Setan traveling mulai merayapiku kembali. Ia berhasil membuatku nekat ngacir sendiri ke Sumatera Barat. Yah memang ada niatan ke Kerinci, tapi kemarin sekalian mampir ke Bukittinggi karena akses ke Kerinci lebih dekat melalui Sumbar. Jadi 3 hari (mulai tanggal 1 Oktober- 3 Oktober) saya stay di Bukittinggi. Kebetulan di sana ada kawan satu angkatan saat diklat dulu.
Bukittinggi, Kota Impian untuk Dikunjungi (pakai tripod fotonya karena jomblo) |
Perjalanan panjang dari Bontang ke Bukittinggi cukup melelahkan. Berangkat 30 September pukul 10 malam WITA untuk menuju bandara Sepinggan selama 6 jam, lalu dilanjut pesawat ke Jakarta 2 jam. Transit selama 2,5 jam di CGK lalu lanjut terbang ke Padang selama 1,5 jam. Ditambah lagi bawa keril seberat 15 kilogram ! Sendirian pula!
Saya memilih penerbangan paling pagi supaya sampai di Padang tak terlalu sore. Sekitar jam 12 WIB sudah landing di Padang, dan masih nunggu angkutan yang membawaku ke Bukittinggi penuh dahulu, sekitar 1 jam lah :D
Di Ranah Minang ini roaming-ku dimulai. Mirip seperti saat traveling ke Makassar, kanan kiri menggunakan bahasa daerahnya. Ehm, dengan berbekal sedikit pelajaran bahasa Minang dari temenku saat diklat dulu, aku memberanikan diri untuk mengaplikasikannya walaupun dengan logat Suroboyoan. Ah bodo amat, yang penting kelihatan Minang-nya !
Perjalanan menuju Bukittinggi membutuhkan waktu sekitar 2 jam dengan tarif travel 50 ribu rupiah (ini jauh lebih murah dari Kaltim). Saya yang baru pertama menginjakkan kaki di Sumatera terkagum-kagum. Dikelilingi perbukitan hijau nan sejuk dan tak terlalu ramai membuatku tak kuasa tidur sepanjang perjalanan walaupun tubuh terasa sangat lelah. Travel yang ditumpangi sempat berhenti di rumah makan padang, dan disinilah kemampuan bahasa Minang saya mulai diuji, cukup kagok saja bayar makan sambil ngomong Minang logat Suroboyoan.
"Nggg...nasi ciek, teh manih ciek, karupuak tigo, barapo Ni?" Kataku dengan pede.
"Anam Baleh,"
Untungnya aku tahu itu berapaan, haha.
Perjalanan makin mengasyikkan ketika menembus perbukitan sejuk dan air terjun di Lembah Anai. Tak lama kemudian memasuki kota Padang Panjang. Atap banjuang khas Minang pun terlihat dimana-mana. Perkantoran, toko, sekolah semuanya menggunakan konstruksi atap khas Minang tersebut.
Travel yang membawaku aku minta berhenti di pintu keluar terminal Aur Kuning, karena temenku Uni Ingky yang asli Bukittinggi hendak menjemputku disana.
Bukittinggi sangat sejuk, tentu saja. Alasannya karena berada di kaki gunung Singgalang dan Marapi. Saya yang biasa hidup di daerah tropis kedinginan. Jaket tak pernah lepas dari tubuhku.
Karena saat itu malam Minggu, maka pusat kota Bukittinggi ramai. Ditambah ada pengajian malam 1 Muharram. Oh ya, pusat kotanya terletak di Jam Gadang, dan di sekelilingnya banyak pusat perbelanjaan, dari Mall hingga Pasar Atas. Aku dan Ingky makan malam sate Danguang-Danguang di dekat Jam Gadang (untuk kisah lengkapnya tentang kuliner dapat disimak di post selanjutnya).
Sayang sekali saya belum sempat berjalan di jembatan Limpapeh yang menghubungkan Kebun Binatang dan benteng Fort de Kock karena saya sudah cukup teler berjalan di sekitar pusat kota. Tempat wisata di Bukittinggi terpusat di sekitar Jam Gadang, jadi kita bisa berjalan kaki saja mengelilinginya. Seperti Ngarai Sianok, Benteng Fort de Kock, dan Lobang Jepang. Jadi cukup memudahkan wisatawan jomblo dan pas-pasan seperti saya, haha. Tak perlu kebingungan mencari transportasi umum, cukup dengan sepasang kaki saja.
Kesan awal Bukittinggi? Bukittinggi itu seperti Kota Batu kalau di Jawa Timur. Menyejukkan hati dan pikiran.Rasanya pikiran jadi lebih sehat melihat perbukitan, perkebunan dan gunung yang selalu berdampingan, Singgalang dan Marapi yang memberikan kesejukan dan kesuburan di sekitarnya.
Tips di Bukittinggi :
1. Banyak travel dari Bandara Internasional Minangkabau Padang ke Bukittinggi. Usahakan hubungi terlebih dahulu daripada kebingungan cari di Bandara. Kemarin saya pakai ErTe Travel, mobilnya Avanza, sesuai rekomendasi dari temanku.
2. Roaming? Takut ditipu? Nggak kok, warga disana ramah terhadap pengunjung.
3. Tempat wisata di Bukittinggi terpusat di sekitar Jam Gadang. Cukup andalkan Google maps, sepasang kaki dan tanya ke warga sekitar. Kalau ingin keliling kota bisa naik angkut warna merah, angkot nomor 13 (tulisan di angkotnya tigo baleh). Tarifnya empat ribu rupiah sekali jalan.
4. Yang nggak betah adem jangan lupa bawa jaket ya!
Di Ranah Minang ini roaming-ku dimulai. Mirip seperti saat traveling ke Makassar, kanan kiri menggunakan bahasa daerahnya. Ehm, dengan berbekal sedikit pelajaran bahasa Minang dari temenku saat diklat dulu, aku memberanikan diri untuk mengaplikasikannya walaupun dengan logat Suroboyoan. Ah bodo amat, yang penting kelihatan Minang-nya !
Perjalanan menuju Bukittinggi membutuhkan waktu sekitar 2 jam dengan tarif travel 50 ribu rupiah (ini jauh lebih murah dari Kaltim). Saya yang baru pertama menginjakkan kaki di Sumatera terkagum-kagum. Dikelilingi perbukitan hijau nan sejuk dan tak terlalu ramai membuatku tak kuasa tidur sepanjang perjalanan walaupun tubuh terasa sangat lelah. Travel yang ditumpangi sempat berhenti di rumah makan padang, dan disinilah kemampuan bahasa Minang saya mulai diuji, cukup kagok saja bayar makan sambil ngomong Minang logat Suroboyoan.
"Nggg...nasi ciek, teh manih ciek, karupuak tigo, barapo Ni?" Kataku dengan pede.
"Anam Baleh,"
Untungnya aku tahu itu berapaan, haha.
Atap Banjuang Dimana-Mana |
Jembatan Limpapeh |
Jam Gadang yang Legend |
Jam Gadang Malam Hari |
Karena saat itu malam Minggu, maka pusat kota Bukittinggi ramai. Ditambah ada pengajian malam 1 Muharram. Oh ya, pusat kotanya terletak di Jam Gadang, dan di sekelilingnya banyak pusat perbelanjaan, dari Mall hingga Pasar Atas. Aku dan Ingky makan malam sate Danguang-Danguang di dekat Jam Gadang (untuk kisah lengkapnya tentang kuliner dapat disimak di post selanjutnya).
Sayang sekali saya belum sempat berjalan di jembatan Limpapeh yang menghubungkan Kebun Binatang dan benteng Fort de Kock karena saya sudah cukup teler berjalan di sekitar pusat kota. Tempat wisata di Bukittinggi terpusat di sekitar Jam Gadang, jadi kita bisa berjalan kaki saja mengelilinginya. Seperti Ngarai Sianok, Benteng Fort de Kock, dan Lobang Jepang. Jadi cukup memudahkan wisatawan jomblo dan pas-pasan seperti saya, haha. Tak perlu kebingungan mencari transportasi umum, cukup dengan sepasang kaki saja.
Kalau Capek ada Kuda, hieee |
Tips di Bukittinggi :
1. Banyak travel dari Bandara Internasional Minangkabau Padang ke Bukittinggi. Usahakan hubungi terlebih dahulu daripada kebingungan cari di Bandara. Kemarin saya pakai ErTe Travel, mobilnya Avanza, sesuai rekomendasi dari temanku.
2. Roaming? Takut ditipu? Nggak kok, warga disana ramah terhadap pengunjung.
3. Tempat wisata di Bukittinggi terpusat di sekitar Jam Gadang. Cukup andalkan Google maps, sepasang kaki dan tanya ke warga sekitar. Kalau ingin keliling kota bisa naik angkut warna merah, angkot nomor 13 (tulisan di angkotnya tigo baleh). Tarifnya empat ribu rupiah sekali jalan.
4. Yang nggak betah adem jangan lupa bawa jaket ya!
No comments:
Post a Comment