Semoga Sekerat Tidak Segera Sekarat

PRELUDE :

Hatiku mencelos ngilu menatap dokumen setebal bantal yang kudapati saat berkunjung ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kutai Timur. Ya, AMDAL. Itu dokumen AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup) perihal pembangunan pabrik semen di Sekerat, Kaliorang. Aku tak berani membuka-buka dokumen itu, nggak enak dilihat orang, dikiranya kepo. Pembangunan pabrik semen itu...jadi ya?
Aku tak tahu benar mengenai berita simpang siur bahwa karst di Sekerat akan dikeruk dan dihancurkan untuk bahan baku semen. Karst itu tandon air raksasa anugerah dari Allah, kalau diperlakukan seperti itu bagaimana keberlangsungan sumber air bersih di masa-masa mendatang bagi masyarakat di sekitarnya?

Ajakan gowes menuju Sekerat tiba-tiba datang. Akhirnya aku kesana untuk yang pertama kalinya setelah 3 tahun di Sangatta. H-2 aku terdaftar acara tersebut, menurut panitia, acara ini diadakan untuk menfasilitasi warga gowes yang sudah mulai kurang piknik gara-gara pandemi. Acara gowes ini bertajuk Sekerat Bike Challenge, Test your limit : What's Your Level ? Cukup membuat penasaran karena ada istilah 'challenge'.
Loading Sepeda
Sepeda kami loading dari Sangatta menuju gerbang masuk Pantai Sekerat, sekitar 2 jam dari Sangatta. Tentu saja kalau tanpa loading pasti kami bakal teler terlebih dahulu. Dalam 'challenge' kali ini peserta diwajibkan untuk mengaktifkan fitur 'tracking' dari aplikasi Strava untuk mengetahui kecepatan, jarak tempuh maupun elevasi trek yang kami lalui.
"Jauh nggak sih om?" Kepoku kepada om-om yang ditengarai pernah gowes ke rute ini.
"Cuma 23an kilo sih mbak, aman saja."
Oke, cuma segitu. Aku pun sedikit meremehkan.
Peserta gowes sekitar 30 orang, dengan 5 orang perempuan, ibu-ibu semua dong, yang masih unyu cuma aku aja. Haha. Awal rute memang masih bahagia dan dibumbui tanjakan sedikit, eh lama-lama menjadi bukit. Tanjakan yang sangat panjang dan super tinggi. Satu persatu peserta mulai tuntun bersama. Aku yang awalnya yakin karena sudah 12 speed dan pake cleat, eh pertengahan nyerah juga. Untung saja cleat tidak lupa untuk kulepas walau kondisi sudah ngos-ngosan, kalau kelupaan bisa jatuh nangka (istilah jatuh gedebuk karena lupa belum lepas cleat, sehingga jatuh tidak berdaya).
Ini...23 kilometer seperti ini? Tanjakannya super ngeri!
Tapi menurutku impas lah. Tanjakan puas, turunan juga sangat puas. Ketika turunan curam, aku lakukan pembalasan, hajar tanpa rem dan tanpa ampun. Kayak orang kesetanan. Baru kalau bertemu tanjakan, mewek lagi berharap akan dewa loading.
Melintasi Jalan Hauling Pertambangan
Trek menuju Sekerat saat itu kondisinya cukup terik. Ada beberapa kali kami melewati persimpangan jalan hauling pertambangan. Lalu dihajar tanjakan lagi. Ada beberapa ruas trek dirimbuni pepohonan nan sejuk. Itu yang paling aku suka! Mendekati pantai Sekerat, sekitar 2 kilometer sudah dipenuhi pemukiman warga dan jalan aspal yang lurus.
Dan akhirnya, aku berhasil mencapai Sekerat selama 2,5 jam. Jarak di Strava menunjukkan 22,21 kilometer. Semangka yang disediakan panitia kusantap dengan rakus, karena tenggorokanku yang sudah kering.

Analisa di Strava

Pesta Rujak
Untuk melepas penat selama pandemi, pantai ini tergolong lumayan. Ada beberapa titik yang masih kotor karena sampah, selebihnya tidak. Air pantai jernih, dan tiket masuk gratis. Pantai ini masuk dalam kecamatan Bengalon, Kutai Timur.
Karst?
Saat menoleh kebelakang (berlawanan dengan pantai) terhampar perbukitan, (mungkin Karst?) yang menurut info akan segera dibangun pabrik semen di sekitarnya. Aku tak memiliki kapasitas untuk menghakimi proyek tersebut, karena ada sisi positif dan negatif dibalik semua itu. Apapun yang terjadi, semoga ekosistem dimasa mendatang tetap berjalan sebagaimana mestinya.

Unesia Drajadispa

No comments: