Untuk liburan disekitar kota Bontang, sebenarnya tak terlalu rumit jika anda adalah sosok yang paling nyaman saat berada di alam atau pohon-pohon. Oh ya?
Iya, mari kita buktikan pada cerita kali ini. Pada suatu sabtu sore, Rindy rekan kerjaku mengajak untuk melepas penat di kawasan ekowisata Bontang Mangrove Park, di Jalan Cut Nyak Dien. Kalau orang Bontang nyebutnya sih daerah Salebba, atau dibelakang area kantor walikota lama. Deket sih dari kosanku, cuma sekitar dua kilometer saja.
Kami berboncengan ala-ala anak muda mau malam mingguan jam setengah lima sore. Cuaca sore itu cerah, sehingga dapat dipastikan kami dapat menikmati matahari terbenam dengan sempurna !
"Emang boleh ya masuk jam segituan? Aku pas gowes masuk sore-sore malah disuruh puter balik," tanyaku.
"Jam berapa kamu masuknya?" Rindy bertanya balik.
"Ya jam segininian,"
"Boleh kok, kapan hari aku masuk jam segini juga sama Bobi, keluar pas maghrib." tandasnya yakin sambil menyebut nama pacarnya dengan penuh kerinduan karena mereka memang menjalani hubungan jarak jauh.
Waduh apa kabar diriku yang jomblo sejak dalam kandungan hingga mendekati usia kepala tiga ini? Hahaha....
Aktivitas tanam mangrove |
Bontang Mangrove Park merupakan kawasan konservasi mangrove yang dikelola oleh Taman Nasional Kutai, sudah eksis sejak tahun 2018an. Ada juga taman mangrove lain yang dikelola swasta di perumahan Bukit Sekatup Damai, kami hendak kesana karena ada jembatan gantung namun karena lokasinya cukup memakan waktu jadinya kami hanya ke Salebba.
Tiket masuk saat akhir pekan tujuh ribu lima ratus, saat itu kami masuk dalam kondisi perut kelaparan karena belum makan siang. Perutku hanya kusumpal dengan sebatang protein bar rasa coklat dan Rindy menyumpalnya dengan jus buah leci dalam kemasan. Mangrove Park ini sebenarnya tak banyak berubah, hanya ada beberapa mangrove yang membesar. Jembatan ulinnya, gazebo sepanjang jalannya, rute trekkingnya yang cukup menyebabkan berkeringat untuk kelas hutan tengah kota, dan tentu saja...
Sampah !
Kenapa masih ada pengunjung yang bodoh nan tega membuang sampah makanan ringan disini? Sebenarnya kami hanya menemukan sebungkus, tapi jengkelnya sepanjang jalan, karena selain harus kami selamatkan namun juga membuat tas kecilku sukses bau micin dari bungkus tersebut yang kusimpan sementara di tas.
Karena Bontang adalah daerah pesisir, maka mangrove atau bakau pantai tumbuh cukup banyak ditepiannya untuk melindungi daratan dari abrasi sekaligus menjadi rumah bagi para bekantan atau monyet liar. Tak jarang kami menemukan monyet saat trekking, dan tidak diperkenankan untuk memberikan makanan kepada mereka. Maka dari itu, tempat sampah pun tak disediakan pengelola agar tidak dikacaukan oleh monyet yang menyebabkan ketergantungan kepada manusia dan menghilangkan insting liarnya dalam mencari makanan.
Langit mulai menjingga ketika kami melewati tower pandang. Sesaat ada mas-mas lagi mancing yang menawarkan kami naik perahu dengan tarif sepuluh ribu per orang.
"Nggak mau nyoba naik perahu kah? Putar sampai kapal disana," bujuknya kepada kami sambil memutarkan telunjuk kanannya yang mengarah ke kompleks pabrik Pupuk Kalimantan Timur.
Meneropong tempat kerja mas-mas dalam halusinasi :D |
Aku dan Rindy mengiyakan dengan semangat, saat itu ada lima pengunjung cewek lain yang ingin naik juga, sehingga ributlah kami disana, ditambah grup mereka yang ternyata cukup penakut.
"Pakai pelampung ya, biar safety. Kita nggak tahu apa yang terjadi disana," seru mas-mas motoris santai dan melepas tambatan kapalnya. Cewek-cewek tersebut makin panik.
Kapal melaju bergoyang mendekati komplek pabrik Pupuk Kaltim. Bangunan setengah bola bewarna perak raksasa, cerobong garis merah putih yang mengepulkan asap putih, bangunan limas besar dan conveyor belt yang mengarah ke kapal menjadi perhatianku. Halusinasiku yang tak terbatas mulai kumat lagi.
"Apakah jodohku sedang kerja didalam sana ya?"
Maaf pembaca, sang penulis sedang stress akut, tolong jangan ditertawakan ya kalau dibaca. Malu sih.
Dan tentu saja aku menggumam dalam hati, kalau berkata lantang diatas kapal yang bersaing dengan suara motor juga pasti akan dilempar kelaut sama penumpang lain. Serem kan sekapal sama orang halu? hehe
Lokasi Glamping di Bontang Mangrove Park |
Durasi perahu motor hanya tiga puluh menit, tubuh kami bergoyang-goyang sesaat setelah menapak setapak ulin. Matahari terbenam menyambut kami, cerah, sempurna dan indah di horizon barat. Pasangan muda-mudi silih berganti melewati kami sembari bergandengan dan memegang kamera untuk mengabadikan momen indah senja itu.
Sabtu senja yang berhasil kuabadikan |
"Ndy...haruskah kita bergandengan juga," pintaku kumat lagi.
Ah sudahlah ! Jalur sepanjang 2,3 kilometer harus kami lalui agar tidak ketinggalan waktu maghrib hari itu. Anak senja jangan lupa beribadah dong ya !
Dan selepas maghrib kami masih melanjutkan kencan kami ke Bontang Kuala.
No comments:
Post a Comment