Kalau boleh jujur, sebenarnya dari jaman awal masuk kuliah tahun 2010 aku sudah ada niatan untuk mengikuti kursus di Wisma Jerman (WisJer) Surabaya (dulu kalau nggak salah namanya Goethe Zentrum).
Akan tetapi, karena pas kuliah jadwal kuliah dan praktikum yang tidak menentu, maka kubatalkan niatku walaupun secara finansial ortu sangat mendukungku. Oke ikhlas! Dan akhirnya aku mendapatkan informasi bahwa di UPT Bahasa ITS ada fasilitas kursus Bahasa Jerman (bahasa lainnya ada Mandarin, Perancis, Inggris dan Jepang) dengan potongan harga yang lumayan bagi mahasiswa ITS. Terlebih lagi jarak antara UPT dan kampusku cukup berjalan kaki lima menit. Okelah, akhirnya aku mendaftar disana saja untuk penawar rasa kecewaku. Saat itu kalau nggak salah durasi tiap pertemuan satu atau dua jam, lupa ! Dan untuk pengajarnya saat itu Frau Retno. Aku les Bahasa Jerman sekitar satu tahun di UPT Bahasa, dan dari pengajarnya sendiri sering menginformasikan acara-acara berbau Jerman yang kebanyakan diselenggarakan oleh WisJer Surabaya. Jadilah...aku rajin juga ikutan biar pengalaman nambah juga.
Beberapa tahun berlalu, kini aku sudah kerja di Kalimantan Timur, jauh pula dari ibukota propinsi. Dan karena sibuk dengan rutinitas pekerjaan, jadi kemampuan Bahasa Jerman alias Deutsch udah nggak pernah diasah lagi. Hehehe... tapi entah mengapa tahun 2016 keinginan untuk ikut les membuncah kembali. Sadar sih jarak memang selalu memisahkan dan seringkali terasa menyusahkan, pada akhirnya informasi kursus daring aku cari di internet beserta testimoninya. Sebenarnya aku sudah mendapatkan satu lembaga yang bersedia les daring melalui Skype, akan tetapi karena informasinya kurang jelas ketika aku tanya, yasudah aku mengurungkan niat lagi. Padahal sudah beli tablet untuk mendukung rencana online unterricht (les online) ku!
Dan ketika pulang ke Surabaya, kusempatkan untuk mampir ke WisJer untuk tanya-tanya apakah ada fasilitas kursus daring, dan ternyata mereka belum menyediakan. Kalaupun ada waktunya pun sudah ditentukan oleh lembaganya. Uh! Jadilah aku pulang dengan wajah masam karena tidak ada hasil.
Empat tahun berlalu, keinginan untuk Deutschkurs sudah menguap dan kali ini memang gara-gara jarak yang memisahkan. Memang sih bisa belajar sendiri, tapi aku juga butuh komunikasi dua arah dengan bahasa Jerman untuk mendukung kelancaran mündlich / oral. Selama empat tahun itulah aku juga berhasil mengunjungi Jerman dengan kemampuan bahasa apa adanya.
Sebenarnya, kegila-gilaanku terhadap Deutsch sudah ada sejak duduk di kelas 3 SMP. Saat itu karena akses internet masih terbatas, aku mencoba untuk menyalin kata-kata dalam bahasa Jerman yang terdapat di manual book peralatan elektronik atau benda-benda yang ada. Cuma menyalin, tanpa tahu artinya apa.
Lanjut masuk SMA, begitu girangnya aku ketika mengetahui ada pelajaran muatan lokal Bahasa Jerman. Tentu saja aku mengikutinya dengan antusias dan selalu mendapatkan nilai nyaris sempurna ketika ulangan harian atau ulangan semester. Hahaha! Senang sekali! Sayang sekali hanya satu tahun aku mendapatkan muatan lokal Bahasa Jerman.
Pengalaman lainnya terkait saking ngebetnya bisa bahasa Jerman, pengaturan bahasa di ponsel kuganti dengan Deutsch. Full Deutsch. Jadi seluruh aplikasi di ponsel yang mendukung bahasa tersebut otomatis berubah menjadi bahasa Jerman. Sebenarnya hal ini kulakukan agar mengetahui istilah-istilah umum komunikasi dalam bahasa Jerman sih. Kocaknya lagi, ketika aku berniat untuk membeli ponsel baru dan mentransfer akun dari ponsel lama dengan bantuan petugas counter hp, tentu saja petugasnya auto kebingungan dan menyerah dengan bahasa dalam ponselku. Akupun menyerah juga sih, karena masih bingung dengan bahasa pengaturan saat itu! Hahaha usil !
Setelah itu aku melanjutkan di UPT Bahasa ITS, oh ya untuk syarat kelulusan kampus saat itu membutuhkan sertifikat TOEFL maupun kemampuan bahasa asing dari UPT Bahasa. Nah kocaknya, karena sudah tiga kali coba tes TOEFL belum lulus juga, maka beralihlah aku ke Ujian Bahasa Jerman. Yang mana dua kali tes sudah memenuhi standar nilai kelulusan yang ditetapkan. Jadilah aku lampirkan sertifikat Bahasa Jerman untuk syarat kelulusan, hehe. Soal yang diujikan juga sudah diajarkan seluruhnya saat mengikuti les di UPT Bahasa, jadi memang rasanya tak asing lagi saat mengerjakan, dan juga saat itu ada teil hören juga (listening).
Setelah vakum dalam dunia 'Deutsch' sekian lama, entah kenapa wabah Corona tiba-tiba muncul. Wabah itu sedikit banyak menimbulkan berkah juga bagiku, karena seminar-seminar yang biasanya tidak online (diselenggarakan di mayoritas Kota Besar), semua mendadak online. Begitupun kursus bahasa Jerman di WisJer Surabaya, aku lihat ada penawaran bagus, yaitu kursus daring via aplikasi zoom dengan harga diskon. Wah, tentu saja tanpa banyak pertimbangan langsung daftar dong. Tapi karena aku pernah belajar bahasa Jerman, maka ada placement testnya terlebih dahulu. Karena memang otak bahasa Jermanku sudah mulai karatan, maka wajib mengulang pelajaran masa lalu dulu. Jadi pas tes mündilch sedikit karatan juga bibir ini untuk menjawab pertanyaan dari pengujinya. Hahaha... Tapi alhamdulillah lolos juga dari level A1, dan diijinkan untuk ikut yang level A2 (lumayan penghematan, hehe)
Nah...untuk mengejar ketertinggalanku, maka aku ambil kursus A2 yang intensif, normalnya satu level dapat berjalan selama 4 bulan dengan jadwal seminggu tiga kali pertemuan masing-masing 180 menit. Cukup lama juga, terlebih jam kerjaku hingga pukul 5 sore, dan kursus dimulai pukul 6 sore hingga setengah sepuluh malam, teler.
Awal-awal kursus daring (via Zoom) sebenarnya cukup kagok juga, karena dari pengajarnya full menggunakan Deutsch, dan ini hanya via suara karena tidak ada yang mengaktifkan video. Jujur awalnya bingung gitu, karena memang baru pertama ini mendengarkan dan mulai membiasakan diri untuk bercakap-cakap dengan Deutsch. Kaku sekali pas mau mengutarakan sebuah kalimat.
Les Daring. Bisa di kamar sembari tiduran |
Suasana kelas daring via ZOOM : Saat itu ada kunjungan dari Herr Maxmilian, sebagai Head of Language Departement Wisma Jerman |
Karena pembelajaran daring, maka kita diberi seperti game lewat quizizz atau kahoot yang berhubungan dengan materi yang telah diajarkan hari itu. Seru sih! Istilahnya seperti jaman now banget pengajarannya.
Catatan Ala-Ala Saya, yang Penting Mudah Dipahami |
Satu kelas berisi 6 siswa, dan yang paling tuwiiirr adalah aku! Padahal dulu saat masih les di UPT Bahasa ITS, aku menjadi peserta termuda. Bayangkan, rekan sekelas rata-rata anak kelas 11 SMA, ya sekitar usia 17 tahun lah. Ada pula satu anak kuliah, mungkin seumuran adikku. Kebanyakan mereka sudah ada prospek untuk melanjutkan kuliah di Jerman. Dan aku? Usia udah hampir 27 masih hepi-hepi mengejar impian sejak jaman sekolah dan tidak ada keperluan tinggal disana (kalau kerja, mungkin). Tak apalah, berinteraksi dengan anak-anak muda membuatku kembali berjiwa muda dan berasa awet muda juga :D
Buku yang digunakan di level A2 saat itu Netzwerk, ada dua buku, Kursbuch (buku tentang bahan pembelajaran) dan Arbeitsbuch (buku latihan soal). Bukunya full colour, kertasnya tebal dan seru banget seperti buku cerita bergambar gitu, jadi terasa malah baca komik. Unyu-unyu juga kalau aku yang pakai, hahaha! Jadinya nggak berasa lagi les, tapi lagi baca buku cerita bergambar.
Ada beberapa kesulitan yang kualami saat mempelajari bahasa yang satu ini, apa saja? Saya rasa hampir seluruh siswa Bahasa Jerman mengalami hal serupa. Menggemaskan sekali...
1. Setiap kata benda dalam bahasa Jerman memiliki jenis kelamin, sama kayak bahasa Perancis. Lah? Iya! Ada yang jenis kelamin perempuan (feminim), maskulin, dan neutral. Nah, kalau kalian salah menyebutkan artikel satu benda saja, dijamin auto salah satu kalimat. Kuncinya hanya menghafal dan pakai feeling saja.
2. Kalimat ada yang bersifat Genitiv, Nominativ, Dativ, dan Akkusatif. Hal yang paling bikin saya muyek pol-polan. Salah menentukan jenis kalimat, salah pula untuk menentukan akhiran di kata ganti kepemilikan maupun sifat.
3. Präposition yang ada cukup tricky. Bukan hanya cukup, tapi sangat. Membuat saya nyebut berkali-kali. Karena ada beberapa kata kerja atau benda hanya wajib menggunakan satu präposition itu.
Präposition pun menentukan sifat kalimat. Eaaaa...
Präposition pun menentukan sifat kalimat. Eaaaa...
Banyakin istighfar deh kalau membuat kalimat.
4. Macam-macam konektor (kalimat sambung) yang memiliki regel (aturan) yang berbeda-beda. Maka dari itu saya bikin sedikit tabel dan rangkuman, mana saja konektor yang memiliki pola/aturan yang sama.
5. Tenses. Nggak sebanyak bahasa Inggris. Tapi ya...nggak seberapa rumit juga kalau yang ini, hanya penyesuaian bentuk dan penempatan kata kerja.
6. Trennbare verben. Bingung juga saya pakainya dalam kondisi apa. Pengen nangis kalau mau bikin kalimat.
7. Pengungkapan kalimat harapan ada aturannya sendiri. Wkwkwk...
Oh ya, walaupun aku kursus Bahasa Jerman ini hanyalah sekedar hobi saja, tapi aku berniat serius hingga level minimal B2, insya allah, semoga Allah masih mengizinkan dan dunia masih memberiku waktu untuk mengejar mimpiku !
No comments:
Post a Comment