Perjuangan dan Sekelumit Kisah Untuk Menikah Denganmu

Perlu waktu tujuh bulan mengenal dan berkomunikasi secara intim denganmu. Setelah itu kamu bilang ke orang tuaku mau nikah.

Kalian yang membaca kalimat diatas menganggap bahwa kisah cintaku mulus-mulus saja, nyatanya tidak. Sebelumnya aku dan orang tua pun pernah terluka karena sikap seorang pria. Dan untuk sikapmu kali ini membuatku benar-benar memohon kepada Allah agar kamu tak mengulang kejadian pilu beberapa tahun lalu.

Oktober 2021 menjadi awalmu berkenalan dengan orang tuaku, minta izin apakah boleh pada kesempatan selanjutnya bawa keluarga dan orang tua untuk ngomong niat berumah tangga denganku, dan tentunya dengan bahasa Jawa Kromo yang super halus yang membuatku dan orang tua berpikir keras memahaminya karena gaya bicara kami dirumah memang bahasa Suroboyoan yang sangat ngegas.

Aku hanya membatin, "Gak usah minta ijin, kalau ada yang ngajak nikah gini ya pasti orang tuaku ngijinin, yang penting anaknya sreg."


Sesuai dugaanku, orang tua memberi respon positif atas pernyataannya. Hatiku mekar seindah purnama untuk yang pertama kali.

Beberapa bulan kemudian kami hanya intens berkomunikasi dan bertemu biasa, tanpa ada pembahasan sama sekali tentang rencana pernikahan. Sebagai cewek yang mulai gerah karena khawatir hanya diberi janji yang tak kunjung ditepati, akhirnya bibirku gatal juga untuk mengajak segera nikah.

"Sen ayo rabi," (Sen ayo nikah,)

Dia hanya senyum senyum saja, sambil berkata iya-iya dan tanpa ada kelanjutan lagi.

"Iya iya terus, ayo kapan?" tantangku mulai serius dan makin kesal.

"Yuk, secepatnya." jawabmu santuy.

"Yowes ayo bulan depan !" tantangku makin berani dan menjadi.

"Hehehe...ya nggak secepat itu juga dong!"

Merasa tak dapat kepastian, aku memilih bungkam. Bingung. Apa yang dipikirkan laki-laki terkait pernikahan? Apa yang ia pikirkan ketika ada seorang wanita yang dengan berani mengajak untuk segera menikah? Dan kenapa cewek itu ngebet banget nikah?

Pikiranku semakin diliputi kegamangan ketika ibu yang mulai rajin menanyakan kelanjutan hubungan kami via telepon atau pesan singkat. Apakah benar ia hanya berniat untuk menjahili perasaanku kembali?

"Kalian sudah ngobrol perihal rencana kedepan bagaimana?" ibu mulai memberi kode minta cucu yang lucu.

"Hmm..belum ada sih. Aku cuma ngajak ayo nikah aja,"

"Bukan gitu maksudnya, kamu kan sudah besar seharusnya paham arah pembicaraan ini." sahutnya mulai tak sabar. "Gimana sih, kan kemarin sudah kerumah harusnya ada pembicaraan lebih serius. Ayolah,"

"Iya, nanti aku coba ngobrol lagi, mungkin lelaki masih banyak yang dipikir dan dipertimbangkan. Aku juga nanti coba komunikasi dengan ibunya," jawabku.

"Kamu manggil dia apa?" ibuku kembali mengintimidasi.

"Seno, mau manggil apa lagi?"

"Coba yang sopan sedikit, panggil dia Mas. Dia kan lebih tua darimu,"

Setelah arahan untuk memanggil calon suami dengan sebutan 'Mas' dari ibu, aku mencoba dengan malu-malu melalui pesan singkat.

"Mas, masih di kantor?"

"Iya, bentar lagi pulang dek,"

Apa? Tak kusangka anak ini peka juga langsung memanggilku dengan sebutan 'dek' dari yang biasanya 'Un' , hehehe...

"Tumben kok Mas?"

"Disuruh ibu, hehe..."

Setelah itu aku segera menghubungi ibunya untuk berkenalan secara singkat. Beliau menjelaskan cukup panjang perihal kondisi putra semata wayangnya, lalu aku lapor ke ibu. Ibuku tampaknya sudah tak sabar setelah berkali-kali tanya ke aku mengenai rencana pernikahan dan tidak ada jawaban yang memuaskan, akhirnya keputusan untuk melepas secara perlahan pun muncul.

"Sudahlah, kalau nggak jelas gitu mending nggak usah dilanjut, buat apa. Nanti seperti yang kemarin."

Air mataku berlinang kesal dan sedih. Sudah susah payah minta kenalin cowok yang hanya bermukim di satu kota dan berniat untuk dijadikan suami, kenapa malah begini?

"Dia jawab apa kalau kamu ajak nikah?" ibuku mulai lagi.

"Cuma ketawa-ketawa malu aja kalau kutanya."

"Ngapain malu, kalian sudah sama-sama dewasa kok masih malu-malu."

"Hmm....yaudah, Januari kan ibu katanya mau ke Bontang, sekalian aja nanti bertatap muka dan tanyakan sekaligus minta kepastian ke Mas Seno tentang hubungan ini. Kalau dia nggak bisa kasih jawaban yang pasti dan jelas, yaaa...mungkin aku harus kembali berbesar hati untuk melepasnya. Kalau sama orang tua mungkin dia lebih bisa memberi jawaban." aku memberi opsi terakhir yang sebenarnya tak kuasa untuk kukatakan. Tapi benar apa kata ibu, kalau nggak jelas, mending ditinggalkan saja daripada membuat perasaan kecewa.

"Begitu ya? Bisa, nanti ibu dan bapak kerumahnya untuk bantu berbicara."

Namun, tak disangka. Dua minggu kemudian Mas Seno mengirimkan pesan singkat padaku bahwa bulan depan ia akan datang ke Lumajang bersama keluarga besarnya untuk melamarku. Kaget dan haru sekali, aku gulung-gulung di kasur bahagia. Keesokan harinya aku dikantor senyam-senyum dan kembali ceria. Orang tua juga mengurungkan niat untuk pergi ke Bontang dan memilih untuk mempersiapkan penyambutan kedatangan calon keluarga baru dari Klaten.

Saat itu aku merasa menjadi wanita terbahagia sedunia.

Detail Dekorasi Akad dan Resepsi Pernikahanku, Seluruhnya Bunga Segar

Pertengahan Februari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Lamaran dengan konsep yang paling sederhana setelah ibuku memaksa untuk membeli gaun lamaran senilai tiga juta dan minta rumah didekor gara-gara korban foto-foto konsep lamaran glamor di instagram. Aku menolak, beralasan bahwa itu bukan hal yang perlu. Nanti saja saat acara inti kita dekor rumah yang bagus. Baju pun tak perlu, aku masih punya baju yang berusia sekitar 6 tahun dan menurutku masih sangat layak untuk dipakai lamaran. Ibu yang kini menolak.

"Kamu kemarin pas acara foto-foto pakai baju adat di Bontang aja gak keberatan sewa baju, MUA, dan fotografer sejuta, lah ini momen sekali seumur hidup aja masa kamu nggak mau pake gaun yang terbaik?"

Duh kali ini aku ngalah. Menurut ibu. Aku pastikan untuk make up tak perlu sewa jasa MUA, aku masih bisa make up sendiri untuk acara lamaran yang sederhana ini. Jadilah...acara lamaran serasa bertamu biasa.

Aku duduk menunggu dikamar ketika keluarga Klaten tiba, acara dimulai pukul sembilan pagi. Kudengar suara-suara ribut di teras yang menandakan 'calon keluargaku' telah tiba. Adik laki-lakiku masuk kekamar, ia berkata bahwa tamunya banyak dan sudah berusia 50 tahun keatas semua. Seserahan bergantian dibawa tante dan adik sepupu kedalam kamarku, ada buah buahan, wingko, roti gulung, gula dan kopi.

Sejurus kemudian acarapun dimulai. Seperti biasa keluarga Mas Seno menyampaikan maksud kedatangan dengan bahasa Jawa Kromo Super Alus dan ditanggapi dengan bapakku dengan bahasa Indonesia dengan terbata-bata dan sedikit terisak, mungkin gugup atau sedih anak perempuan kesayangannya mau diambil orang, hahaha ! Aku cuma ngintip dari kamar.

Sekitar lima belas menit kemudian ibu menjemputku ke kamar untuk menemui calon keluarga laki-laki untuk menyampaikan jawaban dan kesediaanku dikhitbah Mas Seno. Deg-degan? Nggak sih, buktinya aku bisa menjawab khitbahnya dengan lantang, tegas dan lancar. Mataku sekilas beradu pandang dengan tatapan tajamnya Mas Seno, lalu kuturunkan pandanganku kearah lehernya. Lehernya mengkilap karena keringat, ada sejalur garis yang dibentuk oleh tetes keringat gugup saat menunggu jawabanku. Ingin rasanya aku reflek mengambil tisu untuk mengelap keringat lehernya, namun pasti auto dikeplak ibuku.

Paska jawaban yang melegakan itu, suasana menjadi lebih santai. Camilan yang dihidangkan kami santap bersama. Keluarga Mas Seno memintaku untuk membuka masker karena penasaran dengan wajah manisku ini, lalu mengajak untuk berfoto bersama.

Mas Seno memberiku map berisi berkas N1-N4 untuk persyaratan mengurus pernikahan di Kantor Urusan Agama setempat. Omnya yang melihat menggodanya, "Lah iya si Seno ini ngapain keburu-buru ngurus berkas buat ke KUA, wong lamaran aja belum dilakukan dan belum pasti diterima."

Kami cengar-cengir malu. Lamaranmu pasti kuterima kok mas ! Aku kan bukan tipe orang yang suka kasih harapan palsu :)

***

Huru-hara di hari-hari persiapan pernikahan mau tak mau pun kami jalani. Sebenarnya tak seriwuh yang orang-orang jabarkan di artikel pranikah ataupun konten serba serbi pernikahan. Karena kami orangnya juga langsung ke inti tanpa banyak pertimbangan akan masukan, dan juga seluruh vendor untuk acara telah kami lakukan survei jauh hari sebelum hari H. Selain itu jaman pun serba daring, seluruh kinerja dan progress kerja vendor bisa dimonitor lewat media sosial ataupun pesan singkat. Jadi intinya di bulan Februari hingga pertengahan Maret kami telah melakukan 'dealing' dan 'down payment' untuk seluruh vendor, sehingga bulan setelahnya sebelum hari H kami tinggal melakukan kontrol saja.

Undangan Pernikahan dengan Tema Bunga Matahari

Begitupun untuk urusan seserahan. Mas Seno menyilakanku untuk memilih seserahan nantinya. Kami membelinya melalui aplikasi toko daring, dan dikirimkan langsung ke Klaten (rumah tantenya Mas Seno) untuk dikemas dalam bentuk hantaran. Oke urusan seserahan selesai, nggak ribet mau ini atau itu, prinsipku biar dibeli setelah nikah sajalah :)

Mas Kawin Cincin emas 5 gram

Bagaimana dengan mas kawin? Nah, kalau dalam kepercayaanku menyebutkan bahwa wanita yang terbaik adalah wanita dengan mas kawin yang ringan. Nah aku juga mau dong jadi salah satu wanita terbaik itu, maka aku sampaikan keinginanku padanya. Dan setelah diskusi panjang, maka kami putuskan maharnya adalah cincin emas 5 gram yang kami fitting dan pesan di Bontang plus sejumlah uang dan seperangkat alat sholat. Alhamdulillah untuk masalah mas kawin ini kami tak ada kendala, cincin model belah rotan polos selesai jauh dari tenggat waktu yang kami tentukan. Aman!

Persiapan yang lainnya pun sudah aman terkendali, hanya saja terkadang ibu menambahkan printilan-printilan yang juga membuatku tergesa-gesa, namun masih bisa kukendalikan, hihihi...karena sempat kami berantem kecil gara-gara konsep penerimaan tamu yang menurutku terlalu berlebihan, yaitu sekitar 750-1000 orang dalam kondisi berkerumun dan status pandemi yang belum dicabut. Karena saya orangnya keras kepala dan memiliki prinsip, ya jelas menolak konsep demikian. Menurutku ini pernikahan kami, yang punya konsep dan impian juga harusnya mempelai dan tidak menjadi acara aji mumpung dari orang tua. Membayangkan berdiri dengan senyum lelah menyalami 750 tamu sungguh membuatku ingin pingsan. Belum lagi jam acara yang ibu minta cukup panjang, membuatku berpikir berkali-kali untuk melewatkan jam ibadah.

Cewek-cewek keluarga Klaten

Setelah semuanya beres, kami pun bisa fokus menjalani bulan Ramadhan dan berdoa semoga acara kami berjalan dengan lancar dan tak ada godaan yang menghampiri kami serta dijauhkan dari orang-orang yang berniat buruk sebelum dan setelah pernikahanku dengan Mas Seno.


Rabu, 11 Mei 2022

Tangan mulai dilukis henna, tetangga mulai rewang masakan di dapur. Dekorasi bunga segar mulai dipasang untuk acara di rumah. Tak lupa juga Petugas PLN datang untuk memasang layanan penyambungan sementara untuk acara kami. Otomatis hatikupun mulai berdebar kencang terutama saat Mas Seno mengabari bahwa rombongan keluarganya telah dalam perjalanan. Yang hari-hari sebelumnya aku hanya dipingit dan kerjaannya hanya rebahan dengan pikiran yang tenang, entah mengapa hari ini rasanya panik sekali dan tak bisa tidur. Yang awalnya target tidur maksimal pukul 8 malam malah hanya bisa berguling-guling dan tidur-tidur ayam sambil mendengar percakapan orang-orang di dapur. Terlebih lagi mas Seno malam ini tidur di kamar sebelahku, dan akupun membayangkan malam ini adalah malam terakhir tidur seorang diri, dan besok...sudah ada seseorang disebelahku.

Kucing rumah yang dapat tempat main baru

Kamis, 12 Mei 2022

Aku terjaga semalaman. Yang rencana awal bangun pukul 3 pagi, namun tiga puluh menit sebelumnya aku sudah terbangun dan buang air besar akibat kepanikanku yang membuat sakit perut. Dua kali aku buang air besar, sehingga perutku sedikit kempes. Rombongan MUA datang pukul 03.30, wajahku segera disulap menjadi seorang ratu sehari yang akan dijemput pangeran impiannya.

Tangan ajaib Mbak Qq membuat wajahku seketika menjadi bidadari surga

Dua jam make up untuk akad dengan siger sunda pun selesai. Aku tak mempercayai bahwa yang awalnya wajahku seperti kentang, kini menjadi cantik jelita. Awalnya galau menentukan adat apa yang hendak kukenakan saat akad, antara Sunda siger atau Solo putri...dan akhirnya pilihan jatuh ke Sunda siger karena melatinya bisa kukenakan ulang saat resepsi karena bentuknya yang mirip sintingan melati modern.

Tepat pukul 6 pagi kami menghadiri majelis akad nikah di bulan Syawal ini...dan dalam hitungan detik untuk selamanya Mas Seno berhasil mengucapkan kalimat ijab qabul sekali dengan suara lantang dan jelas sembari menjabat tangan bapakku. Ia otomatis menjadi lelaki paling ganteng dan pemberani dalam hidupku. Padahal sejak beberapa hari yang lalu ia galau dengan ucapan kalimat ijab kabulnya...hingga semalam ia mengirim pesan suara kalimat ijab kabul yang mebuatku kian berdebar dan tersipu sipu malu.

Rangkaian acara berlangsung seharian penuh, mulai dari akad, lanjut acara resepsi dengan undangan sebanyak 200 tamu, dan malamnya acara keluarga dan tetangga. Rasanya kaki jangan ditanya, karena memakai heel 10 cm yang membuat kakiku gemetar dan oleng, namun aku harus tahan karena baju yang kukenakan lebih cantik dengan heel yang tinggi karena tubuhku memang pendek. Malamnya kami berdua saling memijat dengan krim analgesik sebab sama-sama kram.

Acara pernikahan kami berlangsung dengan sangat lancar. Namun jangan senang dulu karena tanggal 15 Mei masih ada acara lanjutan unduh mantu di rumah Mas Seno di Klaten, persiapkan kaki kita, Mas.

(Insyaallah untuk acara unduh mantu dengan adat Jawa akan aku ceritakan di post selanjutnya)

Unesia Drajadispa

No comments: