Hawa Eropa Pertamaku di Amsterdam

Baiklah, lanjut dari kisah sebelumnya, kisah tentang pertemuanku dengan pramugara ganteng di maskapai milik Turki tersebut lupakan. Tidak, bukan itu, kali ini tentang kisah pertamaku menapaki benua biru di Belanda.

Pesawat yang membawaku terbang dari Turki mendarat sekitar pukul 9 pagi waktu Amsterdam. Kabarnya sih sedang summer di Eropa. Summer? Begitu saya keluar dari pesawat angin dingin menyapaku !
Konon, Kata Mbak Tita Hanya Turis Indonesia yang Foto Kayak Gini
"Ini summer kayak gini?" Tanyaku pada Mbak Tita, konsultan perjalananku selama di Eropa.
"Disini saat summer itu berarti matahari bersinar cerah, tetapi angin dingin, " Paparnya.
Setelah itu kami memasuki bagian Imigrasi, dimana paspor dan visa kita diperiksa, ditanyain mau kemana dan ngapain saja di Belanda. Aman saja, cuma karena pengalaman pertamaku ya sedikit tegang, ditambah wajah-wajah petugas imigrasi Schiphol itu masih muda, klimis, dan ganteng banget. Wah gawat, perlu perbanyak istighfar kalau seperti ini. Habis ketemu mas ganteng di kabin pesawat, sekarang disambut mas ganteng di imigrasi Schiphol ! 
Di Amsterdam, saya menginap semalam di Ibis Budget, South Amsterdam. Untuk menuju kesana kami harus menuju ke Amsterdam Centraal lalu lanjut dengan Tram no 5 dengan jurusan Amstelveen, berhenti di halte Kronenburg.
Tiket / OV Chipkaart dapat dibeli dari mesin tersebut
Menunggu Kereta di Bandara Schiphol
Untuk tiketnya gimana? Tenang, masalah pembayaran pun mudah. Kita hanya perlu membeli kartu OV Chipkaart yang bisa diisi ulang pakai uang tunai atau atm yang sudah ada logo visa atau master card. Belinya dimana? Belinya di mesin-mesin berwarna kuning biru, di stasiun-stasiun ada. Untuk permulaan saya isi kartu sebesar 20 Euro, harga kartunya 7,5 Euro. Kartu tersebut bisa kita cek saldonya dengan tap kartu di mesin-mesin mirip atm. Lantas sebelum masuk kereta, bus, metro atau tram, kita diwajibkan untuk tap kartu agar bisa masuk. Dari tap kartu tersebut, saldo yang telah diisi kedalam OV Chipkaart tersebut akan berkurang. Begitu cara kerjanya.
Salah Satu platform

Amsterdam Centraal
Awal saya sampai di Amsterdam Centraal, norak banget senangnya. Ruame pula. Mau foto didepan tulisan Amsterdam Centraal, sayang sedang direnovasi. Bangunan tua di tepian kanal Amsterdam yang selama ini hanya mupeng di Instagram benar-benar nyata didepanku! Yeaah!
Setelah istirahat bentar di Hotel untuk meredakan Jet Lag, sorenya saya beranikan melangkah keluar hotel sendirian berbekal pengetahuan transportasi singkat dari Mbak Tita. Gampang aja kan, tinggal tap-tap di tram saja. Naik Tram Nomor 5.
Halte Metro di Amsterdam. M, artinya metro
Tapi ternyata, salah. Niatnya naik tram nomor 5, malah naik M51 alias Metro. Lah jelas saya bingung karena lewat lorong bawah tanah dan dimana harus nge-tap kartu. Oalah, ternyata kalau Metro harus tap di stasiun, haha. Untung saja M51 tersebut berakhir di Amsterdam Centraal.
Kemolekan Amsterdam


Tram yang melewati kota
Keluar dari M51, saya langsung sibuk memotret dengan bangunan tua di Amsterdam yang sangat terawat. Saya berpikir, mungkin kalau bangunan tua di Surabaya terawat dengan baik pasti suasana akan seperti di Amsterdam. Saat itu masih jam 8 sore, hari masih terang, karena kalau summer, waktu siang akan lebih lama, matahari terbenam pukul 21.30. Makanya jalan-jalan puas. Saya pun berkali-kali melihat jam di gawai, takut keenakan jalan di kota, tak tahunya sudah lewat pukul 12 malam. Padahal public transport terakhir pukul 00.00.
Kanal-kanal cantik

Salah satu toko di Bloemenmarkt
Sore itu saya menikmati hiruk-pikuk kota, menyusuri gang-gang cantik, duduk di kursi pojokan kanal yang sebelahnya ada pasangan yang sedang dimabuk asmara, hingga mengunjungi Bloemenmarkt (pasar bunga terapung). Karena bukan musim bunga, maka hanya bibit bunga tulip yang mirip umbi bawang yang dijual disana. Nggak hanya umbi bunga tulip, tapi hal-hal yang berbau ganja pun dijual disana! (cookie, permen, rokok, baju)
Komplek Bloemenmarkt

Bahan cimengan saja jadi biskuit kalau di Amsterdam

Di Amsterdam itu susah, jalan dikit ketemu mas-mas ganteng, jalan dikit, ketemu pasangan maho, keluar trem, bau orang-orang pada nyimeng (hanya bisa istighfar dan pura pura nggak melihat). Wajarlah, marijuana legal di Amsterdam. Pernah suatu malam saya duduk di taman, eh cowok depanku merokok, tapi entahlah rokoknya nggak bau tembakau, tapi baunya aneh. Baunya lebih enak, menurutku. Begitu sadar kalau dia nyimeng, saya buru-buru angkat kaki, daripada malah tertawa nggak jelas gara-gara efek asap nyimeng itu.
Amsterdam saat senja
Pukul 22.30, waktunya balik ke hotel. Tapi sayang, karena lupa dimana nyegat tram 5, maka aku asal saja stop tram 24, berharap ke Centraal dan ngejar tram  5. Tapi sial, karena buta arah saya salah stop trem yang bukan kearah Centraal. Alhasil saya keliling Amsterdam malam itu dengan trem dalam kondisi panik.
Iseng foto saat nyasar
Oke, saya akhirnya berhenti di salah satu halte yang seingatku dilewati tram no 5. Tapi sayang, tram no 5 lama nggak lewat-lewat, jadi aku nekat naik tram seadanya dan berharap balik ke Centraal dalam kondisi udah pengen nangis.
Tapi sayang, kebodohan kedua terulang kembali. Lagi-lagi tram tersebut ternyata nggak kearah Centraal, karena saya salah stop jalur tram. Saya berhenti di halte mana saja dan mengecek posisiku dengan hotel. 4 km lagi, berjalan kaki butuh 1 jam. Uh, saya berpikir nekatkan jalan saja, toh cuma satu jam yang penting selamat. Saat itu pukul sebelas malam dan udara sangat dingin. Suasana juga sepi. Hanya tersisa beberapa pengendara sepeda angin ngebut dan ugal-ugalan.
Tapi saya berpikir ulang, masa konyol di kota orang seperti ini. Maka saya berhenti di salah satu halte yang seingetku juga dilewati tram no 5, dan ternyata tram no 5 yang bagai malaikat tiba-tiba datang! Walaupun sedikit rame tapi akhirnya aku bisa pulang !
Taman luas didepan Rijkmuseum
Keesokan harinya adalah hari terakhir di Amsterdam. Saya mengunjungi Rijksmuseum, tapi hanya diluar saja foto-foto. Lalu lanjut ke Centraal untuk menaiki kereta kearah Haarlem (Haarlem akan dibahas di post selanjutnya, klik disini) dan mencoba naik Canal Tour seharga 11 Euro. Tak ada pilihan lain ketika memilih mengikuti Canal Tour, karena suasana hujan  dan dingin, sedangkan mau berkeliling kota saya lupa tak membawa payung. Jadi pikiriku lebih baik keliling kanal dengan perahu beratap, menikmati cantiknya kota Amsterdam dalam hujan !
Canal tour

Rijksmuseum
Foto disekitaran Rijksmuseum

Berkunjung kembali ke Belanda? tentu saja sangat mau. Tapi mengunungi kota-kota yang lain ya, yang paling ingin aku kunjungi adalah Maastricht dan Den Haag. Suatu hari, semoga saja tidak sendiri lagi.

Unesia Drajadispa

No comments: