#2 Senyuman di Rusia : Senyum Beku

4 Oktober 2018
Maskapai berkebangsaan Thailand membawaku mendarat di Domodedovo, Moskow. Beberapa gadis remaja Indonesia yang duduk tak jauh dari tempatku bersorak bahagia, tak percaya bahwa mereka telah tiba di Negeri Beruang merah ini. Beberapa staf bandar udara tampak sibuk lalu lalang diluar, berbalut palto tebal dan hembusan nafasnya tersisa kabut putih. Tak lama kemudian rintikan hujan menyusul, nampaknya menambah kesan dingin negara ini.
Tidak, aku tak boleh berfikir demikian. Aku yakin pasti akan menemukan senyuman hangat di negeri ini.
Sesaat setelah pesawat berhenti dengan sempurna, mayoritas penumpang yang berasal dari negara tropis sibuk mengenakan jaket bulu angsa atau down jacketnya masing-masing, membayangkan bahwa suhu diluar sangat dingin. Sedangkan aku? Hanya mengenakan celana kargo komprang plus sweater tujuh puluh ribu rupiah.
Habis hujan
Hawa yang dingin memang belum terasa, karena keluar dari pesawat, melalui garbarata, selanjutnya menuju proses imigrasi yang antriannya panjang bukan main. Tentu saja dengan susasana sesak seperti ini, yang didapatkan pasti kegerahan.
Seorang petugas imigrasi, perempuan, tinggi, agak gemuk, rambut pirangnya dikepang kebelakang mondar mandir mengawasi para foreigner seperti kami. Matanya biru, tatapannya tajam, tak tersungging senyum sama sekali. Menyeramkan. Sesekali ia mengusap ujung roknya, lalu memberi isyarat agar beberapa foreigner kembali dengan tertib.
Tiba giliranku memasuki proses imigrasi. Aku mendapatkan petugas imigrasi yang cewek, masih muda dan muka tanpa senyum. Ia meraih pasporku, membuka lantas membolak baliknnya dengan sedikit kasar, lalu melirik sekilas kearahku. Memeriksa visa ku dengan semacam kaca pembesar, mengetikkan sesuatu di komputernya, lalu mencetak kartu imigrasi, menyelipkan dengan tergesa kedalam pasporku, dan mengembalikannya dengan cara dilempar. Dilempar? Iya, dilempar, tanpa sepatah kata dan lirikan, sambil mengisyaratkan dengan tangan kanannya agar orang dibelakangku segera maju. Bagi adat ketimuran itu benar-benar jauh dari etiket kesopanan.
Aura dingin, dan menyebalkan mulai terasa tampaknya.

Mall bandara
Segera kuikuti tanda keluar menuju tempat pengambilan bagasi yang tertulis dalam aksara kiril beserta terjemahan dalam Bahasa Inggris. Pernah aku membaca artikel bahwa hanya di Bandara saja yang ramah Bahasa Inggris, sedangkan di tempat lain tidak. Nah berdasarkan dari penjelasan artikel tersebut, maka sebelum berangkat ke Rusia aku sudah belajar membaca dan menghafalkan aksara kiril walaupun sama sekali tak kumengerti artinya. Ya, setidaknya aku tak tersesat ataupun salah memilih barang di supermarket. Itu menggelikan. Jadinya sepanjang jalan ketika kutemui huruf kiril selalu berusaha untuk kubaca agar semakin terasah kemampuanku.
Penginapan kami terletak di dekat stasiun metro Paveletskaya. Untuk menuju kesana bisa ditempuh dengan menaiki kereta khusus dari bandara yang bernama Aeroexpress, keretanya berwarna merah dan jarak tempuh menuju Paveletskaya hanya 1,5 jam saja. Kebetulan, Paveletskaya adalah stasiun metro yang dilalui Aeroexpress dari Domodedovo, jadi mudah saja aku beli tiket sekali jalan dari vending machine tiket.
Platform untuk menunggu Aeroekspress

Tak lama kemudian, ada mbak-mbak yang pakai baju berlogo Aeroexpress menghampiri, dia bilang kalau beli di vending machine harganya lebih mahal tiga kali lipat. Kalau beli di loket manual lebih murah. Nah tentu saja aku kaget berat, bagaimana bisa....biasanya kan kita beli tiket via vending machine lebih praktis dan murah? Sejenak aku ling lung melihat keanehan kali ini.
Ini yang dibeli via vending machine

Didalam Aeroekspress
Sejenak kemudian aku mencari mesin ATM untuk mengambil uang tunai untuk membeli sim card khusus internet unlimited. Koneksi internet sangat penting di negeri orang...untuk petunjuk arah maupun translator, jadinya aku membeli kartu MTC ke gerai di bandara yang dijaga mas-mas Rusia ganteng. Aku memilih kartu MTC karena dikenal koneksinya paling bagus di Rusia dan menjangkau seluruh kota. Aku beli seharga 350 ribu kalau dalam rupiah.
Tarif Spesial...gitu kurang lebih bacanya hehe
"Indonezya?"  Tanya mas penjaga gerai provider berlambang telur tersebut.
"Da." Aku menjawab dengan bahasa Rusia sebisanya.
"Terima kasih," katanya sambil senyum-senyum dengan teman sebelahnya. 
"Ya, sama sama!" balasku kaget juga. Wah mas ini jangan jangan lulusan sastra Indonesia.
Stasiun Aeroexpress berjarak sekitar 500 m dari pintu keluar bandara. Dari sini aku mulai mengenakan jaket tebal pinjaman, karena suhunya memang sangat dingin bagi makhluk tropis sepertiku, ditambah hujan rintik-rintik yang sukses membuatku jalan cepat sembari gemetaran dan membenamkan wajahku di jaket. Orang-orang Rusia disekitarku berjalan dengan menggenggam sebotol vodka ukuran sedang dan menghisap sebatang rokok untuk menjaga temperatur tubuhnya. Sedangkan diriku hanya menyimpan tangan kedalam saku jaket pinjaman, dan itupun tak mempan. Kugosok-gosokkan kedua tanganku, akan tetapi itu tak bertahan lama.
Tak tahan lagi aku ingin segera masuk ke penginapan. Musim gugur dinginnya bukan main!

Unesia Drajadispa

No comments: