Tiga Puluh Menit di Air Terjun Long Lemun, Muara Wahau

Kesempatan bertugas keliling Kutai Timur datang kembali. Lima hari dalam seminggu untuk bertugas, tapi bagiku wajib ekstra satu hari untuk mengunjungi lokasi unik di sekitar Muara Wahau, salah satunya adalah air terjun yang terletak di kompleks hutan PT Narkata Rimba, kilometer 64. Air terjun ini dinamakan Long Lemun oleh warga sekitar, dan terletak di desa Bea Nehas kecamatan Muara Wahau.
Akhir-akhir ini, keberadaan air terjun Long Lemun memang sedang ramai dibahas komunitas pegiat wisata maupun backpacker di Kutai Timur gara-gara sebuah konten di media sosial yang berisikan video cinematic mengenai Long Lemun dengan salah seorang model wanita. Pengaturan kontras dan gradasi warna yang cukup baik sehingga tampak sungguh menarik membuat lokasi ini kontan ramai menjadi perbincangan. Beberapa ajakan kemping di Long Lemun pun mulai bermunculan di media sosial.
"Padahal sebelum jadi viral juga kami sering kesana," Jelas salah seorang rekan kerja di Muara Wahau.
Ajakan mengunjungi Long Lemun pun disempurnakan dengan menggunakan mobil penggerak ganda untuk menuju kesana. Alasan sang sopir adalah untuk menghindari kejadian tarik-dorong mobil di jalur logging pada musim penghujan seperti ini.
"Lebih nyaman, dan aman tentunya." Cuplis yang bertugas membawa mobil menjelaskan.
Perjalanan dimulai pukul sepuluh dari kantor di Muara Wahau. Karena mobil 4WD yang kami bawa, maka Cuplis menggeber mobilnya dengan sedikit kencang.
"Mobil ginian kan enak aja buat ngebut di jalanan kebun sawit. Iya kalau pakai mobil bak terbuka yang nggak ada muatannya. Serasa naik cikar." Kilahnya 
"Emang berapa jam kesana?" tanyaku.
"Satu jam setengah sampai dua jaman mbak," Rio, selaku penunjuk jalan yang dipaksa Cuplis untuk ikut dan menjadi navigator kami menjelaskan. "Ini kita lewati jalan sawit PT DSN terlebih dahulu, lurus saja walau ada persimpangan, lalu setelah itu masuk areal hutan kayu Narkata Rimba."
Karena cuaca saat itu terik, maka jalanan sangat berdebu saat kami lewati. Dedaunan sawit yang semula hijau menjadi cokelat karena tertutup debu. Sejenak setelah melewati portal kantor Narkata, jalanan padat mulai berubah menjadi jalur logging (jalur perlintasan kendaraan pembawa kayu hasil hutan) yang saat itu masih cukup padat kondisinya. Kalau setelah hujan pasti lebih mengerikan lagi.
Syukurlah kami membawa navigator, karena tidak ada patokan nama menuju arah air terjun, dan juga tak ada sinyal maupun warga yang bisa kami tanyakan. Rio menginstruksikan untuk berjalan perlahan menuruni jalan cukup curam didepan kami.
"Kalau nanti hujan, auto nggak bisa naik kita disini," Jelas Cuplis sedikit menakuti.
Rio agaknya tampak kebingungan dan ragu antara kelewatan atau benar. Ada beberapa percabangan yang membuatnya sedikit ragu. Hingga akhirnya kami menemukan jejak-jejak manusia berupa sampah bekas air mineral tertumpuk disana, sehingga kami yakin air terjun didekat sini, ditambah gemericik air dan bau basah yang sudah menguar diudara.
Air Terjun Long Lemun, Muara Wahau
"Ayo, benar sudah disini. Jalannya turun kebawah." Rio menjelaskan dengan yakin, lalu membawa serta bekalnya untuk turun kebawah.
Jalanan curam dan licin, dan aku hanya menggunakan sandal jepit yang sudah aus, sehingga sangat berhati-hati dan berpegangan pohon walau akhirnya sempat terpeleset juga.
Sekitar dua ratus meter turun, akhirnya kami mencapai air terjun Long Lemun yang masih sangat asri, tak ada sampah maupun coret-coretan sama sekali. Sempat khawatir sih, tempat seindah ini akan dirusak oleh pengunjung yang tak bertanggung jawab apabila kelak ramai dikunjungi. Hari itu pengunjung hanya kami bertiga. 
Air terjun ini unik, banyak batu-batuan besar dikolamnya, dan juga dikelilingi oleh hutan yang super asri! Untuk mendekat kearah air terjun, kami harus melompati bebatuan secara berhati-hati agar tidak terjatuh. Air mengalir deras disela-sela bongkahan batu raksasa menuju ke hilir, entah dimana. Agak kebawah sedikit dari lokasi air terjun, kami dapat melihat batu yang menjadi lantai serta bertekstur unik yang dialiri air. Mungkin terbentuk dari tenaga Endogen, aku juga kurang tahu.
Lantai Batu yang Unik
Hanya sekira tiga puluh menit, air jatuh mulai terasa. Bukan, ini bukan percikan dari air terjun, karena terasa mengenai tubuh kami secara vertikal. Langit pun sedikit mendung, kami segera bersiap untuk kembali karena khawatir akan terjebak konyol karena kondisi jalan yang kemungkinan akan memburuk.
Sedikit tergesa kami kembali, namun tiba-tiba langit kembali cerah dan membiru. Kendati demikian, aku tak menyuruh agar laju kendaraan diperlahan kembali, aku meminta agar lebih cepat, dengan penuh harapan semoga aku tak ketinggalan mobil tangki BBM dari Muara Wahau menuju Samarinda yang rencananya akan ditumpangi.
Airnya Sangat Jernih
"Plis ayo cepetan !" Pintaku deg-degan saat perjalanan sepulang dari air terjun yang konon dijaga oleh orang Dayak Wehea tersebut.
Dan akhirnya kami tiba di Muara Wahau pukul tiga sore dari pukul satu siang bertolak dari Long Lemun. Ternyata benar, aku ketinggalan mobil tangki, karena infonya sudah kembali satu jam yang lalu. Akhirnya akupun harus menginap semalam lagi di Muara Wahau sebelum kembali ke Sangatta.

Unesia Drajadispa

No comments: