• Homepage
  • PORTOFOLIO (BOOKS)
  • About Me
Was ist los, Une?
 "Panrita Lopi kah besok?" Ajakanku terlontar tiba-tiba melalui pesan singkat dan terkirim kepada Lupi, sobat kempingku. Iseng saja sih, kalau tak terlaksana pun aku bisa ikhlas, karena aku lebih suka kemping di hutan.
"Woi serius?" balas Lupi agak lama kemudian. Sebenarnya rencana ini sudah kami bahas pekan lalu, tapi sayangnya saat itu aku kurang mood untuk melaksanakan kemping.
"Aku gak pernah bercanda loh," 
"Kamu pernah kesana? Nyebrangnya lama nggak sih?" Tanya Lupi super kepo. "Sama siapa saja?" Ia tambah lagi pertanyaannya sebelum sempat aku jawab.
"Pernah kalau ke Pangempang, ke Pantai Mutiara Indah. Ya siapa lagi kalau bukan kita berdua, kamu bawa tenda sendiri" 
"Yakin? Aku ajak temenku disebelah gangmu ya?"
"Lebih baik," tukasku.
"Jauh nggak sih nyebrangnya?"
"Tanya terus, sudah langsung saja kesana ! Aku tahu kok lokasi penyebrangannya !"
"Siap Kanjeng Ratu !"
Sunset Cantik dari Lokasi Kemping Kami
Jadilah, saat itu kami berempat berangkat kemping. Aku, Lupi dan kedua orang temannya yang baru aku kenal, padahal tempat tinggalnya sebelah gangku. Namanya Ivan dan Nur. Lupi sendiri cukup rempong dengan bawaannya, mulai dari nanas, jagung, keju cheddar, agar-agar dan beberapa printilan bahan makanan. Aku cukup takjub dengan semangat dan niatnya. Kerilnya menggembung penuh sesak.
"Gendeng anak ini. Kalah cewek!" 
Lupi meringis. Wajahnya sangat berniat untuk membuka kedai dadakan disana. "Aku pengen bikin dessert agar-agar nanas. Sama jagung susu keju."
"Gendeng." Kata-kata sakti itu terlontar lagi. Lantas aku menawarkan bantuan untuk membawa sebagian perintilannya.
"Nggak kok aku masih bisa bawa." Jawabnya sambil sibuk menata barangnya di motor matic merahnya.
Kami berangkat berempat dengan motor sekitar pukul setengah tiga sore. Aku tetap membawa motor matic pink kesayanganku, perjalanan ini pernah kulakukan ditahun 2016 lalu seorang diri. Perjalanan menuju arah desa Sebuntal Marangkayu dan berakhir di Muara Badak kabupaten Kutai Kartanegara sekitar 1,5 jam. Dan kondisi jalan sudah cukup baik. Beruntunglah saat itu cuaca cerah, walaupun sempat gerimis ringan sekilas di sekitar  Semangkok. Panrita Lopi di Pangempang sendiri sama persis namanya dengan Panrita Lopi di Bulukumba, Sulawesi Selatan. Dan setelah aku cari informasinya kepada penjaga parkir motor disana, Pantai ini dikelola dari hasil investasi warga asli Bulukumba yang bermukim di Muara Badak, sehingga dikelola olehnya dan beberapa karyawan, bukan oleh Dinas Pariwisata. Alhasil masyarakat sekitarpun mendapat berkah tambahan penghasilan dari tempat wisata ini.
Kapal Untuk Menyebrang
Dermaga penyebrangan menuju Panrita Lopi cukup ramai sore itu, karena memang pas hari Sabtu. Pengunjung pun berasal dari kota-kota terdekat dari sana.  Pandemi tak menyurutkan pengunjung yang mulai lelah untuk dirumah saja. Sungguh ramai sekali pantai ini. Tiket penyebrangan pulang pergi dan kemping semalam Rp 40,000, - termasuk air bersih untuk fasilitas MCK. Lama penyebrangan sekitar 15 menit.
Setiba di Panrita Lopi, kami disambut oleh barisan Lorong Cemara, dan tahukah kalian? Pengunjung pantai ramai sesak dan berisik bak pasar tumpah. Ada beberapa klub motor mengadakan family gathering dan kemping. Sempat luruh minat untuk kemping disana hari ini.
"Rame banget, nggak ada tempat lagi, Ne. Gimana?" Tanya Lupi.
"Kita jalan kesana saja, cari tempat yang sepi. Mau cari ketenangan kita ini. Malah jadi stress, belum lagi risiko corona makin besar."
Kami berjalan sekitar 300 meter ke arah utara, ada lokasi yang cukup sepi menurut kami, dan sedikit jauh dari bibir pantai. Ada MCK umum dan warung yang menjajakan snack, minuman, keperluan mandi bahkan penyewaan alat grill disana, jadi tak perlu banyak banyak membawa air minum. 
Lokasi yang kami pilih dibawah pohon cemara, terbuka dan tidak ada yang melakukan kemping selain kami. Ada sisa perapian disana, namun karena tempat pembuangan sampah tak jauh dari tempat kami mendirikan tenda, jadi lalat banyak berseliweran sore itu.
"Dik...mau kemping disini?" Seorang bapak tua menghampiri kami tiba-tiba. Sejenak kami menghentikan aktivitas pendirian tenda. Wah jangan-jangan area terlarang nih.
"Masukknya dari mana?" Tanyanya lagi.
"Emm...Panrita Lopi." Ivan menjawab ragu. 
"Begini Dik, saya pengelola pantai ini. Mohon jaga kebersihannya ya?"
Pengelola Pantai ini? Aku berpikir heran. Memangnya ini bukan Panrita Lopi? 
Beruntunglah kami mendirikan tenda disana. Panorama matahari terbenam sangat indah tertangkap kamera. Sungguh!
Dan sebab penasaran, kami berempat mencoba berjalan menuju ujung pulau Pangempang ini. Sekitar 30 menit kami hampir mencapai ujung pulau, dan memutuskan untuk kembali ke tenda karena hari memasuki gelap. Ada beberapa laguna disana. Dan akhirnya kami tahu, Pulau Pangempang memiliki beberapa pantai yang diolah masing-masing pemiliknya. Seperti model tanah kapling begitulah. Makin keujung, makin kurang pengunjungnya. Sangat sepi dan damai.
Laguna
"Lain kali kalau kita ingin kemping ke pantai sekitar sini saja. Sepi seperti private beach." Lupi memberi ide. Ada beberapa pantai yang kami lewati, seperti pantai Biru, Pantai Mutiara Indah, Pantai Pelangi, Pantai Jingga, Pantai Ceria dan beberapa nama dalam satu garis pantai yang sama, kami saat itu baru menyadari bahwa mendirikan tenda di Pantai Ceria. Yang paling riuh tetap Panrita Lopi, entah kenapa.
Demaga Blue Beach
Saat itu kami hendak mengolah bahan makanan untuk makan malam, dan tiba-tiba hujan turun sederas mungkin sembari dibumbui angin. Kami pontang-panting menyelamatkan alat masak dan bahan makanan ke gazebo terdekat dari tenda kami. Gazebo yang disewakan Rp 100,000 ,- tersebut masih tampias, dan membuat kami basah kuyup sambil memasak ala kadarnya.
"Besok bapaknya bisa-bisa nagih uang ke kita." Godaku iseng. Mereka terbahak pasrah.
Namun hujan tak turun lama. Setelah kami makan malam, hujan berhenti dengan sempurna dan digantikan dengan langit cerah bersama bintang malam. Saat itu aku merasa paling bahagia, kubuka pintu tenda, lantas sedikit kugeser kepalaku keluar sembari telentang menghadap langit. Para cowok sibuk membuat perapian untuk mengusir nyamuk malam. Lampu-lampu dari kapal pembawa batu-bara maupun gas carrier berkelipan dari kejauhan.

Suasana Menjelang Siang

Suasana saat pagi menjelang cukup menyenangkan. Langit bersih, sangat cerah, dan pantai tampak sangat biru. Untuk sarapan, Lupi mendapat giliran untuk memasak hari ini. Agar-agar walet dan beserta jagung kesayangannya ia keluarkan. Sungguh mewah sarapan saat itu walaupun tiada nasi. Oseng-oseng blackpepper, Mie goreng, Agar-agar dan Jagung Susu Keju sebagai pencuci mulut istimewa.

Tak kusangka masakan yang asal-asalan ini lezat juga, haha! Dan beruntunglah saat kami pulang, bapak pengelola Pantai Ceria tak menagihkan gazebonya  kepada kami. Kalau untuk rekreasi keluarga, cocok sekali untuk memilih pulau Pangempang, namun kalau kalian sang pemburu kesunyian, menurutku lokasi ini kurang cocok karena sangat ramai!

Peserta Kerusuhan Hari Itu

0
Share
Bagi teman-teman penghobi sepeda dengan aliran alias disiplin All Mountain/Enduro/Downhill, menurutku patut untuk mencoba kedua bikepark yang belum lama dibuka ini. Letaknya tak seberapa jauh dari kota Malang, hanya sekira satu hingga satu jam setengah tergantung dengan kondisi selama perjalanan. Pada kesempatan pulang kampung yang kedua kalinya semasa pandemi, tentu saja sepeda sebagai sobat sejatiku tidak pernah ketinggalan. Seperti biasa, Malang dan Batu menjadi destinasi untuk memanjakan si Vanessa alias sepeda enduro kesayangan yang berwarna hitam pink tersebut, tentu saja di sana merupakan surga bikepark maupun jalur AM yang bagus buat foto-foto di Jawa Timur. Untuk partner gowes kali ini, siapa lagi kalau bukan Om Andre, orang yang sama seperti yang diceritakan pada post Kinco Bike Park hampir dua tahun yang lalu.
    "Mau gowes kemana lagi sih Unee...corona corona gini," Ujar Andre saat berkumpul di titik temu kami, di Alun-Alun Batu.
    "Bikepark yang baru-baru mana aja sih? Yang biasanya kamu post di Instagrammu itu loh video-videonya." jawabku.
    "Akeh, "
    "Yang ada rock garden dengan batu-batuan segede kambing." Cerocosku asal. Lantas ia mencari sesuatu di galeri ponselnya.
    "Ini? Yang ini maksudmu?"
    Aku melongok ke layar ponselnya, "Iya ! Iya yang ini dimana?"
    "Di Sidoluhur Lawang sih. Besok saja kita kesana, sekalian ke Tutur Welang. Rugi kamu kalau nggak ke TW. Jalur enak banget disana. Hari ini kita ke Panderman dulu saja. Di kaki Gunung Panderman sana." 
    "Jalurnya apa ngeri Om? Apa bisa dengan kemampuanku yang abal-abal tiap tahun tiada peningkatan ini?" Tanyaku was-was.
    "Nanti kukasih tahu."

PANDERMAN BIKEPARK
Perjalanan menuju Panderman Bikepark dari Batu membutuhkan waktu sekira 30-45 menit. Namanya dikaki gunung Panderman, ya tentu saja seratus persen tanjakan super ngeri dong. Tapi tenang, saat itu kami loading (membawa sepeda ke titik start) menggunakan pick up yang sudah dimodifikasi khusus untuk angkut sepeda. Kalau tidak menggunakan pick up tentu saja bisa-bisa dengkulku sudah lepas menanjak sejauh dan seterjal ini.
    "Aku pernah gowes keatas." Ujar Om Andre tiba-tiba.
    "Serius? sendiri?" Ujarku yang sebenarnya tak kaget dengan kebiasaan Om yang satu ini.
    "Ya jelas sendirian aja. Orang gila mana yang mau gowes naik gunung setinggi ini pakai sepeda enduro," jawabnya terkekeh.
    "Gila, dengkul dewa tulang besi memang Om ini."
Titik start Panderman Bikepark terletak tepat di pintuk masuk pendakian Gunung Panderman, ada peraturan saat bermain dan gerbang dari bambu. Untuk menuju start, kami harus menuntuk sepeda yang cukup menanjak sejauh sekitar enam puluh meter.
    "LS ini, LS ! Katanya pemain enduro," Kata Om Andre setelah melihatku berhenti saat menuntun ditengah tanjakan sambil ngos-ngosan.
Panderman Bikepark
Lantas ia menjelaskan sekilas mengenai jalur yang ada di Panderman. Ada dua jalur, yang biasanya jadi favorit goweser adalah Minthi line dengan jarak sekitar 3 km karena cukup mudah, yang satunya adalah jalur Bebek yang mega teknikal dan level kesulitannya diatas Minthi.
Gunung Panderman Tampak Dibelakang
    "Mau nyoba yang mana Ne? Dua duanya kah?" Tawarnya.
    "Hmm..Minthi dulu saja deh. Yang gampang. Aku kan penakut." Ujarku mulai krisis rasa percaya diri karena sudah cukup lama tidak latihan enduro.
    "Pelan saja, dirolling saja dulu."
Awal mencoba Minthi line memang cukup pelan. Kecepatan hanya berkisar sekitar 20 km/jam saja. Beberapa obstacle memang bisa dirolling. Namun ada beberapa tanjakan diawal yang selalu membuatku menuntun entah itu gara-gara telat shifting ataupun dengkul yang memang lemah.
    "Sudah dua belas speed reek...masih nuntun saja." Komentarnya lagi-lagi. Iya dua belas speed, namun kekuatan dengkul masih dua tak. Hahaha...
    "Hei, setelah ini ada drop setinggi tiga karung, itu, pas dibawah pohon itu. Mau nyoba?"
    "Ya mau lah! Pendek saja kan itu." Jawabku menantang diri, sedikit meyakinkan walaupun sudah lama tak berlatih.
    "Oke, aku rekam ya. Speedmu tambahin. Badannya agak dibelakangin pas mau masuk air time. Jangan ragu. Sepedamu enak kok. Kamu mulai dari pohon itu aja." Komandonya. "Speednya yang kenceng, kamu yang bisa ngukur seberapa kencengnya. Kamu yang bisa ukur. Jangan ragu ! enak aja ini jumpingannya."
Sedikit deg-degan aku menuntun sepeda naik. Mempersiapkan diri, mengatur nafas, dan tentunya berdoa.
Tenang Une, kamu pasti bisa, jangan mikir macam-macam. Los !
    "Yoook....kamera udah siap !" Om Andre memberi aba-aba. Aku tarik nafas dan mulai menggeber sepeda dengan kencang versiku dan bersiap untuk take off.
Percobaan Kedua
    Jleeeg. ! Aman, aku nggak jatuh.
    "Gimana menurutmu landingnya? Enak gak?" Tanyanya kemudian.
    "Nggg...nggak Om."
    "Kurang apa?"
    "Nggak smooth."
    "Kamu memang kurang speed. Tertolong gara-gara travelmu yang tinggi. Mau coba lagi?"
    "Ayok!"
    "Lihat videomu ini. Coba analisa apa yang kurang."
    Setelah kulihat sejenak tayangan ulang aksiku barusan, maka aku menuntun kembali sepeda keatas. Padahal aku merasa speed sudah cukup kencang, tapi kenapa masih terasa kasar saat landing. Mungkin saat itu aku sedikit kagok atau ragu.
Kesempatan kedua ini aku berusaha aku perbaiki. Menurut Om Andre ini lebih baik walaupun speed masih kurang.
Puas mencoba dua kali, kami melanjutkan jalur. Setelahnya ada drop tinggi hampir sekitar dua meter, tentu saja walaupun sepedaku mumpuni, namun pikiran seram selalu menggelayuti.
Jangan ah, aku masih bujangan. Masa habis disakiti cowok, sekarang malah disakiti sepeda.
Minthi line ada beberapa jalur yang flat, lalu banyak kelokan tajam dan switchback. Ada turunan curam yang membuatku sempat terjatuh karena tidak bisa mengkontrol komposisi rem. 
    "Aman saja kan Om Unee..." tanya Om Andre.
    "Sangat aman. Tanahnya loh empuk!"
    Kami mencoba Minthi line sebanyak tiga kali run. Run terakhir aku lalui dengan cukup lancar dengan total waktu sembilan menit. Maklum, skill pas-pasan dan bukan atlit profesional :)

UMBARAN BIKEPARK
    "Mampir bentar aja ya, bikepark Umbaran di Sidoluhur. Rugi kalau nggak nyoba." Seru Om Andre. 
    "Treknya ngeri nggak?" Pertanyaanku lagi-lagi sedikit ketakutan. Setelah kejadian kampas rem yang menipis kemarin.
    "Awal sih kalau bagimu kecil aja itu. Yang sedikit ngeri itu pas mau masuk rock garden yang batunya segede indukan kambing. Nanti lewat chicken way saja, cuma ya gitu walaupun chicken way, tapi lumayan."
    Aku menelan ludah. "Aman nggak sih Om buatku?"
    "Halah, juara enduro nasional kok. Kamu biasanya main offroad, ya bisa lah !" Om Andre meyakinkanku. Aku menelan ludah sekali lagi. Ditambah lagi sesampainya di Umbaran Bikepark, ternyata ada beberapa murid dari Popo Ario Racing School (PARS) yang didominasi oleh anak seusia SD-SMP juga sedang jadwal latihan. Makin hilanglah rasa percaya diriku saat itu. Mampus gua!
    "Kita duluan ya. Kalau mereka duluan bakalan lama. Nunggu briefing dan lain-lain." Instruksi Om Andre. Umbaran Bikepark sendiri terdapat lapangan luas yang merupakan tempat latihan paralayang di Sidoluhur.
    "Nanti malah ganggu mereka latihan gara-gara kita lambat," Ujarku khawatir. 
    "Nggak. Paling nanti di rock garden legendaris aja yang bakalan macet."
Kami bertiga pun segera meluncur kedalam trek. Oh ya, saat itu kami bertiga, satunya sama atlit asli yang nggak mau disebutkan namanya. Oke, awal trek masih aman dan speed cukup dapat. Ada berm section yang nyaman sekali. Favorit ! Untuk obstacle tidak terlalu berbahaya dan bisa dirolling. Untuk orang dengan skill menengah kebawah masih bisa dilalui dengan aman. 
Pemanasan Rock Garden
"Yok siap-siap rock garden!" Sekitar sepuluh menit kami masuk trek, Om Andre memberi komando. Pemanasan rock garden Umbaran Bikepark mulai terasa. Tangga-tangga berbatu yang teknikal saat dirolling.
Aku meringis menatap sekumpulan batu-batu sebesar kambing dihadapanku. Sibuk mencari chicken way teraman. Kami berhenti cukup lama disana, hingga akhirnya para murid Racing School menyusul kami. Mereka juga berhenti di section rock garden, sama-sama melakukan coaching clinic.
Rock Garden Section yang Segede Kambing
Kesempatan ! aku bisa sedikit mencuri ilmu dari mereka. Memang tak semua peserta dapat melaluinya dengan mulus, dan setidaknya dapat menjadi hiburanku di pagi menjelang siang tersebut.
    "Giliranmu Ne. Ikuti line chicken way yang dilewati anak-anak tadi." Om Andre memberi saran. Aku menelan ludahku sekuat tenaga, lalu dengan gontai menuntun sepedaku keatas.
    "AYO OM UNE PASTI BERANI DAN HARUS BISA DONG!! SEMANGATTT !!" Katanya menyemangatiku. Om atlit asli menjagaku dari samping jalur sembari memberitahukan jalur yang aman dilalui.
    "Disini nggak perlu speed mbak. Tapi konsentrasi dan kontrol pengereman. Kuda-kuda harus kuat, yakin, dan jangan kebanyakan rem depan. Yok!" Om Atlit asli memberi saran terakhir sebelum aku mencobanya. Om Une harus bisa.
Aku menaiki sepedaku dengan pelan. Badanku benar-benar kumundurkan agar tidak terjungkal. Sukses ! Namun ada satu belokan diantara celah batu besar tidak bisa aku lewati. 
    "Mantap lumayan lah!" Seru Om Andre. Namu penderitaan rock garden tidak berhenti sampai disana. Masih ada turunan curam berbatu dan sedikit licin. Kalau rem los, bisa masuk jurang.
    "Berani? Bisa? Lihat Om Atlit asli lewat lebih dulu, nanti kamu contoh caranya dia ngerem."
    Om Atlit asli meluncurkan sepedanya dengan mulus dan sangat pelan. Ya namanya atlit, pasti lancar, haha. Tibalah giliranku, aku berusaha mengontrol rem. Rem belakang aku tarik penuh dan rem depan hanya sekitar setengah, dan itupun aku lakukan pull-release berkali-kali. Namun sial, di pertengahan aku merasa overspeed, dan aku akhirnya berhenti.
    "Ayo coba lagi Om Une!" 
    Aku turuti kata-kata itu untuk mencoba sekali lagi. Namun tetap saja aku mendapat sedikit overspeed ditengah jalur. Lantas aku memilih untuk turun dan menuntun sepeda saja demi keselamatan dan masa depanku.
Demi Keselamtan dan Masa Depan Infonya...
    "Memang sulit jalur ini Mbak. Asli. Teknikal. " Om Atlit asli membesarkan hatiku. Mukaku panas karena adrenalin terpompa dengan penuh. Edan-lah rock garden Umbaran ini.
    "Ini aja yang sulit. Kedepannya kecil aja buatmu." Kata Om Andre. Trek yang dilalui seusai section yang menyengsarakan itu hanya sekira 500 m, dan aman. Finish bikepark tersebut di perkampungan warga.
    "Gimana? Mau run lagi?" Tawar Om Andre. Aku menggeleng cepat. 
    "Ah, sudahlah, cukup tahu. Sekali saja. Keburu kesiangan ke Tutur Welang."
    "Hahahaha....kapok kayaknya Om Une kena rock garden section sebesar kambing !" Godanya sambil tertawa. Mukaku merah menahan malu. Benar-benar pengalaman berharga dalam dunia persepedaanku.

*Terima kasih Om Andre dan Om Atlit Asli atas coaching clinicnya !
0
Share
Newer Posts Older Posts Home

AUTHOR

AUTHOR
Seorang wanita yang seperti kera sakti : Tak pernah berhenti, bertindak sesuka hati dan hanya hukuman yang dapat menghentikannya.

Labels

Berkeluarga INFLIGHT ITALY JAWA TENGAH Jambi KALIMANTAN TIMUR KUTAI TIMUR Lumajang NETHERLAND NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR Perancis SULAWESI SELATAN SUMATERA BARAT Sulawesi Utara Yogyakarta deutschland jakarta jawa barat jawa timur kalimantan selatan rusia

Popular Posts

  • ABOUT ME | ÜBER MICH
    "Allah menciptakanku saat sedang tersenyum, begitu pula ibu melahirkanku dengan senyum pula." Terlahir di Surabaya, 20 Juni ...
  • Berbagi Pengalaman Ketika Aku Joinan Tes D3 ITS-PLN
    Oy...sebelumya si Une minta maaf dulu, fotonya dibuat kayak hantu biar gak ada pemalsuan identitas, penghubungan alamat, walaupun aku pun...
  • Merindukan Otot Lelah dan Bau Hutan : Puncak Batu Putih, Kaliorang
    Alasan yang paling kuat untuk menjelajah Kutai Timur sebenarnya sederhana : Pandemi COVID-19. Yang awalnya memiliki rencana untuk terbang ke...
  • Deutschland für Anfänger (Pameran Jerman Untuk Pemula)
    Guten tag Leute :) Sebenarnya jujur, kejadian ini udah berlangsung sekitar sebulan yang lalu, tetapi nggak sempat ceritanya karena bentro...
  • #1 Babak Kedua Gunung Gergaji : Mengulang Pengembaraan di Barisan Karst Sangkulirang-Mangkalihat
     "Maaf ya, jika pesanmu baru bisa aku balas kira-kira hari Jumat."  Sejenak aku mengetik pesan terakhir padamu sebelum melanjutkan...
  • Asyiknya Bebas Beraktivitas Seharian Tanpa Kacamata dan Lensa Kontak ! (Pengalaman Lepas Kacamata Tanpa Bedah Refraktif)
    Apakah si Une ikut-ikutan bedah refraktif seperti lasik atau relex smile? Hm, sebenarnya itu masuk ke dalam daftar keinginanku karena memang...

INSTAGRAM : @FRAUNESIA

Copyright © 2015 Was ist los, Une?

Created By ThemeXpose