudah gedebak gedebuk beberapa kali. Jadi kalau ada acara road run atau road bike, ya pasti aku tidak mendaftar.

Alhamdulillah untuk trail run kali ini aku diijinkan untuk ikut. Lokasinya memang nggak jauh dari rumah dan aku ijin hanya 3 jam saja kabur demi acara ini ke suami. Bocil mah aman kalau ditinggal bentar aja. 

Yang  daftar dari kantorku ternyata hanya dua orang, aku dan Hilman. Lainnya absen dengan alasan tidak ada medali. Ah walau sendiripun aku jalan! Dan persiapan yang kulakukan hanyalah jalan santai setiap pagi sama bocil sekitar 1-2 kilometer. Larinya? Nggak sama sekali! Jadi kayaknya bakal dipastikan trail run pertamaku ini pasti banyak ngeluhnya dan setelahnya pasti kakiku bakal demam-demam esok harinya.

Jalur yang ditempuh ada dua tipe, 7 km dan 10 km. Nah niat awalku ikut trail run kan refreshing sekalian jalan-jalan lihat indahnya pemandangan. Jalan kaki aja, yang penting nggak evakuasi atau DNF, dalam hatiku sudah berniat seperti itu. Akupun ngomong ke Hilman kalau  niat awalku seperti itu supaya dia nggak celingukan kalau aku nggak kunjung finish.

Jalur awal masih perkampungan warga, jalan beton sedikit rusak dan menanjak, lalu berangsur menjadi jalur makadam dan tanah. Kulihat peserta lain kok lari, ya sudah aku ikut lari saja walau sebentar-sebentar berhenti sambil nahan malu, wkwk. Malu juga dibatin orang lain : ini trail run tapi bocah ini napa jalan mulu yak?

Nah! setelah masuk jalan tanah yang naik turun peserta sudah mulai banyak yang menurunkan intensitasnya jadi jalan cepat. Kepadatan peserta pun sudah jauh berkurang. Aku ikutan juga jalan cepat sambil menghirup udara pagi bercampur aroma tahi ayam dan erangan kucing liar. Lebih bebas dan santai! Sekilas kulirik jam, ugh baru dua kilometer? Lima kilometer lagi nih!

Sekitar kilometer ketiga ada pos yang membagikan sport gel untuk peserta. Mas-mas penjaga sekaligus mengarahkan jalur yang tujuh kilo belok kanan, dan sepuluh kilo lurus saja.

"Kanan tujuh kilo mbak,"

"Kanan ajalah. Nggak pernah lari aku mas," 

"Kalo 7 km nggak dapat pemandangan apa-apa, kalau 10 km pemandangannyaa...ugghhh muantap mbak !" si mas ngompor dan sekilas kulihat tanduk dan taring kejahatan muncul di kepalanya. Dasar, tahu aja kalau aku paling nggak kuat dengar kalimat begituan. Kakiku mulai ragu untuk melangkah. Siaal...sial aku bertemu dengan keputusan semu...


"Ehmm..ehm...yaudah 10 km aja deh," jawabku dengan senyum penuh kenekatan. Uh bodoh Une, nanti kamu capek lo!

"Ohh mantap, pelan-pelan aja mbak, semangat!" seringainya gembira setelah menghasut si emak beranak satu ini.

"Kuat...kuat.." aku menguatkan diri menghadapi hasutan pagi ini. Jemari kaki mulai terasa perih dan lecet, sesekali terkejut disapa ular hitam tak terlalu besar yang merambat memasuki semak-semak. Apakah itu kamu, cobra junior?

Kakiku melemas melihat tanjakan tiada ampun terhampar didepanku. Tertulis petunjuk jalur lawas yang merupakan jalur Bontang International Ultra Trail kategori 60 km tiga bulan yang lalu. Emaaak !

"Nggak apa-apa. Ini pilihanmu. Toh ini bukan kali pertama bagimu kan? Beranilah tangung resikonya!" intuisi berbisik kembali menguatkan. Namun bersyukurlah aku untuk melalui  kegiatan outdoor ini aku sudah tak perlu mengenakan kacamata minus jadi jauh lebih nyaman! Kalau masih pakai, wah dijamin sibuk membenarkan kacamata yang melorot karena licinnya keringat berbaur dengan tabir surya.

Oke gas, oke gas! Jalur ini memang pilihan yang pas!

Terseok aku menapakinya, keringat segar mengucur di punggungku. Disambut turunan yang sangat curam, membuat jemari kaki makin menggeliat keperihan. Kukutuk mas penjaga sport gel tadi. Awas saja!

Water station. Mas penjaga water station ketawa puas melihat peserta yang memerah kepayahan. Ia menunjuk tanjakan gersang dengan langit yang cerah panas tanpa gumpalan awan sedikitpun. Sumpah kita  lewat situ?

"Siapa suruh pilih jalur 10 km. Teler kan, hahaha. Rasakan tanjakan 500 meter ala gunung banteng!" ia kompor bagai setan  disiang hari.

Mau tak mau aku harus kuat melaluinya. Kakiku sudah  gemetar namun semangat tak boleh gentar. Kulihat peserta sudah mulai melemas diatas tanjakan gersang. Gila parah tinggi sekali tanjakannya. Di ujung tanjakan kulihat cowok seumuranku kepayahan dan mengaku sudah nggak kuat hingga melepas sepatunya. Aku menawari madu sachet untuk memulihkan tenaganya.

Kulanjutkan trek yang kurasa makin sialan ini dengan detak jantung yang meningkat. Sesekali aku menoleh kebelakang, apakah pemandangannya sebagus yang dikatakan mas penjaga sport gel tadi? Ya sebenarnya sudah bisa kutebak panorama yang ditawarkan hutan hujan tropis ini. Hutan, menara transmisi, laut, dan pabrik pupuk di kejauhan, begini aja ternyata ya? 

Aku melangkah dengan cepat, memaksimalkan tenaga yang tersisa. Lima kilometer lagi ! Ugh, kalau ambil yang 7 km pasti dalam waktu 30 menit sudah sampai. Tapi ini...prediksiku satu jam lagi. Ya Allah, ampuni dosaku hari ini😖

Pasca melewati tanjakan yang katanya terakhir, memang jalur lebih santai dan teduh. Namun karena jemari kaki terasa lecet, maka jalan pun terasa tersiksa tapi harus dipaksa. Hati harus tetap dibuat gembira menatap rumpun bambu bernyanyi, kebun karet, kebun durian dan rambutan yang mungkin sesekali disantap orang utan.

"Dua kilo lagi!" ujarku semangat dalam hati. Tak terasa ya? Ya terasa lah! Kaki dan paha mulai terasa demam dan pada akhirnya aku menghadapi tanjakan beton tinggi terakhir menuju jalan raya dan kembali ke titik start.

Aku selesai dalam waktu 2:47 jam dengan pace 15! Ya 17 menitnya untuk istirahat dan foto di jalur jadi waktu tempuh 2:30 jam lah ya😁

Sampai di tempat start, aku curhat sama Hilman terkait jalur yang kami tempuh. Ia pun ngeluh mau muntah saat menapaki tanjakan gunung banteng yang gersang tadi. Hmm..Hilman yang rutin lari aja ngeluh apalagi emak yang bisanya cuma jalan santai pagi sama bocil tiap pagi. Ngeluh dan ngeluuu....(pusing dalam bahasa jawa)

Namun siapa sangka, keluhanku hari ini berbuah hadiah utama berupa celana lari yang sudah dilengkapi belt pinggang. Alhamdulillah ! Apakah ini pertanda bahwa kegiatan trail runningku ini harus tetap konsisten walaupun banyak mengeluh di percobaan awal?

Kalian tahu nggak apa perbedaan kegiatan outdoor sebelum dan setelah ada bocil? Ya tentunya setelah ada bocil nggak bisa leha-leha dan tidur cantik setelahnya! Masih harus gendong, ajak main dan sorenya jatah ngajak main ke taman sambil naik odong-odong walau kakiku masih terasa sakit tak karuan. Duh! Sabar ya walau kaki bakal tiga hari kedepan sakit seperti ini...yang penting selama bocil tetap diajak main, pak suami pasti mengijinkanku untuk berulah seperti ini kembali. Semangat semangattt!!

Unesia Drajadispa

No comments: