Alhamdulillah, segala Puji Bagimu Allah, Tuhan Semesta Alam. Aku
sangat bersyukur bisa mengunjungi hamparan surga di bumi Semeru. Impianku
semenjak SMU, sebelum film 5 cm tercipta akhirnya tercapai juga. Indah nian
pemandangannya. Walaupun cukup banyak halangan dan kontroversi saat aku hendak
menuju kesini. Tapi akhirnya, aku mencoba menepis semua keraguanku. Aku harus
bisa mencapainya sebelum aku lulus, Sebelum aku bekerja, apapun yang terjadi !
Awalnya aku
memang terkapar lemah di ranjang kosan. Sakit demam dan influenza. Padahal ke
Semeru tinggal beberapa hari lagi. Aku berdoa, semoga diberi kesembuhan. Aku
sendiri udah beli tas gunung dan sandalnya. Nggak mungkin banget aku
meninggalkan semuanya. Sudah packing juga. Emakku sebenarnya udah melarang karena kesehatanku belum pulih
betul. Aku ngotot aja, pasti sembuh.
Satu hari sebelum
keberangkatan, aku dapat kabar dari temaku bahwa keberangkatan diundur
dikarenakan beberpa hal. Diundur tiga hari. Entahlah, aku bahagia atau tidak,
yang jelas ada harapan agar tubuhku kembali fit. Dan kabar buruknya, hari keberangkatan
berbenturan dengan jadwal pengumuman kesehatan PLN. Sudah bisa diduga, orang
tuaku kebingungan, dan aku berusaha meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik
saja.
Segala keperluan
logistik, Sleeping bag, matras, tenda,
sudah kusiapkan dari pinjeman teman-teman. Tinggal berdoa dan berangkat. Eh
sial pemberangkatan yang rencananya jam 13.00, ditunda ashar, dan ditunda lagi
subuh. Hatiku khawatir banget, khawatir nggak jadi. Ya Allah, semoga aja jadi.
Kutelepon temanku berkali-kali. Pasti jadi kok.
Sumpah persiapannya
repot banget. Kalau aku sih persiapan fisik kayak joging, senam-senam ringan.
Lalu untuk makanannya aku bawa mi instan dan bubur. Cemilan dan air 1,5 L juga.
Untuk air jangan banyak-banyak karena disana banyak sumber mata air yang segar
dan alami.
Jadinya kita
berangkat dari Surabaya setelah shubuh naik motor menuju Tumpang, Malang.
Sebenarnya lebih keren lewat Lumajang tetapi lebih jauh karena kami berangkat
dari Surabaya. Aku bersyukur banget akhirnya bisa pergi juga,
kesehatanku udah fit beneran, walau sedikit ketakutan dengan hasil tes
kesehatanku juga. Normalnya perjalanan hanya 2,5 jam, tapi berhubung banyak
rintangan seperti ban bocor, terus perut lapar, jadinya perjalanan agak lama
juga.
Sampai di Tumpang kira-kira pukul 9.30 WIB. Yang cowok-cowok bertugas
untuk mencari dan menawar harga jeep untuk naik ke Ranupani. Untunglah
ada salah seorang teman yang pernah ke Semeru, jadinya agak tenang karena dia
bisa jadi Guide gratisan kita. Aahh…akhirnya arek cillik Lumajang yang dulu bisanya
tolah-toleh akhirnya bisa ke Ranukumbolo, impian yang ia pendam sejak lama!
Happy On the Jeep |
Selama perjalanan naik jeep, sumpah sakit semua karena pinggangku
terbentur, perutku juga. Jalannya sangat berdebu dan berbatu, naik juga. Tapi pemandangannya
keren banget, nggak mungkin bisa dilupakan kecuali kalo otak udah diformat, hahaha.
Kutatap Bromo Dari Atas Sini |
Selama perjalanan, kami melewati beberapa kawasan wisata, seperti Coban
Pelangi, lalu melewati bukit bergurat yang indah yang merupakan gugusan gunung
Bromo. Bibir Kami tak berhenti bergetar mengucap kekaguman, tak jarang juga
mengabadikannya. Kami semua sukses menepis keraguan bahwa menaklukan trek itu
mudah. Sungguh, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru emang indaaaaahhh !
Sekitar 2 jam kami udah nyampai Ranupani di Kabupaten LUMAJANG, bukan
MALANG. Entah kenapa aku kok nyesel ya sama film 5 cm kok nggak nyebutkan
LUMAJANG, tapi MALANG. Dan banyak pendaki yang bilang Ranupani itu di
MALANG, bukan LUMAJANG. Masyaallah, ini perlu diluruskan pemahamannya.
Udara di Ranupani cukup sejuk, airnya sedingin es. Kami rehat sebentar,
shalat dan cuci muka, lalu segera menuju ke titik awal penginapan kami, Ranukumbolo.
Danau tertinggi di Jawa. Lebih rendah dari Titicaca di Peru.
|
Sepanjang perjalanan aku banyak mengeluhnya. Treknya emang nggak terlalu
sulit buat pendaki cilik kayak aku. Cuma cukup bikin ngos-ngosan. 10,5
kilometer men, sungguh perjalanan itu rasanya tidak akan pernah
berakhir. Dikit-dikit istirahat, minum Madurasa, makan roti. Aduh, jauh banget.
Kami melewati Watu Rejeng, bukan gunung Ayek-Ayek. Walaupun capek nggak
ketulungan, tapi pengen ngulangi lagi. Sepanjang perjalanan kami sering menyapa
para pendaki lain yang baru turun.
Pos Satu Yang cukup Panjang ! |
Kabut sudah mulai turun, padahal baru pukul 14.00. Kami bergegas
meneruskan perjalanan. Tetes air mulai terasa, tapi kami harus segera sampai
untuk beristirahat dan makan. Walaupun pos 3 sungguh berat sekali !
Pukul 17.00. Akhirnya sampai juga, 5 jam perjalanan. Ranukumbolo, danau
tertinggi di Pulau Jawa. Aku rasanya tak mempercayai bahwa kakiku yang sedari
tadi rewel akhirnya sampai juga. Alhamdulillah. Kami segera
mendirikan tenda. Dan hawanya aduhai dinginya ! Angin yang berhembus dari bukit sebelah kanan kami membawa aroma kotoran manusia. Yeeekk..emang wc alam, jadinya harus dinikmati saja lah. -_-
Tenda sudah berdiri. Kami segera shalat dan makan. Lalu segera masuk ke dalam sleeping bag untuk mengembalikan stamina untuk hari esok.
Tenda sudah berdiri. Kami segera shalat dan makan. Lalu segera masuk ke dalam sleeping bag untuk mengembalikan stamina untuk hari esok.
15 September 2013.
Kami tidak memaksakan diri untuk mencapai puncak, tapi untuk having fun!
Sekuat fisikku aja. Oh iya, kami bertujuh, 4 cowok dan 3 cewek.
Hawanya dingin banget, saking dinginnya, menyentuh sesuatu aja nyeri
banget. Tetapi sang surya mulai datang, menyembul dari bukit, subhanallah, kehangatan itu akhirnya muncul juga. Kami semua berembug untuk
melanjutkan perjalanan. Minimal sampai Kalimati.
Tanjakan Cinta Penguras Energi |
Perjalanan akhirnya dimulai. Kami sudah siap untuk melalui trek pertama
: Tanjakan Cinta. Dan aku nggak pernah percaya dengan mitos yang beredar di
kalangan pendaki yang katanya bakalan mendapatkan jodoh. Emangnya jodoh di
tangan tanjakan cinta? Hehe
Oro-Oro Ombo |
Setelah tanjakan cinta, kita disambut dengan sabana Oro-oro ombo yang
superluas. Asalnya bunga di Oro-oro ombo berwarna ungu, berhubung musim kering
jadi coklat. Kami tetap bersemangat mencapai pos selanjutnya, Cemoro Kandang.
Sampai di Cemoro Kandang, angin mulai kencang, suara angin menderu yang
seringkali disebut angin kereta. Di Cemoro Kandang didominasi dengan vegetasi
cemara gunung. Temanku nyebut dengan sebutan tanjakan putus asa, karena
jalannya naik terus dan membosankan !
Selama di ‘tanjakan putus asa’ kumat ngos-ngosanku. Dikit-dikit berhenti, minum.
Sama temenku cowok disemangatin kalo tinggal dikit lagi Jambangan. Padahal
sumpah masih jauh dan hampir bikin putus asa aja !
Istirahat dulu di Jambangan |
Tapi nggak lama kemudian kami sampai di Jambangan. Kubah gunung Semeru
mulai terlihat. Kami semua istirahat agak lama sambil foto-foto dulu. Berhubung
aku bawa power bank jadi kameraku yang dipake terus-terusan. Trek
menuju Kalimati dari Jambangan sangat ringan dan tidak jauh, jalannya landai.
Edelweiss.... |
Akhirnya kami sampai juga di Kalimati. Kakiku udah letoy banget.
Beberapa teman yang lainnya mencari air di Sumber Mani, sumber air terakhir. Sedangkan
aku memasak makanan. Kami nggak ada niatan untuk berkemah disana, Cuma mampir,
terus balik ke tenda. Walaupun banyak pendaki yang bilang sayang kalau nggak
sampai puncak, tapi aku tetap fun kok! Niat kami
bersenang-senang, bukan untuk menaklukkan puncak. Sebenarnya sih gara-gara
kakiku udah patah-patah ginii. :D
Sekitar pukul 14.30 kami balik ke tenda. Ah, menyenangkan sekali. Dari
Kalimati aku dapat melihat kubah Mahameru dan guratannya sangat jelas. Kabut
yang adem, dan fenomena angin kereta yang menderu-dan menabuh-nabuh gendang
telinga. Ah….aku senang sekali!
Menghangatkan Diri ! |
Sekitar pukul 17.00 kami udah sampai di tenda. Capek semua. Ditambah
hawa yang dingin makin menambah ngilu tulang. Tetapi kami tetap gembira,
membuat api unggun dan susu hangat, lalu bersenda gurau sepuasnya, bercerita
hantu, mengkhayal dan menjadikan kami semua puitis sambil menatap gemintang.
Bahagia sekali!
Masak dan makan Besar ! |
Perjalanan Pulang :) |
Ealah ternyata lewat gunung Ayek-Ayek makin menyengsarakan. Jalannya naik
terus, setelah sampai puncak jalannya turun terus, bikin kaki tambah keki dan
stress. Jalannya berdebu parah, dan hanya menghemat waktu satu jam saja
daripada Watu Rejeng. Oh men, mukaku udah coreng moreng debu Semeru -_-
Panorama Perkampungan dan Perkebunan Warga dari Jalur Gunung Ayek-Ayek |
Jalur Gunung Ayek-Ayek melalui perkebunan sayur warga, pemandangannya
lebih alami dan penuh dengan perbukitan. Akhirnya sampai juga di Ranupani
dengan penuh penderitaan selama perjalanan. Nafas bengek gara-gara debu yang berterbangan
akibat langkah kita.
Di Ranupani, kami segera mandi dengan air yang sedingin es, persiapan
untuk meninggalkan Semeru, gunung abadi tempat bersemayamnya para dewa. Aku tak
pernah menyesali, mengorbankan pengumuman kesehatan demi Semeru, yang indah.
See Ya ! Dewa 19 – Mahameru |
Mendaki
melintas bukit
Berjalan
letih menahan menahan berat beban
Bertahan
didalam dingin
Berselimut
kabut Ranu Kumbolo…Menatap jalan setapak
Bertanya –
tanya sampai kapankah berakhir
Mereguk
nikmat coklat susu
Menjalin
persahabatan dalam hangatnya tenda
Bersama
sahabat mencari damai
Mengasah
pribadi mengukir cinta
Mahameru
berikan damainya
Didalam beku
Arcapada
Mahameru
sebuah legenda tersisa
Puncak abadi
para dewa
Masihkah
terbersit asa
Anak cucuku
mencumbui pasirnya
Disana
nyalimu teruji
Oleh ganas
cengkraman hutan rimba
Bersama
sahabat mencari damai
Mengasah
pribadi mengukir cinta
Bersama
sahabat mencari damai
Mengasah
pribadi mengukir cinta
Mahameru
berikan damainya
Didalam beku
Arcapada
Mahameru
sampaikan sejuk embun hati
Mahameru
basahi jiwaku yang kering
Mahameru
sadarkan angkuhnya manusia
No comments:
Post a Comment