• Homepage
  • PORTOFOLIO (BOOKS)
  • About Me
Was ist los, Une?
Sudah menjadi tradisiku dari dulu kalau hendak menempati suatu tempat yang baru harus mengetahui potensi wisata andalan maupun tempat-tempat keren. Bukan hanya saya, tapi si Emak juga. Pasti seharian mencari tahu ldan mengubek-ubek mesin pencari tempat wisata mana saja yang wajib dikunjungi.
Tampaknya perumpamaan : 'Sambil menyelam minum air' cocok buatku. Di Kaltim tak hanya bekerja, tapi juga berwisata.
Rencana untuk menghabiskan sisa cutiku 4 hari di bulan Maret tampaknya tinggal mimpi belaka. Entah mengapa mendadak ada panggilan sertifikasi di Balikpapan selama 3 hari dari tanggal 22-24 Maret. Rencana liburan batal dan akhirnya jadi kesal? Itu pasti. Tapi bukan Une namanya kalau hari libur teronggok dan terbuang sia-sia begitu saja. Tetap harus ada minimal satu destinasi yang dikunjungi,  minimal destinasi lokal.
Karena acaranya di Balikpapan akhirnya kuputuskan untuk mengunjungi Bukit Bangkirai di Samboja km 38. Kebetulan aku menginap di rumah temen di km 8, jadi untuk menjangkau ke km 38 transportasi cukup  mudah. Arieta, salah satu teman kos dari Bontang pun datang untuk menghabiskan waktu liburan di Balikpapan pula. Pas sudah, makin ramai liburan kali ini !
Sebenarnya kami hendak pergi dengan cowok-cowok juga. Tapi seperti biasa mereka tertidur hingga siang, maka kami putuskan untuk menuju Bangkirai dengan kendaraan umum. Sempat kebingungan juga karena tak ada kendaraan pribadi sedangkan untuk masuk ke Bangkirai dari jalan protokol sekitar 30 km dan itu tak ada kendaraan umum.
Kami bertiga menjadi traveler nekat saat itu. Naik angkot dari km 8 Balikpapan menuju km 38 (normalnya angkot sampai km 24) Tapi kami paksa buat sewa/carter hingga km 38 pertigaan Samboja dengan tarif 45ribu rupiah untuk tiga orang. Setelah sampai disana, mulailah aku pasang gaya sok kenal sok dekat dengan warga sekitar mencari tumpangan ojek. Ya, memang ada ojek tapi tarifnya selangit, yaitu 70ribu rupiah perorang sekali jalan. Walaupun kita sudah berpenghasilan tetap tapi malas juga bayar segitu. Akhirnya aku nekatkan untuk menawar hingga 50 ribu dan akhirnya mereka mengiyakan dengan wajah malas. *ah, orang nggak kenal juga*
Suasana favoritku
Masuk ke Bangkirai dari jalan poros ternyata jauh, sekitar 30 km dan menempuh waktu sekitar 45 menit melewati berbagai macam jenis jalan, mulai beraspal, berbatu, berdebu, kanan kiri hutan  tropis dengan siulan burung-burung hutan hingga menyebrang jalan tambang batu bara PT Singlurus Pratama.
Mimpi jadi nyata untuk yang kesekian kalinya
Tiba di Bangkirai kami mengisi perut terlebih dahulu karena memang memasuki jam makan siang. Untuk tiket masuk ke Bangkirai 6ribu rupiah, dan untuk naik ke jembatan tajuk/kanopi seharga 25 ribu rupiah. Ke Bangkirai wajib mencoba jembatan tajuk karena itu merupakan daya tarik Bangkirai tersebut. Tak hanya itu, pengunjung juga bisa berfoto di Lamin sambil menyewa baju adat suku Dayak atau menikmati outbond.
Trek awal
Bangkirai tak jauh beda dengan Sangkima di Taman Nasional Kutai. Cuma treknya lebih pendek dan nggak bikin ngos-ngosan. Hutan Tropis didominasi dengan pohon berkayu seperti Meranti, Rotan, Angsana dan Bangkirai sendiri.
Biar nggak bosen sepanjang perjalanan : Foto-foto dulu !
Tipikal trekking

Tak sabar kami meniti trek demi trek dan menikmati suasana hutan dengan petrikor nya. Liana-liana merambat sempurna membentuk tajuk yang kokoh, serta ada beberapa pohon yang telah diadopsi oleh beberapa orang tumbuh besar menaungi kami selama perjalanan.
Arena yang ditunggu-tunggu akhirnya ada didepan mata. Jembatan kanopi dengan tinggi sekitar 25 meter. Peraturan saat menaiki jembatan kanopi adalah tidak boleh beramai-ramai, harus bergantian. Dilarang menghentak, merokok dan berlari.
Jembatan Tajuk

Hutan Tropis Cantik

Memang terasa sedikit ngeri diatas. Aku berjalan dengan gamang ketika jembatan bergoyang diterak angin hutan. Tangan menggenggam sling erat-erat, sambil memberanikan diri mengeluarkan kamera andalan sambil selfie. Lalu menikmati rimbunnya hutan tropis Kalimantan dari ketinggian, dan membayangkan apabila suasana pagi hari, masih berselimut kabut nan syahdu, atau membayangkan apabila tiba-tiba terjadi musim gugur disini, daun-daun berubah menjadi jingga seperti di Eropa *sayangnya itu tak mungkin*
Perjuangan menaiki jembatan

Menikmati hutan

Rasanya enggan berpaling kalau tak hujan

Sekitar 15 menit berfoto dan gantian sama Arieta dan Rindy dengan berbagai gaya yang aneh, tiba-tiba hujan turun dengan perlahan. Bagai semut yang disiram air, pengunjung diatas jembatan langsung berlarian turun dan segera mencari tempat bernaung, kebetulan ada balai-balai di sekitar jembatan kanopi, dan kita bernaung disana bersama dengan beberapa pengunjung lain.
Kami tak sekedar bernanung sambil berdoa agar hujan cepat usai, tapi juga memikirkan agar kami tak terjebak konyol di sini gara-gara tak bisa pulang. Sebenarnya ada tiga opsi untuk keluar dari Bangkirai : pertama, call ojek yang tadi, kedua numpang mobil tambang PT Singlurus, tapi harus menuju areal tambang sekitar 5 km dari Bangkirai dengan cara numpang ke orang, dan itupun harus nunggu bubar kerja jam 4 sore. Cara ketiga dengan cara muka tebal nebeng ke pengunjung yang mobilnya sepi.
Sebenarnya bisa saja aku nekat nebeng orang kalau lagi sendiri. Tapi berhubung kami bertiga, jadi aku pikir-pikir lagi. Ketika hujan mulai mereda, kami segera keluar hutan dan shalat. Sambil berdoa minta tebengan, haha.
Tersangka di Bangkirai : Arieta, Rindy, Une

Usai shalat tampaknya belum ada tanda-tanda tebengan. Aku tanya sana-sini jawabannya pada sinis dan terkesan ogah membantu, mulai dari suruh jalan, suruh nunggu pengunjung lain, dan jawaban yang tak mengenakkan lainnya terutama dari sepasang suami istri muda yang menilai kami bodoh gara-gara tak tahu cara keluar dari Bangkirai. Mau bagaimana lagi, kami tak ada kendaraan umum dan untuk call ojek pun kami beralasan tak punya nomor hp nya. Aku rasa urat maluku sudah putus, tak memikirkan lagi gimana diolokin atau dipermalukan. Yang penting ada jalan keluar.
Bagaikan dewa, tiba-tiba dua lelaki yang tampaknya bos dan anak buahnya menawarkan tumpangan pada kami. Bagaimana kami tak terlunjak kegirangan, langsung kami menumpang kendaraan mereka dan segera meninggalkan dua suami istri yang puas ngolokin kami. Kebetulan mereka juga kembali kearah Balikpapan, jadi kami sekalian bisa numpang sampai km 8. Dan....misteri mendapatkan kendaraan pun telah terpecahkan, perjalanan pulang pun dimulai dalam rinai hujan...

Gears : Sony Nex 6, Samyang fish eye lens 2,8

Tips menuju Bangkirai :
1. Pakai kendaraan pribadi kalau tak mau susah cari tebengan
2. Gunakan losion anti nyamuk, banyak serangga suka gigit-gigit didalam hutan
3. Jangan buang sampah sembarangan
4. Patuhi peraturan ketika berada di jembatan kanopi, jangan corat-coret fasilitas yang ada, oke :D
0
Share
"Berawal dari kepincut melihat tanggal merah tahun baru imlek di bulan Pebruari maka tercipta trip mini ini. Naik bus dari Bontang dengan tarif dua puluh lima ribu rupiah dan kondisi tenggorokan terasa mau radang tak menyurutkan niatku untuk menghabiskan waktu di ibukota Kalimantan Timur tersebut"
Perjalanan kali ini berbeda dengan perjalanan yang biasa kulakukan sebelumnya. Kalau kebiasaanku sebelumnya prefer untuk mengabadikan setiap sudut-sudut menarik dikota yang aku kunjungi, kali ini entah mengapa aku lebih sering mengabadikan muka dengan metode self portrait. Bahkan aku lebih sering menggunakan my everyday camera dalam edisi kali ini ! Bah. *sony-nex6-bobo-cantik-dalam-tas
Mungkin penyebab kebanyakan selfie kali ini adalah kawan-kawan penikmat selfie yang menemaniku ke Tenggarong. Ya, memang teman dalam sebuah trip itu membawa pengaruh besar dalam perjalanan kita #halah. Berangkat dari Samarinda menuju Tenggarong dengan motor matic, dimana empat pesertanya adalah cewek-cewek perantau yang tangguh, sebut saja (nama sebenarnya) : Anjar (Ponorogo), Une (Lumajang), Marisa dan Rianti (Jateng).
Baru pertama kalinya aku ke Tenggarong, perjalanan dari Samarinda membutuhkan waktu sekitar 45 menit hingga 60 menit plus macet. Tentu saja sepanjang jalan aku sangat menikmati perjalanan menuju ibukota Kutai Kartanegara tersebut. Melewati kawasan pertambangan, stadion Aji Imbut, dan  tentu saja semua susana yang berbeda dari kota tempat tinggalku.
Destinasi wajib Ke Kota Raja
Sepengetahuanku, Tenggarong memang banyak tempat wisata dan tata kota yang apik dibawah kepemimpinan Ibu Rita Widyasari. Memang benar, jembatan kukar yang sempat roboh beberapa tahun silam kini bangkit kembali membelah Mahakam. Setelah sampai di Tenggarong kota, aku terkesima. Taman-taman kota mulai dibangun dengan model pohon-pohonan seperti di Singapura. Tepian Mahakam ditanami pohon-pohon rindang dan cocok untuk tempat menghabiskan waktu bagi warga Tenggarong maupun luar kota.
Ladaya : Tempat foto paling hits
Destinasi pertama kita ke Ladaya (Ladang Budaya) yang lagi in di medsos, terutama instagram. Apa itu Ladaya? Ya semacam tempat outbond, lalu ada beberapa rumah-rumahan yang disewakan berbentuk separuh elips, dan itulah daya tarik Ladaya sebagai tempat untuk berfoto lalu diupload ke medsos sambil check in biar kekinian, haha.
Setiap rumah tertulis nama-nama desa di Kabupaten Kutai Kartanegara beserta kode-posnya, seperti Anggana, Salo Cella, dan lain-lain. Akupun tak mau ketinggalan untuk berfoto-ria di rumah-rumah yang mirip hobbit tersebut ! Hahay..
Tiket masuk Ladaya? Cuma sepuluh ribu rupiah saja.
Taman Tata surya : Konon Kalau Malam Hari Planetnya Bisa Menyala
Nyengir Ditengah sungai
Mungkin hanya 30 menit  berada di Ladaya, kita cabut ke destinasi Selanjutnya, yaitu museum antariksa Tenggarong, di tepian Mahakam. Karena pas hari minggu, jadi rame pengunjung dan untuk menyaksikan pemutaran film antariksa harus mengantre panjang. Cukup tahu sebentar, kami pun keluar. Matahari menggarang di Tenggarong, jadi tujuanku untuk memotret keraton kesultanan Kukar tak jadi, hanya berfoto sebentar dengan latar belakang Mahakam sambil nyengir kepanasan.
Dermaga Menuju Pulau Kumala : Membelah sungai Mahakam
Tersangka Trip Tenggarong
Pintu Masuk Pulau Kumala

Mbak Marisa bilang dia penasaran dengan pulau Kumala, ya, aku juga. Katanya pulau kumala merupakan destinasi andalan Kota Raja. Pulau Kumala merupakan delta Mahakam yang dibangun untuk tempat wisata. Ada patung Lembuswana sebagai penunggunya, ada kereta gantung, namun sudah tak beroperasi lagi. Dan ada, wahana merry go round, sky tower dimana kita  bisa menyaksikan Tenggarong dari ketinggian, sayang tak berfungsi. 
Menyebrang ke pulau Kumala dengan kapal dari dermaga penyebrangan. Seingatku cukup bayar 30 ribu perkapal sekali menyebrang. Sesampainya disana panas makin menjadi-jadi. Untuk tiket masuk bayar sekitar dua puluh ribu dan kita ditawari untuk berkeliling dengan mobil dengan tarif sewa seratus ribu. Kami iyakan saja, soalnya Pulau Kumala luas, dan tak memungkinkan kita berjalan kaki dengan udara seterik ini, huh.
Jembatan Mahakam Baru
Kami diantar berkeliling pulau Kumala, pertama kita diantar ke ujung pulau, dimana patung Lembuswana berada. Keadaannya kotor, keramik pecah disana-sini, sayang sekali. Lalu begitu pula dengan kondisi lamin di Kumala. Kotor, tak terawat. Villa yang disewakan juga, tampak seperti rumah hantu.
Penjaga Pulau Kumala
Pura di Pulau Kumala

Sambil berkeliling Kumala, sopir yang mengantarkan kami bercerita bahwa semua fasilitas di pulau Kumala akan diperbaiki dan wahana akan beroperasi ketika jembatan yang menghubungkan kumala telah jadi dan beroperasi. Semoga pak...semoga ! Kalau tempat ini digarap dengan serius pasti menjadi sangat indah :)
Mobil yang Mengantar Keliling
Setelah mengunjungi Pulau Kumala, kita berfoto di Tenggarong Creative Park. Walaupun panas terik seperti ini tak menyurutkan pengunjung untuk berebut foto di tulisan Tenggarong. Perang tongsis pun terjadi tak terelakkan, haha.
Creative Park : Ngantri Foto Disini
Karena cuaca memang sangat panas, aku jadi tak tega untuk foto-foto di beberapa spot menarik yang lain apalagi setelah melihat muka kawan-kawan yang memerah dan menghitam. Akhirnya kami pulang, tapi aku menyimpan janji : Suatu saat harus kembali lagi ke Tenggarong dengan foto yang lebih keren !
see ya

Tips menjelajah Tenggarong (diurutkan dari tips yang paling penting)
1. Gunakan kendaraan pribadi agar lebih leluasa menjelajah Kota Raja, Tenggarong. Banyak spot yang 'wajib' untuk diabadikan, jangan sampai ketinggalan
2. Kalau ingin lebih maksimal menjelajah Tenggarong, alokasikan waktu dua hari. Kenapa? Menurutku, akan menjadi hal yang menyenangkan apabila kita mengabadikan sunset di Mahakam, atau nongkrong sambil mengambil gambar di taman-taman sekitar tepian Mahakam. Akan terasa berbeda apabila tersorot lampu :D
3. Tenggarong memiliki hawa yang cukup panas, jangan lupa pakai sunblock
4. Jangan lupa berburu suasana dan foto di pagi hari, makanya, usahakan bermalam minimal semalam :)
0
Share
Newer Posts Older Posts Home

AUTHOR

AUTHOR
Seorang wanita yang seperti kera sakti : Tak pernah berhenti, bertindak sesuka hati dan hanya hukuman yang dapat menghentikannya.

Labels

Berkeluarga INFLIGHT ITALY JAWA TENGAH Jambi KALIMANTAN TIMUR KUTAI TIMUR Lumajang NETHERLAND NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR Perancis SULAWESI SELATAN SUMATERA BARAT Sulawesi Utara Yogyakarta deutschland jakarta jawa barat jawa timur kalimantan selatan rusia

Popular Posts

  • ABOUT ME | ÜBER MICH
    "Allah menciptakanku saat sedang tersenyum, begitu pula ibu melahirkanku dengan senyum pula." Terlahir di Surabaya, 20 Juni ...
  • Berbagi Pengalaman Ketika Aku Joinan Tes D3 ITS-PLN
    Oy...sebelumya si Une minta maaf dulu, fotonya dibuat kayak hantu biar gak ada pemalsuan identitas, penghubungan alamat, walaupun aku pun...
  • Merindukan Otot Lelah dan Bau Hutan : Puncak Batu Putih, Kaliorang
    Alasan yang paling kuat untuk menjelajah Kutai Timur sebenarnya sederhana : Pandemi COVID-19. Yang awalnya memiliki rencana untuk terbang ke...
  • Deutschland für Anfänger (Pameran Jerman Untuk Pemula)
    Guten tag Leute :) Sebenarnya jujur, kejadian ini udah berlangsung sekitar sebulan yang lalu, tetapi nggak sempat ceritanya karena bentro...
  • #1 Babak Kedua Gunung Gergaji : Mengulang Pengembaraan di Barisan Karst Sangkulirang-Mangkalihat
     "Maaf ya, jika pesanmu baru bisa aku balas kira-kira hari Jumat."  Sejenak aku mengetik pesan terakhir padamu sebelum melanjutkan...
  • Sebuah Opini : Musik Klasik Untuk Semua
    Belajar musik klasik? Ogah ah, sulit, musiknya orang tua-tua. Mendingan belajar musik pop, cepet dikenal dan mudah. Mungkin banyak ...

INSTAGRAM : @FRAUNESIA

Copyright © 2015 Was ist los, Une?

Created By ThemeXpose